Mohon tunggu...
ahmad zakkyy
ahmad zakkyy Mohon Tunggu... mahasiswa

Saya adalah fresh graduate dari Akademi Metrologi dan Instrumentasi (AKMET) dengan minat pada bidang kalibrasi, teknologi, kepenulisan, dan literasi. Aktif di berbagai organisasi serta berpengalaman sebagai content writer di platform edukasi dan literasi, saya terbiasa menulis artikel seputar teknologi, pendidikan, hingga kisah inspiratif dari pengalaman pribadi. Menulis bagi saya adalah ruang untuk berbagi pemikiran, memperluas wawasan, sekaligus berdialog dengan pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Moderasi Konten di Platform Sosial: Disinformasi, Deepfake, dan Tantangan Regulasi di Indonesia

16 September 2025   11:08 Diperbarui: 14 September 2025   02:16 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era digital makin ramai, tapi juga makin berbahaya. Lonjakan konten berbahaya, dari disinformasi hingga deepfake, membuat pemerintah Indonesia kini menekan platform besar seperti TikTok, Meta, hingga YouTube untuk lebih tegas dalam memoderasi konten. Pertanyaannya: apakah langkah ini cukup, dan bagaimana peran masyarakat?

Deepfake: Dari Hiburan ke Ancaman Nyata

Deepfake awalnya dianggap teknologi kreatif, dipakai untuk hiburan atau parodi. Namun, tren berubah cepat. Data Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) menunjukkan konten deepfake meningkat lebih dari 500% dalam beberapa tahun terakhir. Dari manipulasi wajah hingga suara palsu, teknologi ini kini sering dipakai untuk penipuan, hoaks politik, bahkan pornografi non-konsensual.

Wamenkomdigi Nezar Patria bahkan mendesak platform global menyediakan fitur gratis bagi publik untuk mendeteksi apakah sebuah konten dibuat oleh AI. Tujuannya sederhana: agar masyarakat tidak gampang terkecoh.

Regulasi yang Tengah Disiapkan

Pemerintah Indonesia sudah punya dasar hukum, mulai dari UU ITE hingga UU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Namun, regulasi khusus soal konten manipulatif AI seperti deepfake masih digodok. Beberapa inisiatif baru antara lain:

  • Sistem SAMAN (Sistem Kepatuhan Moderasi Konten) yang mulai diterapkan Februari 2025 untuk mengawasi konten ilegal di platform digital.

  • PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan sistem elektronik, yang juga menyoroti perlindungan anak di ruang digital.

  • Aturan khusus deepfake yang tengah diperdebatkan: apakah dibuat spesifik untuk teknologi tertentu, atau lebih umum agar fleksibel mengikuti perkembangan.

Moderasi: Efektif atau Sekadar Reaktif?

Meski ribuan konten berbahaya sudah diturunkan, kritik tetap muncul. Moderasi dinilai masih bersifat reaktif---baru bergerak setelah konten viral dan meresahkan publik. Selain itu, standar tiap platform berbeda, sehingga membingungkan masyarakat.

Isu lain adalah transparansi. Publik sering tidak tahu alasan sebuah konten dihapus, sementara konten serupa bisa lolos begitu saja. Celah ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan pada sistem moderasi, bahkan memicu tuduhan "sensor" yang berlebihan.

Peran Pengguna: Jangan Hanya Jadi Penonton

Tanggung jawab memerangi disinformasi dan deepfake bukan hanya milik pemerintah atau perusahaan teknologi. Pengguna juga punya peran besar, di antaranya:

  • Meningkatkan literasi digital: belajar mengenali ciri-ciri deepfake dan hoaks.

  • Verifikasi sebelum berbagi: jangan langsung repost konten viral tanpa cek fakta.

  • Gunakan fitur pelaporan: aktif melaporkan konten mencurigakan ke platform.

  • Mengedukasi orang terdekat: terutama anak-anak atau orang yang rentan, agar tidak mudah tertipu konten palsu.

Menjaga Keseimbangan

Di satu sisi, moderasi yang tegas sangat penting untuk melindungi masyarakat. Namun di sisi lain, terlalu ketatnya aturan bisa mengancam kebebasan berekspresi. Inilah dilema besar yang harus dihadapi Indonesia: bagaimana memastikan ruang digital tetap aman tanpa mematikan demokrasi digital.

Jawabannya ada pada kolaborasi. Pemerintah, platform, dan masyarakat perlu bergerak bersama---membangun regulasi yang jelas, teknologi deteksi yang kuat, serta budaya digital yang sehat.


Moderasi konten bukan sekadar urusan teknis, tapi juga politik, hukum, dan budaya. Di tengah gempuran deepfake dan disinformasi, Indonesia perlu melangkah cepat sekaligus hati-hati. Jika berhasil, ruang digital bisa jadi wadah produktif. Jika gagal, ia bisa berubah jadi ladang manipulasi yang membahayakan demokrasi dan kehidupan sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun