Mohon tunggu...
Money

Hilangkan Denda Keterlambatan , Bank Syariah semakin menawan

5 Juni 2017   23:44 Diperbarui: 5 Juni 2017   23:44 10620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selama menjadi Praktisi Bisnis Perumahan Syariah selama 1 (satu) tahun ini kami menyimpulkan bahwa potensi KPR Bank Syariah yang begitu tinggi karena mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam. Dalam perjalanan bisnis kami, kami sering menemukan masyarakat yang tidak bisa membedakan antara KPR Bank Konvensional dengan KPR Bank Syariah. Ketika mereka ditawari KPR Bank Syariah, banyak dari mereka yang mengatakan apa bedanya antara KPR Konvensional dengan KPR Bank Syariah. Karena ketika dilihat dari skema pembayaran keduanya nyaris tidak ada bedanya, yaitu sama-sama lebih mahal dibandingkan dengan harga cash. Inilah tantangan pegawai Bank Syariah ketika menerangkan kepada masyarakat perbedaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah. Diperlukan ilmu tentang Riba untuk menjelaskannya. 

 Ketika menerangkan apa beda antara KPR Bank Konvensional dengan KPR Bank Syariah kepada masyarakat awam, saya selalu menganalogikan beda antara perzinahan dan pernikahan... iyaa... Beda antara perzinahan dan pernikahan adalah beda yang bisa dibilang tipis namun sangat fundamental. Analogi antara Pernikahan dan Perzinahan, keduanya ada (maaf) hubungan sexual antara pria dan wanita, bedanya di Perzinahan tidak ada akad yang sah, sedangkan dalam pernikahan ada akad yang sah. Karena perbedaan akad inilah perzinahan berdosa sedangkan pernikahan merupakan hal yang diperbolehkan bahkan mendapatkan pahala. Begitupula perbedaan antara KPR Bank Konvensional dengan KPR Bank Syariah, jika dalam akad KPR Bank Konvensional akad yang digunakan adalah pinjaman yang dalam hukum islam tidak boleh mengambil keuntungan (manfaat) karena keuntungan atau manfaat yang dimabil oleh peminjam merupakan Riba. Sedangkan akad yang digunakan dalam KPR Bank Syariah adalah akad Jual Beli (Murobahah) yang dalam islam diperbolehkan untuk mengambil keuntungan. Saya juga menjelaskan dalam KPR Bank Konvensional Denda Keterlambatan diterapkan terhadap keterlambatan tempo pembayaran angsuran, sedangkan dalam KPR Bank Syaraih Denda keterlambatan (seharusnya) tidak boleh ada

Haramnya Denda Keterlambatan (Ta'widh) dalam akad yang ada Hutang didalamnya, misal KPR

Denda Keterlambatan (ta'widh)  dalam akad Kredit (salah satunya KPR) merupakan bentuk dari Riba Nasi'ah (Riba terkait penangguhan angsuran/penambahan tempo angsuran). Berikut adalah dalil / argumen terkait Haramnya denda keterlambatan dalam akad kredit : 

1. Denda Keterlambatan (Ta'widh)  ditentang oleh mayoritas para Ulama dan difatwakan haram oleh lembaga-lembaga Fiqih Internasional, diantaranya :

a. Keputusan Majma' Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqih OKI) No 51 (2/6) 1990, yang berbunyi "bagi Nasabah yang mampu haram hukumnya menunda-nunda kewajiban pembayaran yang telah jatuh tempo. Meskipun demikian, Syariat tidak membolehkan penjual membuat persyaratan Ta'widh (ganti rugi) pada saat nasabah terlanjur melunasi kewajiban pembayaran" (Sumber : Jurnal Islamic Fiqh Council, Edison VI, jilid 1,hal 193, disadur dari Buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya ust DR Erwandi Tarmizi)

b. Keputusan Al Majma' Al Fiqhi Al Islami (Divisi Fiqih Rabithah Alam Islami) yang berbunyi, "Apabila kreditur memberikan persyaratan atau mewajibkan kepada debitur agar membayar sejumlah uang sebagai sanksi hukuman, baik dalam jumlah tertentu atau persentase, pada saat debitur terlambat melunasi angsuran yang telah jatuh tempo, maka persyaratan atau kewajiban tersebut tidak sah dan tidak wajib, bahkan tidak halal dipenuhi, baik yang membuat persyaratan adalah pihak Bank atau pihak lain. Karena persyaratan ini sama hakikatnya dengan Riba Jahiliyah yang diharamkan oleh Allah dalam AlQuran" (sumber : Journal Islamic Fiqh Council (Rabithah Alam Islami), edisi X, tahun VIII, hal 314,disadur dari Buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya ust DR Erwandi Tarmizi)

c. AAOIFI dalam panduan Lembaga Keuangan Syariah pada pasal "Debitur menunda-nunda Pembayaran Kewajiban Jatuh Tempo" ayat 2/1.b dan 2/1.c menyatakan, Lembaga Keuangan Syariah tidak dibolehkan membuat persyaratan Ta'widh dalam bentuk sejumlah uang ataupun barang terhadap debitur manakala ia terlambat membayar kewajiban yang telah jatuh tempo, baik ditetapkan jumlah Ta'widh pada saat transaksi ataupun tidak. Baik kerugian tersebut dalam bentuk hilangnya laba di atas kertas (unrealized profit) ataupun kerugian akibat fluktuasi mata uang.

Lembaga Keuangan Syariah tidak dibolehkan mengajukan nasabah yang menunda-nunda kewajiban pembayaran jatuh tempo ke pengadilan dengan tuntutan Ta'widh (ganti rugi) berupa sejumlah uang tunai ataupun barang berharga" (Sumber : AAOFI, Al Ma'ayir As Syar'iyyah, hal 26, disadur dari Buku Harta Haram Kontemporer karya Ust Erwandi Tarmizi)

Keputusan - Keputusan lembaga - lembaga Fiqih Internasional diatas berdasarkan dalil - dalil sebagai berikut :

- Ayat - ayat Al Quran yang mengharamkan Riba.
Ibnu Abdil Barr berkata, "Ulama salaf Dan kholaf sepakat bahwa Riba yang diharamkan AlQuran adalah menarik uang ganti rugi (Ta'widh) dari debitur yang terlambat membayar kewajibannya setelah jatuh tempo"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun