Mohon tunggu...
Ahmad Yudi S
Ahmad Yudi S Mohon Tunggu... Freelancer - #Ngopi-isme

Aku Melamun Maka Aku Ada

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Silent Reader WAG dan Kebaperan Mahasiswa

16 Agustus 2019   14:28 Diperbarui: 16 Agustus 2019   17:37 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gimana kabar chatingan-mu dengannya? Diterima, dibaca, atau gak dibales? Sabar, mungkin dia sedang sibuk atau tidak sempat membalas, atau mungkin dia baper dengan tumpukan chat yang berserakan di linimasa whatsapp, hehe..

Mengikuti perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi, kebutuhan homo saphiens dari waktu ke waktu kian santer. Medsos atau media sosial yang kini menjadi ruang interaksi sosial dunia maya dengan berbagai varian rasa. *eh varian macam maksud ane, dimulai dari facebook, instagram, twitter, line, tantan (aplikasi buat yang masih jomblo), hingga whatsapp yang menjadi primadona di berbagai kalangan, terutama mahasiswa.

Selain dapat mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat, sisi baiknya para homo homini lupus ini lebih melek teknologi dan progresif dalam segi informasi. Sisi tidak baiknya dapat menimbulkan rasa candu, walau barang super canggih ini tidak mengandung nikotin sepeser pun. Namun dampaknya cukup kentara dari benda komunikasi nan canggih ini berupa ketidakseimbangan ekosistem interaksi sosial.

Whatsapp merupakan aplikasi komunikasi dengan pengguna terbanyak di dunia, terutama fitur yang terbarukan lewat pengembangan perangkat tiap tahunnya. Selain digunakan untuk mengirim dan menerima pesan atau telepon/vc, gambar, video, suara, kontak, dan softfile, whatsapp juga memiliki fitur lainnya yaitu WhatsApp Group yang disingkat WAG.

Bagi para organisator ataupun kerja kelompok, WAG sangat membantu dalam berkoordinasi jarak jauh. Selain itu, forum diskusi online atau kuliah whatsapp pun tak luput dari absen smartphone mahasiswa.

Namun di balik hingar bingar kedunia-mayaan, implementasi dunia maya dan dunia nyata kerapkali terbalik 180. Misalnya si A lewat chat whatsappnya mengatakan akan mengerjakan anu, tapi kenyataannya si A tidak melakukannya atau sulit ditebak. Kondisi lainnya seperti pesan di terima atau dibaca saja. 

Padahal bila fungsi medsos dioptimalkan dapat melancarkan kinerja organisasi hingga grup kerja kelompok. Hal ini yang akhirnya melahirkan mahzab silent reader atau pembaca pesan tanpa timbal balik dan menyebabkan kebaperan di kalangan mahasiswa.

Bagi seorang aktivis mahasiswa atau organisator, hal ini menimbulkan kesenjangan tersendiri yang menyebabkan terhambatnya komunikasi dan koordinasi dalam keberlangsungan gerak organisasi.

"Koq chatanku cuma di read doang ya, gak di bales? Ini pada kemana ya?", begitulah untaian kata yang terucap dari salah seorang mahasiswa ketika mendapati chattannya dikacangin oleh para netizen. Gemas memang, Eitss.. jangan jadi negative thinking dulu, jangan cepat menarik kesimpulan, siapa tahu mereka sedang sibuk sehingga belum sempat membuka wa. Atau kalaupun sudah dibaca, ya, mungkin mereka sedang sibuk dan akan membalasnya nanti, setelah selesai dengan urusannya. Kalau masih begitu aja, baru diingetin, jangan langsung dilabrak, yang ada nanti malah baper dianya, heuheuheu..

Menurut kacamata om #Ngopi-isme, banyak faktor yang menyebabkan para penghuni grup whatsapp memilih menjadi silent reader diantaranya karena sedang off (istirahat, tidak punya kuota), jarang buka grup sehingga timeline menumpuk, males buka atau bosan dengan suasana grup, suasana grup yang dingin (jarang adanya komunikasi, hanya tumpukan spam), hingga adanya aturan grup yang kaku dan ketat sehingga beberapa penghuni grup menjadi abstain dan stagnan.

Apatisme yang menjangkit hampir lebih dari setengah penduduk WAG menyebabkan nihilnya kontribusi terhadap chatan yang berseliweran di grup alias masa bodoh, #jnck. Usut punya usut, netizen Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia sebagai pengguna internet aktif terbesar dengan total populasi melek internet 130 juta dengan penetrasi 49 persen dari jumlah total populasi sebanyak 295,4 juta jiwa (Sumber: merdeka.com). Whoaa!

Selain itu, pelabelan Nietzsche, *eh maksud ane Netizen (maafkan jari yang ngadekdek ini, om filsuf, heuheu..) Indonesia mendapatkan berbagai gelar selain pengguna internet yang selalu stay tune, gelar lainnya seperti; "Maha Benar Netizen dengan Segala Firmannya, The Power of Jempol, Tukang Nyinyir (cebong dan kamvret), Mabar terus lupa bebeb, Kutu HP (Kutu Buku kian terancam keberadaannya/punah), dan masih buaanyak lagi.

"Wahai Para Penghuni Grup Datanglah" (emoji tupai dengan posisi meminta), kirim salah satu penghuni WAG yang terjangkit bad mod. Begitulah grup dengan segala dilemanya karena kurangnya rasa kepekaan sosial maya dari para penghuni grup.

Netizen yang biasanya ahli nyinyir dan salting-in dia tumben menghilang? Yah mungkin mereka hadir pas lagi ada gosip, hoaks dan konten-konten yang vulgar, ciee... Penghuni WAG yang idealismenya tinggi sudah pasti ngelus-ngelus dada dan menjadi baper karena kepasifan penghuni grup yang lain, atau bisa jadi ketularan masuk angin juga. Duh duhh..

Melihat keabsurdan yang terjadi, Om #Ngopi-isme turut berduka cita atas kematian idealisme para penghuni WAG dan semoga tetep husnul khotimah yang menyebarkan virus kebaikan dan menyemangati yang lain agar segera insaf dan kembali ke jalan yang lurus.. ckckck. 

Oiya, ada wasiat nih dari Om #Ngopi-isme buat para netizen sekalian, 'jangan sampai patah idealismenya, ya kalau ragu hendak patah, patahin aja sekalian, ulah ngaggokkan cuk. "Kasihanilah orang lain sebagaimana kamu mengasihi dirimu" kata salah seorang tokoh agama. Ya caramu mengasihi dirimu aja terapin, entah mau diyasinin atau dihapus namanya dari hasil kerja kelompok, wes sakarepmu lah.

Agar mereka pada berkicau, gak jadi kaum silent reader lagi, saran dari Om #Ngopi-isme sederhana namun berat pelaksanaannya; sebelumnya gelar jajak pendapat dan masukan dengan para penghuni WAG atah diskusikan secara terpisah dengan orang-orang yang masih husnul khatimah dan memikirkan masa depan grup dan minta pendapat serta solusi untuk melenyapkan mahzab silent reader yang menjangkit para penghuni grup. Kemudian bikin komitmen dari para penghuni grup dan minta mereka bertanggung jawab sebagai penghuni grup agar berkontribusi dan menjalankan perannya. 

Bikin suasana grup menjadi menarik dan meriah agar tidak menjenuhkan dengan memancing mereka dengan info menarik atau diskusi, bisa juga gelar permainan yang menantang. Permainan yang bisa dilakukan di medsos atau online tentunya. Setelah itu, amati perkembangan grup apakah ada perubahan atau masih begitu saja. Kalau masih begitu terus, yhaa mungkin Tuhan berkehendak lain bahwa usia grup tidak akan bertahan lama. Nasib nasib.. Heuheuheu..

Daripada ngebacot mulu, dan orang-orang Indonesia nyatanya berada diurutan ke-61 dari 62 negara yang minat baca (literasi) dan anti sama tulisan yang panjang-panjang, oleh sebab itu sampai disini dulu ngopi kita bersama om #Ngopi-isme. Lain waktu om akan kembali lagi untuk mengganggu kalian dengan bacotan (berfaedah) lainnya agar kalian senantiasa eling, hahahaha.. (Uhuk, uhuk).

Bye.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun