Mohon tunggu...
Ahmad Turmuzi
Ahmad Turmuzi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Bekerja sebagai guru di satuan pendidikan dasar, sekarang sebagai Kepala Sekolah di SMP Negeri 4 Jerowaru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bermimpi Pelaksanaan Ujian Nasional yang Jujur, Bersih, dan Bermartabat

30 April 2012   04:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:56 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat SMP/MTs. telah selesai digelar sepekan yang lalu. Banyak orang atau pihak yang memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan kegiatan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahunan ini. Fokus perhatian mereka, setidaknya terarah pada keingintahuan mereka tentang tiga hal dari penyelenggaraan UN, yaitu pelaksanaan UN jujur, bersih dan bermartabat.

Dari penelusuran berbagai pihak yang berkepentingan terhadap penyelenggaraan UN tahun 2012, baik tingkat SMA/MA/SMK maupun SMP/MTs, dapat diketahui bahwa pelaksanaan UN yang jujur, bersih dan bermartabat belum sepenuhnya terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Keraguan itu, misalnya tercermin dari temuan Coruption Watch (ICW), yang mengungkapkan “ada tiga jenis kecurangan yang dilakukan oknum-oknum pendidikan untuk mengakali hasil Ujian Nasional. Pertama, yakni sebelum UN, dengan cara "mencuci raport" dan mengkatrol nilai ujian sekolah, selain itu saat UN, pagi-pagi kunci jawaban sudah diedarkan, peredaraannya mulai dari beli kunci, sampai mendapatkan kunci jawaban dari pengawas, panitia dan kepala sekolah. Terakhir, setelah UN berlangsung, modusnya mengganti kunci jawaban atau mengisikan jawaban yang dikosongkan siswa (Tribunnews.com, 26-04-2012).

Anehnya, Kemdikbud berkelit dan tidak mengakui kalau soal Ujian Nasional (UN) tahun 2012 mengalami kebocoran, sebagaimana hasil penelusuran ICW di atas. Bahkan Menteri Pendidikkan dan Kebudayaan (Mendikbud), dengan enteng mengatakan bahwa “masalah beredarnya kunci jawaban di luar, tidak menjadi fokus pemerintah. Bagi kami yang penting itu adalah soalnya, bocor atau tidak. Jika naskah bocor maka itu adalah persoalan besar. Tetapi kalau tidak bocor maka yang beredar itu berarti mengada-ada (Republika Online, 26-04-2012).

Tanggapan atau bantahan Kemendikbud di atas, terlalu terburu-buru, sebelum melakukan penelusuran secara mendetail dan mendalam. Apa yang diungkapkan oleh ICW sesungguhnya menggambarkan kebenaran yang terjadi di lapangan. "Mencuci raport" dan mengkatrol nilai ujian sekolah sebelum pelaksanaan UN berlangsung, sangat dimungkinkan terjadi. Berdasarkan pengalaman di lapangan, satuan-satuan pendidikan yang berada di pinggir perkotaan, pedesaan dan pelosok, atau yang bukan merupakan satuan pendidikan kategori SSN dan RSBI, menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KMM) mata pelajaran UN di bawah 7,75. Untuk membuktikan ini, Kemendikbud seharusnya melakukan uji petik terhadap nilai raport dan nilai sekolah secara langsung ke sekolah-sekolah.

Beredarnya kunci jawaban pada saat pelaksanaan UN, tidak seharusnya tidak dipercaya kebenarannya begitu saja. Sepengetahuan kami di lapangan, kunci jawaban yang beredar hampir 100 % sesuai dengan soal UN. Jadi, bukan sesuatu yang mengada-ada, tetapi merupakan fakta di lapangan. Bahkan berdasarkan hasil penelusuran kami, bukan semata-mata kunci jawaban yang beredar, tetapi naskah soal UN itu sendiri. Naskah soal yang beredar itu sama persis dengan naskah soal UN. Dari naskah soal inilah kunci jawaban yang beredar itu diperoleh. Tetapi kami belum dapat mengetahui darimana sumber atau siapa pihak yang mengedarkan naskah soal dan kunci jawaban tersebut. Kami baru sebatas mengetahui keberadaan naskah soal dan kunci jawaban soal tersebut di siswa, dan ada rekan-rekan guru di beberapa sekolah yang memiliki naskah soal itu juga. Mereka memperolehnya dengan cara membeli dari pihak yang tidak dapat kami ketahui. Jaringan pengedar naskah dan kunci jawaban tersebut begitu rapi, dan sulit terlacak.

Berdasarkan kenyataan itu, maka mengharapkan pelaksanaan UN yang jujur, bersih dan bermartabat merupakan hal yang sangat sulit. Bahkan untuk pelaksanaan UN tahun depan, walaupun Kemendikbud sejak dari sekarang telah merencanakan variasi bentuk soal, yang direncanakan terdiri dari 10-20 macam. Kecurangan atau kebocoran akan tetap terjadi, sepanjang jaringan atau mapia UN tidak diberantas dengan tuntas. Oleh karena itu, pelaksanaan UN UN yang jujur, bersih dan bermartabat hanya sebatas harapan dan mimpi belaka. Solusi terbaik yang harus ditempuh Kemendikbud untuk merubah harapan dan mimpi menjadi kenyataan, tidak lain dengan cara menghentikan sistem UN yang sekarang. Sudah tidak selayaknya dipertahankan. Sistem UN seyogyanya, yang dihajatkan untuk pemerataan mutu pendidikan atau peningkatan mutu penidikan, tidak menjadi penentu kelulusan dan diganti saja dengan sistem Ebtanas di era tahun 1990-an. Hal ini mengingat pula dari adanya kenyataan di lapangan, bahwa fasilitas pendidikan dan keberadaan guru antara satuan pendidikan yang ada di kota dengan yang ada di pedesaan, sangat jauh berbeda.

Jerowaru Lombok Timur, 30 April 2012.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun