Mohon tunggu...
Takbir Abadi
Takbir Abadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Senang berpetualang, menulis cakrawala, ingin membuat sebuah perubahan untuk semua dan mari bermanfaat.

cinta itu berjejak, harus punya bukti sejarah, energinya mengalir lewat keabadian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rekam Jejak Anak Muda di Pesta Politik 2019

19 November 2019   19:45 Diperbarui: 19 November 2019   19:54 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis Ahmad Takbir Abadi (Forum Pelajar Pengamat Politik Dasar Indonesia)

Politik merupakan ruang bagi siapa saja. Dari anak muda sampai orang dewasa memiliki kesempatan yang sama untuk melangkah dan menyatakan sikap. Politik juga tak bisa dilihat dari sisi usia, yang jelas pada intinya sudah memenuhi syarat dan ketentuan undang-undang.

Keterlibatan anak muda di dunia politik bukan terbilang baru. Entah itu sebagai anak muda yang bergerak sebagai anggota partai politik maupun mereka yang berada di luar dari partai politik.

Pergerakan politik tak boleh disempitkan bahwa seseorang bisa dikatakan melakukan gerakan politik harus menjadi anggota partai politik. Anak muda bisa menggunakan idealisme yang mereka miliki untuk melindungan masyarakat dalam berbagai hal. Misalnya, ketika keputusan pemerintah dan parlemen bersepakat untuk menaikkan bahan bakar minyak (BBM) yang dampaknya merugikan masyarakat. 

Sebagai pemuda harus menjadi pionir terdepan dalam menyatakan sikap untuk melakukan langkah-langkah politik. Langkah-langkah politik itu bisa digunakan seperti menjaling komunikasi dengan pemerintah dan parlemen dalam rapat dengan perdapat (RDP). 

Selain itu, anak muda yang notabene digerakkan oleh gerakan mahasiswa bisa melakukan demontrasi besar-besaran untuk menyatakan sikap untuk menolak keputusan pemerintah dan parlemen dalam menaikkan bahan bakar minyak.  

DNA pendobrak dari kaum muda ternyata juga sudah menjadi terobosan dalam struktur pemerintahan. Belum lama ini, bagaimana seorang pemuda berusia 27 tahun menjadi Menteri Urusan Luar Negeri Austria yang bernama Sebastian Kurz, dan saat ini telah memegang tampuk kepala pemerintahan termuda, saat ia baru menginjak usia 31 tahun.

Tidak kalah fenomenalnya, seorang perempuan bernama Shamma Al Mazrui dari negara federasi Uni Emirat Arab mengemban amanat pejabat Menteri Pemuda pada usia 22 tahun! Masih ada beberapa tokoh pemerintahan negara lain yang juga tak kalah terbukanya terhadap generasi muda yang dahulu pernah dipercaya memegang posisi strategis. Misalnya, Yuko Obuchi (34 tahun) dari Jepang dan Kristina Schroader (33 tahun) dari Jerman. Dan, belakangan Presiden Prancis, Macron (39 tahun).

Jika kita cermati kembali negara tetangga kita Malaysia, entah kebetulan atau tidak, usia masyarakat di negara tersebut saat ini juga lebih didominasi kaum muda. Tepatnya, generasi muda yang berusia 28 tahun. Tentu saja ini berbanding lurus dengan jumlah pemilih. Mungkin inilah salah satu alasannya, Malaysia sangat terbuka dengan pemimpin dari generasi muda.

Di Indonesia sendiri telah terjadi perubahan struktur kependudukan yang menciptakan ledakan usia produktif (15 tahun-64 tahun) yang separuhnya, pada puncak bonus demografi pada 2030 akan menciptakan sekitar 180 juta jiwa usia produktif. Karena, itu, dominasi Pemilu Presiden 2019 nantinya, peran usia produktif khususnya kaum muda yang berusia 17 tahun sampai 35 tahun berkisar 100 juta jiwa dari sekitar 196 juta lebih pemilih. Inilah kesempatan besar para pemimpin bangsa untuk memanfaatkan daya ungkit kaum muda dalam kancah pemerintahan untuk menopang pembangunan nasional.

Melihat permasalahan bangsa kita yang kian kompleks dan menantang, sudah saatnya pemerintah berkolaborasi dan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk duduk sebagai policy maker. 

Langkah strategis tersebut dengan membuka sebuah kesempatan jabatan menteri yang dipercayakan kepada generasi muda. Paling tidak pemerintah memberikan jabatan strategis di struktur pemerintahan agar lebih memahami psikologi kaum muda yang kini sangat berbeda akibat gelombang inovasi teknologi. 

Cara berpikir dan budayanya tentu memiliki tantangan tersendiri. Dibutuhkan figur dengan profil yang hidup di era yang sama, sehingga nantinya pemecahan dan pengelolaan permasalahan lebih selaras dan efektif.

Jika kita berangkat dari sebuah sejarah, kita mampu meliihat Bung Karno yang sudah memulai giat politiknya sejak 16 Tahun. Saat itu, Cokroaminoto yang menjabat sebagai ketua Serikat Islam. Sebagai organisasi yang berdiri di zaman kolonial, SI sering diundang menjadi narasumber di beberapa daerah di Indonesia khususnya Jawa. 

Secara bersamaan pendiri sekaligus ketua SI Cokroamanito sibuk diundang menjadi pembicara di berbagai daerah, sehingga salah seorang muridnya yang loyal yang bernama Koesno Sosrodihardjo. Kusno meneruskan geliat dan belajar banyak lewat Cokroaminoto.

Seperti seorang pemimpin biasa Kusno yang menjadi presiden Indonesia pertama itu, tampil gagah dengan lantang di atas panggung. Kusno atau Bung Karno biasanya membacakan sambutan Cokroaminoto dan setelah itu giliran dirinya yang menjelaskan, tampillah Bung Karno kecil layaknya singa mimbar.

Cerita di atas menggambarkan bahwa usia bukanlah alasan seseorang untuk menjadi bagian dari politik. Ruang politik hari ini terbuka luas bagi siapa saja yang ingin unjuk gigi. Terbukti dalam kontestasi pemilu 2019 kemarin banyak anak muda yang bergabung dalam organisasi politik atau partai politik. Bukan main-main di dalam partai juga anak muda diberikan ruang untuk duduk pada jabatan strategis sehingga dengan ini anak muda leluasa bergerak.

Jika telah demikiannya banyaknya estafet kepemimpinan bergulir kepada kaum muda, mengapa bangsa kita Indonesia sepertinya enggan memberikan kesempatan? Begitu tidak profesional dan tidak pantaskah kaum muda dalam memajukan bangsa? Ataukah, generasi senior kita terlalu takut kehilangan pengaruhnya?

Mari Melihat Realitas

Terbukti dalam riset yang dilakukan oleh Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis hasil kajian anatomi daftar caleg sementara (DCS) Pemilu Legislatif 2019. Hasilnya, terdapat 21 persen caleg DPR berusia milenial.

Mayoritas caleg berusia produktif, yaitu 36-59 tahun atau 68 persen, ditambah kelompok usia milenial berusia 21-35 tahun sebanyak 21 persen

Berdasarkan riset Formappi dari data DCS KPU, sebanyak 21 persen atau 930 caleg berusia 21-35 tahun, sebanyak 68 persen atau 3.013 caleg berusia 36-59 tahun. Sedangkan caleg berusia 60 tahun ke atas jumlahnya sedikit, yakni 11 persen atau 499 caleg.

Sementara itu, parpol yang paling banyak mengusung caleg milenial adalah PSI sebanyak 240 caleg, PPP sebanyak 142 caleg, dan Gerindra 98 caleg. Parpol yang paling banyak caleg berusia produktif adalah PKS 392 caleg, PAN 383 caleg, dan Golkar 367 caleg.

Sementara dari sisi lain, jumlah pemilih pemula atau anak muda yang baru pertama kali memilih pada tahun 2019 mencapai kisaran 5.035.887. Belum lagi mereka yang akan genap tujuh belas tahun sebelum pemilihan akan terus bertambah. Karena regulasi pemiliih pemula dipermudah oleh pihak KPU yang belum memiliki identitas atau kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP).

Selain pada pemilu, anak muda juga terlibat dalam kontestasi Pemilihan Pilpres. Dalam pemilihan Presiden dan wakil presiden sesuai ketetapan KPU memutuskan dua pasangan calon. Jokowi-Ma'ruf pasangan calon nomor urut satu, sedangkan Prabowo-Sandi pasangan calon nomor urut dua.

Masing-masing calon akhirnya membentuk tim khusus untuk memenangkan hati anak muda. Seperti contohnya dari pasangan Jokowi-Ma'ruf dengan membentuk tim Milenial KITA SATU dengan ketua umum Sumatno Budi Utomo, sedangkan pada pihak Prabowo-Sandi membentuk Gerakan Milenial Indonesia (GMI) dengan ketua umum Sasha Tutuko.

Kekuatan anak muda juga terlihat pada ruang juru bicara masing-masing calon. TKN Jokowi-Ma'ruh misalnya, menempatkan anak muda potensial seperi Arief Rosyid

Abdul Gofur, Rina Saadah, Kirana Larasati, Lathifa Marina Al-Anshori, Pradana Indraputra, Ivan Riansa, Rayka Prajnariswaari, Adnan Mubarak,dan Gharda Maharsi. Mereka semua lah yang menjaga lidahnya untuk menyampaikan pesan dari visi misi pasangan Jokowi-Ma'ruf untuk disampaikan kepada masyarakat khususnya kaum milenial.

Sedangkan, Juru Bicara Milenial ala Prabowo-Sandi tak ingin ketinggalan juga. Nama-nama seperti, Faldo Maldini, Gamal Albishaid, bahkan BPN Prabowo Sandi tak tanggung-tanggung menempatkan Dahnil Simanjutak mantan ketua umum PP Muhammadiyah sebagai coordinator Juru Bicara padahal masih ada politisi senior di dalam tim jubir prabowo sandi itu.

Melihat potensi anak muda, kemudian  masing-masing tim akhirnya me mbaca bahwa gelombang anak muda pada proses demokrasi ini tidak bisa dianggap main-main, bahkan sangat memberikan suara yang signifakan.

Hingga pada hasil pileg muncul nama-nama anak muda yang akhirnya terpilih sebagai anggota dewan perwakilan rakyat republic Indonesia (DPR RI) seperti Eva Stevani Retaba (37), Kresna Dewanata Phrosakh (34), Percha Leanpuri (32), Prananda Surya Palo (31), Rian Firmansyah (31), Yessy Melanie (30), Ratiih Megasari (30), Ina Elisabeth Kobak(29), Akranata Akram(24), Hillary Brigitta Lasut (23).

Sementara dari sisi pemerintah atau eksekutif. Kekuatan melinial juga turut memeriahkan kabinet Indonesia maju atau kabinet kerja jilid dua. Nama-nama muda muncul seperti Nadiem Makarim (35) yang ditunjuk sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan. Belum lagi dari pernyataan presiden Joko Widodo bahwa Kemendigbud juga membawahi perguruan tinggi.

Kesuksesan anak muda di kontestasi perhelatan politik merupakan jawaban atas semua keraguan yang muncul pada anak-anak muda. Mereka yang dulunya menjadi penonton dan hanya diluar garis tanggung jawab kemudian sudah mulai masuk dan mengambil kendali. Kendati demikian, terbuktilah anak muda  hari adalah tangan-tangan Indonesia yang berani mengambil sikap dan resiko demi sebuah perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun