Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni UIN SGD Bandung

Orang kampung di Kabupaten Bandung. Sehari-hari memenuhi kebutuhan harian keluarga. Beraktivitas sebagai guru honorer, editor and co-writer freelance, dan bergerak dalam literasi online melalui book reading and review.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mereguk Hikmah dari buku "The Prohetic Wisdom"

16 Januari 2019   19:59 Diperbarui: 16 Januari 2019   20:08 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Izinkan saya ingin berbagi dengan Anda. Saya tidak tahu harus mulai dari mana. Saya tidak bisa memastikan mampu mengungkapnya. Setiap kali membuka lembar demi lembar saya tersentuh, tersentak, dan tersadar. Setiap kali membaca torehan kalimat terasa menyedot pikiran dan mata untuk terus membacanya. Jemari tangan pun tak mau lepas sebelum tuntas. Ya, buku "The Prophetic Wisdom" yang membuatku demikian. Buku ini ditulis oleh guruku: Ustadz Miftah Fauzi Rakhmat. Bukunya diterbitkan Mizan tahun 2011.

Dari nama belakangnya dapat ditebak kalau Beliau adalah putra ulama dan cendekiawan termashur: Jalaluddin Rakhmat. Beruntung saya mendapatkan "The Prophetic Wisdom" ini secara gratis dan langsung diberi tanda tangannya.

Saya pernah ingat yang dikatakan Ustadz Jalal bahwa tanda tangan merupakan bagian dari serpihan kehidupan yang menjadi ruh dari setiap karya yang dihasilkan dari tangan tersebut. Dari tanganlah percikan demi percikan ilmu mengalir kepada pembaca buku. Dari tangan pula untaian kata yang sulit diungkap secara lisan meluncur. Hanya melalui tulisan seorang penyair dapat melahirkan sajak-sajak indah. Hanya melalui goresan kuas pelukis dapat melahirkan karya indah. Dengan tangan pula kalam-kudus Allah diabadikan dan dibaca umat manusia.

Satu lagi, memang terasa ada bedanya membaca buku yang diberi sentuhan tangan penulisnya (tanda tangan) dengan yang tidak. Ketika membaca lembar demi lembar buku The Prophetic Wisdom, ada saja hal-hal yang tidak saya ketahui dan ada tafsiran yang lebih mendalam dari yang pernah saya baca. Terasa mengalir uraian setiap fragmen kisah yang dikupas olehnya.

Bagi saya, yang masih awam dalam pengetahuan agama dan kehidupan, buku The Prophetic Wisdom ini sangat luar biasa. Buku ini mengingatkan saya untuk terus mengambil manfaat dari setiap kehidupan yang dilalui manusia di dunia.

Ustadz Miftah melalui buku "The Prophetic Wisdom" seakan-akan berpesan bahwa para Nabi Allah yang diceritakan dalam al-Quran, hadis, atau ceramah-ceramah agama yang disampaikan guru agama sebenarnya hanya perulangan yang terus dituturkan dari zaman ke zaman. Kita harus jujur bahwa sejak kecil amat senang membaca kisah para Nabi. Ketika sekolah dasar pun tetap asyik diceritakan kisah para Nabi. Masuk SMP dan SMA pun masih senang kalau mendengarkan orang bercerita tentang para Nabi Allah. Bahkan, ketika kuliah pun saya masih berminat untuk membacanya.

Bedanya, ketika kuliah saya membacanya dengan sedikit menimbang-nimbang: benarkah demikian kejadiannya? Jangan-jangan tidak seajaib begitu. Dengan kata lain, mulai sedikit kritis. Apalagi saat belajar metodologi sejarah, bacaan sejarah atau kisah menjadi semakin terasa menarik saat pertanyaan demi pertanyaan mengalir meminta jawab.

Kalau sudah bicara sejarah dalam konteks ilmiah tidak lagi membuat saya takjub. Setiap penulis memiliki perspektif sendiri. Tidak ada yang sama, kadang berbeda. Kalau sudah demikian, saya hanya bisa tersenyum dan berkomentar: rekonstruksi sejarah tidak pernah menghadirkan keaslian, tetapi sekadar tampilan dari realitas masa lampau. Meskipun dengan metodologi yang ketat pun, ya sekadar rekonstruksi versinya sendiri. Memang hanya argumen yang kuat dengan fakta dan sumber yang valid yang dalam sidang sejarah dapat diterima.

Kalau sekadar pembelaan atas keyakinan pribadi biasanya tak akan pernah dianggap dalam sidang sejarah. Memang akan sulit kalau kita menelusuri kebenarannya. Apalagi kalau menyangkut data sejarah masa lampau pra masehi. Untuk peristiwa masehi awal saja masih simpang siur, apalagi sebelumnya pasti lebih banyak nuansa dongengnya ketimbang kebenarannya.

Bagi sebagian sejarawan Muslim, Al-Quran memang dianggap sebagai salah satu sumber dari sejarah masa lalu, khususnya berkaitan dengan para Nabi Allah. Kabar yang terdapat dalam Quran memang amat sulit untuk diteliti yang berkaitan dengan para Nabi terdahulu karena jejak arkeologis yang sulit ditemukan. Kasus kapal Nabi Nuh as, baru-baru ini memang sempat dibincangkan para arkeolog dan disinyalir yang berada di daratan Rusia, Keiv, ditemukan bongkahan kayu kuno.

 Para arkeolog yang mensinyalirnya jejak kayu perahu tersebut terdapat tulisan yang menyebutkan Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain. Benarkah itu jejak Nabi Nuh as? Darimana mereka dapat menyimpulkannya? Mungkin yang paling diingat adalah bangunan Spinx di Mesir dan sejumlah piramidanya yang disebut warisan Firaun. Kemudian sejumlah jejak peradaban Persia dan India. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun