Polarisasi pilihan politik ini telah membelah masyarakat menjadi dua kelompok yang disebutlah Kelompok Cebong dan Kelompok Kampret. Entah siapa 'pelaku sekaligus penemu' istilah yang sesungguhnya sangat mengganggu akal waras kita dalam berdemokrasi. Apalagi kalau sudah pada tataran rivalitas di media sosial, kedua kelompok ini militansinya tidak diragukan. Keduanya all out bahkan kadang ngawur dalam mempertahankan 'disertasinya' yang seakan kebenaran miliknya saja.
Waktu terus berlalu, suasana kian panas. Bahkan konon di Madura sudah ada kasus penembakan akibat postingan yang membuat salah satu pihak tidak nyaman. Inilah demokrasi kita hari ini yang jauh dari kata Demos dan Kratos.
Ekspektasi dan cita-cita luhur para pendiri bangsa telah menempatkan demokrasi sbg sistem kita bernegara. Perdebatan panjang telah selesai dalam sidang-sidang BPUPKI. Tetapi tentunya bukan demokrasi ala tawuran begini yang diharapkan.
Jika hal ini dibiarkan terus, maka dikotomi cebong kampret pada akhirnya akan menjadi potensi dis integrasi bangsa. Persatuan nasional akan tercabik hanya gara-gara agemda rutin per 5 tahun berlabel Pemilu.
Bisa dibayangkan, hanya gara-gara berfoto saja bisa menjadi alasan untuk membully bahkan memaki dan mengeluarkan dari grup WA tanpa meminta klarifikasi. Â Padahal seharusnya ada ruang untuk klarifikasi atau tabayyun .
Intinya, kita semua harus bijak dalam menyikapi konstelasi politik nasional yang memang wajar jika terus memanas. Tapi satu hal yang pasti, bahwa menjaga persatuan seluruh elemen bangsa adalah kewajiban kita bersama. Baik Cebong maupun Kampret, memiliki keperluan yang sama. Yaitu habitat yang kondusif untuk tetap eksis memperbanyak populasi.
Dan  atas dasar keperluan dan hajat yang sama ini maka ayo kita jaga Republik ini. Bukanlah hal yang dilarang apabila Cebong dan Kampret memiliki koneksivitas yang positif.
Siapapun yang terpilih, dia adalah presiden kita bersama. Kontestasi demokrasi harus menghasikan satu pemenang. Tapi justru indahnya: Sang Pemenang adalah milik bersama. Itulah dewasa dalam berdemokrasi. Sehebat apapun persaingan itu, persatuan nasional harus kita jaga karena kita adalah bersaudara.