Fenomena dakwa secara online memang marak sekali ketika dunia dilanda pandemi covid-19. Banyak bermunculan dakwah-dakwah yang dilakukan secra online, dengan memanfaatkan media sosial seperti youtube. Cara ini tentu mendapat respon yang cukup positif dari masyarakat. Karena masyarakat bisa mendengarkan ceramah dari para tokoh agama dari mana saja dan kapan saja. Tak heran jika para tokoh agama pun berbondong-bondong membuat channel tersendiri.
Fenomena dakwah digital ini juga banyak memunculkan penceramah baru. Bahkan tidak sedikit orang yang baru paham mengenai agama, langsung menjadi pedakwah. Ketika popularitasnya naik, pedakwah ini tumbuh menjadi artis yang dikenal banyak orang. Yang menjadi persoalan adalah jika materi dakwahnya bias, berpotensi memunculkan penafsiran yang salah, mengandung konten provokasi yang bisa memecah belah kerukunan antar umat beragama.
Oknum penceramah yang menyebarkan konten bernada provokasi ini memang sedikit. Dari sisi jumlah tidak terlalu banyak. Namun kekuatan media sosial terkadang bisa menjadi viral dan menjadi tontonan banyak orang. Contoh, sempat viral ketika pernyataan salah satu tokoh agama yang menyatakan wayang merupakan syirik, dan lebih baik dihilangkan saja.
Sementara, Islam sendiri mempunyai kedekatan sejarah dengan produk budaya bernama wayang tersebut. Ketika Wali Songo masuk ke Jawa untuk menyebarkan Islam, instrumen wayang dan gamelan digunakan untuk menyebarkan Islam. Lalu, ketika ada pernyataan dari tokoh agama bahwa wayang harus dihilangkan, tentu hal ini menyakiti banyak pihak.
Mari kita saling mengingatkan dan menjaga. Apalagi di tahun politik seperti sekarang ini, provokasi bernuansa agama diperkirakan bisa terjadi lagi sepert pada tahun-tahun sebelumnya. Mungkin kita masih ingat ketika pilkada DKI waktu itu, masyarakat terbelah hanya karena provokasi SARA masuk ketika pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Bahkan ada masjid yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan provokasi. Jika ada masyarakat yang memilih calon pemimpin non muslim, tidak akan disholatkan ketika meninggal.
Provokasi yang dibungkus dengan sentimen keagamaan ini tentu sangat mengkhawatirkan. Terlebih agama menjadi hal yang sangat sensitive bagi masyarakat. Karena itulah dakwah yang moderat, dakwah yang mengepankan nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman perlu untuk terus ditingkatkan. Dakwah yang bisa saling menghargai dan menghormati sangat diperlukan, bukan dakwah yang cenderung mencari kesalahan, menjelekkan dan mencerai-beraikan. Hal tersebut sangat mengerikan jika begitu masif terjadi di tahun politik ini.
Mari perbanyak dakwah yang mencerahkan, dakwah yang bisa memperkuat literasi kita semua. Karena esensi dakwah merupakan ibadah. Mari kita perbanyak ibadah melalui dakwah ini dengan menyebarkan virus positif. Virus yang tidak menjauhkan kita dari karakter kita sebagai masyarakat Indonesia, yang saling menghargai dan menghormati di tengah keberagaman. Perbedaan yang melekat dalam diri kita masing-masing tak perlu lagi dipersoalkan. Karena perbedaan itu merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, agar anak cucu kita juga bisa saling menghargai dan menghormati di tengah keberagaman. Salam.