Perkembangan teknologi memang bergerak begitu cepat. Â Informasi bisa menyebar dalam hitungan detik. Informasi juga bisa diakses dalam waktu yang super singkat.Â
Namun dibalik kecepatan informasi tersebut, juga membuka begitu cepatnya penyebaran informasi yang menyesatkan, informasi yang mengandung kebohongan dan kebencian.Â
Praktek kekerasan secara virtual yang berbentuk dalam ujaran kebencian, persekusi dan hoaks ini sangat mengkhawatirkan kita semua. Media sosial yang semestinya berisi ujaran yang menyejukkan, pesan yang informative dan menyatukan, justru berisi pesan yang provokatif bernuansa SARA, yang berpotensi bisa memecah belah persatuan dan kesatuan.
Sepanjang tahun politik 2 tahun terakhir ini, semestinya kita bisa belajar dan berintrospeksi. Maraknya kebencian di dunia maya, telah melahirkan menyebarnya virus kekerasan.Â
Maraknya provokasi telah melahirkan virus persekusi, baik itu di dunia maya ataupun dunia nyata. Kebenaran diminimalisir dan dibelokkan menjadi sesuatu yang salah. Sementara kesalahan dibelokkan seolah-olah menjadi hal yang benar.
Virus kekerasan virtual ini, seringkali dimunculkan oleh kelompok radikal dan intoleran. Mereka secara sengaja menebar benih kebencian dan kekerasan di dunia maya, agar kedamaian di lingkungan masyarakat terganggu. Di penghujung Ramadan kemarin misalnya.Â
Disaat semuanya aktif beribadah mengejar berkah dari Allah SWT, RA justru memilih meledakkan dirinya di salah satu pos polisi di Surakarta. Setelah diselidiki, ternyata RA telah terpapar bibit radikalisme di dunia maya. Karena informasi yang bersifat provokatif yang dia serap, maka dia pun tergerak meledakkan dirinya karena dianggap sebagai ibadah.
Yang terjadi pada RA tentu bukan menjadi contoh yang harus ditiru. Mari kita terus melakukan pencegahan, agar bibit kekerasan virtual ini tidak masuk ke dalam diri kita, tidak menyebar ke dalam keluarga dan lingkungan sekitar kita. Mulai kenalkanlah budaya literasi pada anak-anak kita.Â
Kenalkan budaya saling menghargai dan menghormati, yang merupakan karakter masyarakat Indnesia. Tanamkan rasa untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan, dan jangan merasa dirinya paling benar.Â
Dengan mengenalkan hal tersebut sejak dini, diharapkan anak ita tumbuh menjadi anak yang toleran, yang mempunyai tameng dalam menangkal segala bentuk pesan radikalisme dunia maya, yang cenderung mengandung bibit kekerasan.