Apakah kalian masuk kategori orang yang mudah dipengaruhi oleh informasi yang berkembang? Atau masuk kategori yang mudah terprovokasi karena sentimen agama? Apakah Anda termasuk kategori orang yang suka sharing informasi tanpa harus melakukan saring informasi terlebih dulu? Jika Anda pernah merasakan hal diatas, berarti Anda masuk kategori netizen yang 'sumbu pendek.'
 Istilah ini seringkali ditujukan kepada seseorang yang suka melakukan tindakan tanpa mempertimbangkan baik buruknya. Orang semacam ini biasanya suka marah berlebihan, hanya karena persoalan yang tidak substansial. Dan karena provokasi di media sosial, tidak sedikit masyarakat yang awalnya ramah bisa merubah menjadi pemarah. Akibatnya, mereka seringkali melakukan tindakan yang intoleran.
Fenomena masyarakat 'sumbu pendek' ini dipengaruhi juga oleh minimnya minat baca masyarakat. Akibatnya, banyak masyarakat yang mudah percaya terhadap setiap informasi yang diterima. Bahkan saat ini sebagian masyarakat juga cenderung langsung menyebarkan setiap informasi yang mereka terima.Â
Sementara, tidak sedikit informasi bohong alias hoax yang sengaja disebar oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Apalagi di tahun politik seperti sekarang ini, hoax dan ujaran kebencian telah memenuhi konte-konten di media sosial. Dan secara tidak sadar, banyak generasi muda sudah terpapar informasi yang menyesatkan tersebut.
Untuk bisa meredam semua itu, harus ada komitmen yang serius dari berbagai pihak. Dari level presiden hingga masyarakat bawah. Tak terkecuali para elit politik, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh-tokoh yang lain, harus bisa memberikan pendidikan yang baik kepada publik. Jangan sampai para tokoh juga terjebak dalam permainan hoax dan kebencian ini. Karena tidak sedikit para elit politik yang begitu mudah percaya terhadap informasi yang berkembang. Bahkan, ada juga oknum elit politik yang secara sengaja memproduksi hoax dan ujaran kebencian, untuk menjatuhkan elektabilitas lawan.
Menjadi tugas kita bersama untuk meningkatkan literasi digital. Karena berdasarkan survei World Economic Forum, Indonesia berada di posisi ke-77 dari 144 negara dalam bidang kesiapan teknologi. Pada titik inilah diperlukan kerjasama semua pihak, untuk meningkatkan rendahnya literasi digital ini.Â
Jangan sampai kita justru menjadi bagian dari masyarakat yang rendah literasi, baik secara digital dan media, namun merasa paling benar dan tidak berpikiran terbuka. Akibatnya, orang semacam ini akan mudah dipengaruhi oleh informasi apapun, termasuk propaganda radikalisme yang sengaja disebarkan oleh kelompok-kelompok radikal di dunia maya.
Hoax dan hate speech saat ini telah menjadi musuh bersama semua negara. Berbagai pihak telah menyatakan perang dengan praktek ini. Namun perang kolektif semua negara ini belum cukup, jika diri kita sendiri masih menjadi bagian dari penyebaran kebencian dan kebohongan tersebut. Saatnya bertindak. Saatnya menunjukkan komitmen kita untuk melindungi dan membangun negeri ini agar bisa bermanfaat untuk semua pihak.Â
Mari kita sadarkan teman, saudara, dan masyarakat disekitar kita yang masih menjadi 'sumbu pendek'. Ingatkanlah bahwa Indonesia adalah negara damai, yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, saling menghargai, dan tolong menolong antar sesama. Semestinya, perbedaan bukan menjadi persoalan utama. Karena perbedaan bisa memperkaya negeri ini, jika bisa hidup saling berdampingan.