Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rumah Ibadat dan Kedamaian

18 Juli 2018   12:43 Diperbarui: 18 Juli 2018   12:38 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kira-kira setahun lalu Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mengingatkan kepada para penceramah di rumah-rumah ibadah agar tidak menyampaikan materi yang bersifat provokatif. Menag meminta agar ceramah agama berisi tentang ajaran pokok agama. "Ceramah agama harus merupakan pokok ajaran agama itu sendiri dan bukan hal lain," katanya.

Imbauan itu dilakukan sesaat sebelum bulan puasa dan ditujukan untuk masjid-masjid di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tak berlebihan jika Menag menghimbau seperti itu karena dia menerima sejumlah  laporan bahwa materi ceramah yang disampaikan pemuka agama local di masjid-masjid Jakarta kurang pas jika dibanding konteks kerukunan beragama di masyarakat.

Kita tahu bersama bahwa Jakarta adalah ibukota dan kotaterbesar di Indonesia merupakan melting pot (kuali peleburan) ; tempat dimana banyak budaya, agama, dan bahasa dari berbagai daerah dan penjuru dunia berkumpul. Sebagai melting pot tidak seharusnya satu pihak berwawasan sempit tetapi harusnya lebih arif dan terbuka terhadap keberadaan budaya dan agama lain.

Saat itu Jakarta memang telah menyelesaikan Pilkada selama dua putaran, dengan menggunakan isu SARA sebagai peluru utama. Yang membuat banyak pihak prihatin adalah bahwa isu SARA itu masuk dalam materi ceramah-ceramah di rumah-rumah ibadah selama berbulandan mempengaruhi preferensi politik masyarakat untuk memilih calon gubernur.

Sehingga pada saat itu bisa dikatakan bahwa rumah ibadah di Jakarta'dikotori' oleh politik. Kedua, dikotori pula dengan ujaran-ujaran keencian yang ditulukan kepada agama lain, sehingga Menag memutuskan untuk melarang segala ceramah yang tidak terkait dengan ajaran agama di masjid.

Sampai sekarang mungkin imbauan Menag itu masih relevan untuk diterapkan meski Pilkada Jakarta (dan Pilkada daerah lain) sudah usai. Tahun depan kita menghadapi Pilpres yang jauh lebih besar karena melibatkan seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai daerah-daerah yang selama ini murni dan belum terpengaruh pada hal-hal buruk juga ikut terpengaruh.

Hal ini mungkin juga relevan pada faham radikal yang juga ditengarai berkembang di beberapa rumah ibadah di Jabodetabek dan beberapa wilayah di Indonesia. Faham radikal yang membawa impact tak bagus itu jelas-jelas negative karena membawa semangat kekerasan. Kita lihat bom yang terjadi di Surabaya dan sekitarnya beberapa waktu lalu adalah efek dari faham radikal yang salah dikembangkan di ajaran agama. Satu penafsiran yang salah arti dan berakibat negative bagi pihak lain.

Ke depan, marilah bersama-sama kita wujudkan pokok-pokok ajaran agama yang membawa kedamaian; Islam yang rahmatan lil alamin yang membawa berkah bagi semua orang. Dan bukan membawa ajaran radikal dan politis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun