Mohon tunggu...
AHMAD HUSAINI SIRADJUDDIN
AHMAD HUSAINI SIRADJUDDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG (UMM)

SEMOGA ALLAH SWT. MENGAMINI TULISAN-TULISAN INI. jejak langkah seorang pemuda mencari arah hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pelanggaran Hukum Media Massa Indonesia dalam Memberitakan Korban Pelecehan Seksual

16 Juni 2021   13:00 Diperbarui: 16 Juni 2021   13:18 1654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sejak kebebasan pers digaungkan pada era reformasi 1998, sektor media mengalami keseluruhan transformasi yang mencerminkan adanya peralihan dari state regulation ke market regulation. Media tidak lagi mendapatkan intervensi oleh negara tetapi pada suatu bentuk mekanisme pasar dan ditentukan oleh kekuatan pasar. Perkembangan media massa menempatkan media bukan lagi dipahami dalam konteks sebagai institusi sosial dan politik semata, melainkan juga konteks institusi ekonomi. Faktor ekonomi inilah yang akhirnya mempengaruhi keseluruhan perilaku media massa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Denis McQuail "Media massa mampu menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara dunia produksi dan konsumsi sehingga faktor persaingan dan tuntunan ekonomi menjadi pertimbangan dalam pembentukan dan pengolahan media massa.

Dalam konteks ini sebenarnya khalayak memberikan partisipasi aktif. Sebagaimana yang tertuang dalam teori Uses and Gratification yang dicetuskan Herbert Gulmer dan Elihu Katz. Dalam teori itu, khalayak menggunakan media massa sebagai pemuas kebutuhannya. Untuk itu pengguna media atau khalayaklah yang sebenarnya memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media massa tersebut (McQuail, 1987: 236). Dengan demikian kita dapat melihat sebenarnya kendali pemilihan program yang akan ditonton pada akhirnya bermuara pada keputusan khalayak. Bila mayoritas khalayak sepakat program yang menurut mereka ideal untuk ditonton, otomatis pelaku industri media akan mengikuti taste mereka, karena khalayak adalah pasar sebenarnya.  

Namun, dalam pemberitaannya, media massa harus berjalan dengan pedoman etika professional. Wartawan seharusnya mampu bertindak memenuhi kewajiban dan bertindak berdasarkan kode etik yang mengacu pada norma sosial yang berlaku di masyakarat. (Masduki, 2004: 36) penerapan etika professional media massa, yang dalam kasus ini yaitu kode etik jurnalistik menjadi elemen penting untuk dikaji karena pemberitaan yang disajikan oleh media massa akan berdampak kepada masyarakat. Penting bahwa setiap media massa wajib mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan seperangkat UU lainnya yang kaitannya dengan pers. Karena tidak sedikit, media massa yang melanggar UU pers, KEJ, dsb, terlebih kaitannya dengan pemberitaan kejahatan seksual. Media yang seharusnya memberitakan secara berimbang, independen, dan memiliki kewajiban untuk melindungi identitas korban malah bertindak terbalik. Banyak media massa yang secara tidak langsung "memperkosa" kembali si korban dengan berbagai pemberitaan yang ditampilkan oleh media. Mengutip dari kajian analisa Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan, masih banyak media yang menuliskan berita bagi pemenuhan hak korban kekerasan seksual.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Perempuan, dari 9 media yang di analisis , maka terdapat 8 media yang menuliskan identitas korban. Dengan menuliskan identitas korban "tidak menggunakan inisial", selain melanggar kode etik jurnalis, maka hal ini pun termasuk tidak mengupayakan pemenuhan hak korban. Mengenai pemberitaan untuk pemenuhan hak korban 9 media ini, maka pelanggaran yang paling banyak adalah: menggunakan diksi yang bias (24,21%), mengungkap identitas korban (23,15%), stigmatisasi korban sebagai pemicu kekerasan (15,89%), dan seterusnya. (Sumber: Analisa Media Komnas Perempuan, Januari-Juni 2021).

Seperti halnya kasus program siaran "Bulletin iNews Pagi". Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sendiri menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk program siaran jurnalistik "Buletin iNews Pagi" yang ditayangkan GTV. Program jurnalistik ini dinilai mengabaikan ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI perihal kewajiban menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarga dalam pemberitaan. Dalam surat teguran yang dilayangkan KPI Pusat pada 20 April 2020 lalu disebutkan bahwa program siaran "Buletin iNews Pagi" yang ditayangkan GTV tanggal 5 April 2020 pukul 04.19 WIB terdapat pemberitaan tentang pembunuhan dan pemerkosaan yang terjadi di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, yang menampilkan wajah dan identitas ayah korban.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan tampilan wajah dan identitas, baik korban maupun keluarga korban kejahatan seksual dalam pemberitaan, harus mengikuti aturan yang sudah disebutkan dalam Pasal 43 huruf f Standar Program Siaran (SPS) KPI. Karena itu, setiap ada pemberitaan terkait kejahatan seksual yang tidak menyamarkan identitas korban dan keluarga korban, KPI akan menilainya sebagai pelanggaran. Ungkapnya.

Menampilkan anggota keluarga korban tanpa mem-blur wajahnya adalah salah satu kegiatan yang melanggar Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 pasal 43 huruf f yaitu menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. Tentu peristiwa tersebut termasuk pelanggaran karena identitas korban kejahatan seksual dapat terbongkar, sebab tidak mematuhi SPS KPI Tahun 2012 Pasal 43 f, berita tersebut juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 22 Ayat (3) yaitu Lembaga Penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Pedoman perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

Program siaran tersebut menayangkan secara eksplisit wajah dan identitas orang tua korban pemerkosaan, KPI pun secara tersurat menegur lembaga penyiaran tersebut. KPI pusat menilai muatan demikian tidak dapat ditampilkan karena dapat mengungkap identitas korban. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban program siaran jurnalistik untuk menyamarkan wajah dan identitas keluarga korban kejahatan seksual.

Pemilik industry media harus sadar bahwa dalam memberitakan atau menayangkan sebuah peristiwa kejadian haruslah taat hukum dan etika komunikasi media massa, bukan hanya menganggap sebuah peristiwa sebagai komoditas untuk mencari keuntungan semata tanpa memikirkan nasib korban serta mengesampingkan hati nurani. Kesadaran dari pemilik media bisa berupa memperbanyak literasi dan pelatihan terkait Kode Etik Jurnalistik, bagi para pelaku media seperti jurnalis, editor, sekalipun pimpinan redaki dan penanggungjawab selaku gatekeeper. Hal ini penting karena sebagai pelaku media harus pandai dalam mengambil sebuah berita/peristiwa serta memilih mana yang layak untuk ditanyangkan sesuai dengan pedoman penyiaran atau tidak.

Untuk lembaga penyiaran yang menayangkan hal seperti diatas, perlu adanya pengawasan yang ketat dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar bisa memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tidak hanya oleh KPI, pemerintah pun harus memiliki regulasi yang ketat untuk media massa. Sehingga ke depan, jika lembaga penyiaran yang melanggar namun tetap pasif dengan teguran KPI, maka KPI dibantu oleh pemerintah dapat memberikan sanksi pada lembaga penyiaran secara maksimal.

Selain itu, media literasi sebagai kemampuan khalayak untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium (Livingstone, 2009). Dengan kemampuan itu khalayak seharusnya menjadi sadar bagaimana media di konstruksi dan diakses. Kemampuan yang kemudian dibahasakan sebagai media literasi ini seharusnya membuat khalayak Indonesia tak lagi dipandang secara pasif. Mereka diharapkan mampu memahami media massa secara utuh baik dalam konteks peranannya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia pada dimensi kultural namun disisi lain karakteristiknya sebagai industri. khalayak juga diharapkan dapat menciptakan filter bagi dirinya sendiri untuk memaksimalkan porsi manfaat dan meminimalisasi dampak negatif. Idealnya selain memberikan informasi, wawasan, pengetahuan dan perkembangan budaya, televisi berperan memperlancar hubungan dan komunikasi antar manusia dalam masyarakat, memiliki kecepatan dan keakuratan dalam menyajikan berita, melebihi media massa lainnya seperti surat kabar dan radio.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun