Kita hidup di zaman ketika layar ponsel lebih sering terbuka daripada lembaran buku. Pergeseran ini bukan sekadar perubahan kebiasaan, tetapi perubahan budaya yang perlahan menggerus daya refleksi dan kedalaman berpikir masyarakat. Ironisnya, di tengah derasnya arus informasi, kemampuan literasi justru menurun. Banyak orang tahu segalanya, tetapi memahami hampir tidak ada apa-apa.
Media sosial telah menjadikan kecepatan sebagai nilai utama, menggantikan kedalaman. Orang lebih tertarik pada headline provokatif ketimbang isi tulisan yang utuh. Budaya membaca yang dulu diasah lewat buku, koran, dan majalah kini tergantikan oleh scrolling tanpa henti. Akibatnya, muncul generasi yang gemar berkomentar sebelum membaca tuntas, bahkan sering kali menilai tanpa memahami konteks.
Masalah ini bukan sekadar tanggung jawab individu, tetapi juga ekosistem. Sekolah terlalu sibuk mengejar target akademik, sementara keluarga mulai kehilangan kebiasaan mendongeng atau membaca bersama. Padahal, budaya membaca tidak tumbuh karena paksaan, melainkan karena keteladanan. Anak-anak akan mencintai buku jika melihat orang tuanya lebih sering membuka buku daripada ponsel.
Namun, masih ada harapan. Di berbagai daerah, komunitas literasi tumbuh dengan semangat yang luar biasa. Mereka membuka taman baca, mengadakan diskusi, dan berbagi buku bekas untuk menyalakan kembali minat baca. Inilah bentuk perlawanan kecil terhadap budaya instan yang melanda generasi digital. Membaca bukan sekadar kegiatan intelektual, tetapi tindakan melawan kebisingan dunia.
Kita perlu mengembalikan makna membaca sebagai proses menyelami kehidupan. Bukan untuk terlihat pintar, tetapi untuk menjadi manusia yang utuh dan peka. Dalam dunia yang serba cepat, membaca adalah bentuk perlawanan paling tenang namun paling dalam. Mungkin kita tak bisa menghentikan arus media sosial, tapi kita bisa memilih untuk berhenti sejenak, membuka buku, dan kembali menemukan diri di antara kata-kata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI