Di tengah derasnya arus informasi digital, menulis tak lagi sekadar keterampilan tambahan, melainkan kebutuhan utama. Masyarakat hari ini bukan hanya menjadi konsumen informasi, tapi juga produsen konten. Mereka yang mampu menyampaikan ide dengan jelas melalui tulisan, akan lebih mudah membangun eksistensi dan kepercayaan publik.
Media sosial, blog, dan platform berbagi kini menjadi panggung baru yang terbuka lebar. Namun panggung itu hanya bermakna jika kita punya pesan yang kuat untuk dibagikan. Di sinilah menulis memainkan peran penting. Ia bukan cuma alat ekspresi, tapi juga jembatan komunikasi, bahkan senjata perubahan. Tulisan yang jujur, tajam, dan relevan bisa menembus batas algoritma.
Sayangnya, masih banyak yang menganggap menulis hanya milik mereka yang bergelar penulis atau wartawan. Padahal, setiap orang punya kisah, keresahan, dan pengalaman yang layak dibagikan. Dunia saat ini butuh suara-suara otentik, bukan narasi yang digerakkan oleh popularitas semata. Dari ruang kelas, kampung kecil, hingga meja kerja, ada cerita yang bisa menginspirasi jika dituliskan dengan hati.
Menulis juga menjadi ruang aman di tengah bisingnya kehidupan digital. Ia memberi jeda, ruang refleksi, dan cara untuk merapikan pikiran. Di saat banyak orang terburu-buru ingin didengar, menulis justru melatih kita untuk lebih mendengar, diri sendiri, orang lain, dan zaman yang terus berubah.
Kini, menulis bukan tentang berapa banyak yang membaca, tapi seberapa dalam kita mampu merekam dan merawat makna. Maka, mari menulis bukan karena ingin terkenal, tapi karena tak ingin kehilangan nalar. Dunia butuh lebih banyak tulisan yang menyala bukan karena sensasi, tapi karena kejujuran dan keberanian mengungkap isi kepala.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI