Produktivitas sering kali disalahartikan sebagai kesibukan tiada henti. Padahal, produktif bukan berarti harus selalu terburu-buru, mengabaikan jeda, atau menumpuk daftar tugas hingga lupa bernapas. Kita hidup di zaman yang mengagungkan kesibukan, seolah orang yang punya waktu luang dianggap tak berdaya guna.
Faktanya, banyak orang justru merasa kosong di tengah aktivitas yang padat. Mereka sibuk mengejar tenggat, hadir di banyak pertemuan, atau berpindah dari satu proyek ke proyek lain, tetapi kehilangan makna dalam tiap langkahnya. Itulah jebakan zaman yang tak disadari, yaitu terlalu sibuk hingga lupa bertumbuh.
Sudut pandang inilah yang penting untuk dibicarakan. Bahwa menjadi produktif bisa juga berarti tahu kapan berhenti. Tahu kapan mengatur ulang napas, menyusun ulang prioritas, dan memberi ruang bagi diri untuk diam, merenung, atau sekadar menikmati sore tanpa merasa bersalah.
Banyak hal besar justru lahir dari momen jeda. Ide cemerlang tak muncul dari pikiran yang penat, tetapi dari kepala yang tenang. Maka, mari ubah definisi produktif: bukan siapa yang paling sibuk, melainkan siapa yang paling selaras antara tujuan dan tindakannya.
Di era media sosial, kita mudah terjebak membandingkan kecepatan hidup orang lain. Padahal, setiap orang punya ritme yang berbeda. Jangan ukur sukses dari seberapa padat harimu, tapi dari seberapa utuh dirimu saat menjalaninya. Karena yang tumbuh bukan yang tercepat, tapi yang paling tahu kapan harus bergerak dan kapan harus diam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
