Mohon tunggu...
Ahmad Arya
Ahmad Arya Mohon Tunggu... Mahasiswa dan juga bekerja driver ojek online

Ane bukan siapa siapa. Cuman anak muda biasa yang hidup di antara deadline, kemacetan, dan cita cita yang gak selalu mulus. Tapi dari situ, ane belajar satu hal hidup gak selalu harus tentang sempurna tapi gimana menjadi insan yang berarti dan bermakna. Lewat tulisan, ane mencoba mengabadikan suara suara kecil yang sering tenggelam tentang ketimpangan, kesepian, dan harapan. Di sini kalian gak akan nemu jawaban. Tapi In Syaa Allah akan diajak mikir bareng. Karena bagi ane, menulis bukan cuma untuk didengar tapi untuk tetap waras, tetap hidup, dan tetap merdeka dalam berpikir. Salam literasi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Joget di Ujung Peradaban

18 Juni 2025   03:48 Diperbarui: 18 Juni 2025   03:48 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi joget demi sebuah algoritma https://www.tiktok.com/@ndiniseptiyani24/video/7492629000251018503

Ane penasaran sama tiktok dan ane install tiktok untuk mengetahui ada apa dengan aplikasi sampai banyak yang terlalu menyukainya. Terus ane buka tiktok, scroll sebentar, dan apa yang terjadi? yah isinya cuman kebanyakan joget, joget dan joget. Entah kenapa sekarang urusan berjoget di depan kamera seolah jadi tiket menuju "terkenal". Apa yang sebenarnya kita kejar? Validasi? Likes? Atau cuma pengakuan semu?

Banyak yang dulunya dikenal sebagai anak baik, sekarang malah sibuk pamer aurat, joget nggak karuan hanya demi suatu algoritma. Bukan cuma kehilangan arah, tapi juga kehilangan nilai. Ini bukan soal sok suci ya ini soal kegelisahan, kenapa standar moral jadi seremeh itu?

Yang lebih mengerikan, tren ini udah masuk ke fase yang disebut brain rot atau kerusakan otak digital. Otak yang tiap hari dicekcokkin konten dangkal, dipaksa menikmati yang cepat, instan, tapi kdd maknanya, lama kehilangan kemampuan buat mikir yang kritis. Banyak binian yang dulunya punya potensi, sekarang lebih sibuk joget di depan kamera daripada nyusun masa depan. Kalau begini teruskan generasi ini bisa rusak sebelum sempat tumbuh. Bukan karena kurang pintar, tapi karena terlalu sering dibuai hiburan yang bikin lupa arah.

Indonesia 2045 katanya mau jadi Indonesia Emas. Tapi pertanyaannya emas yang mana? Kalau generasi mudanya lebih suka viral daripada berpikir, lebih sibuk ngedit konten yang stecu atau apalah itu daripada ngedit naskah yang berbau akan keilmuannya, maka cita yang di impikan itu hanyalah tinggal slogan semata.

Negara butuh pemuda yang kuat bukan cuma ototnya, tapi juga isi kepalanya. Kita butuh mereka yang menari di atas kata bukan yang cuma menari di depan kamera. Kita perlu lebih banyak anak muda yang jatuh cinta sama literasi bukan popularitas yang semu.

Ane nggak bilang semua konten TikTok itu buruk ya bro. Ada juga yang edukatif, menginspirasi dan membuka wawasan. Tapi sayangnya yang viral justru yang paling minim nilai. Dan ini yang harusnya kita waspadai sama ketika suara literasi kalah oleh dentuman musik 15 detik ataupun 30 detik.

Jadi ini ajakan kecil dari ane. Kalau kalian capek lihat generasi ini makin kehilangan jati diri jangan cuma diam. Ambil peran ya walaupun sedikit tapi semoga bisa bermanfaat kek bikin konten yang punya makna. Tulis, baca, educater publik serta bangun ruang diskusi. Karena perubahan nggak datang dari protes, tapi dari aksi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun