Norman barusan datang ketika beberapa rekannya sedang menginterogasi seorang pencuri yang baru saja tertangkap. Decitan sepatu Norman mengiringi langkahnya memasuki ruang interogasi, meninggalkan jejak lumpur musim hujan di lantai kantor polisi tersebut.
Ia melirik jam dinding di atas pintu ruang interogasi, jarum menunjukkan pukul 22.15 WIB. "Sudah berapa lama mereka?" tanya Norman kepada salah satu rekannya yang berpapasan dengannya.
"Kira-kira setengah jam yang lalu, man," jawab rekannya tadi. Norman tersenyum tipis padanya dan mulai memasuki ruangan interogasi. Ada 2 orang polisi di sana, Pak Adi dan Pak Joko, dan juga seorang yang duduk tertunduk lesu disudutkan 2 polisi tadi. Pria tersebut kurus, bajunya lusuh, berlumuran lumpur cokelat di bagian pinggangnya yang kemungkinan bahwa ia sempat terjatuh saat ditangkap.
"Sudah saya bilang pak, saya ini dari Wentira!" ujar si pencuri dengan wajah mewek meyakinkan 2 polisi yang menginterogasinya. Pukul 20.45 WIB lalu, ada laporan pencurian di sebuah warung kopi dekat terminal Pasar Pacet.Â
Si Pencuri sempat melarikan diri, namun naas ia tersandung oleh batu dan terjatuh di jalanan dusun Pacet yang becek akibat hujan. Warga sekitar turut serta dalam menangkap dan meringkus si pencuri ini, namun tidak ada main hakim sendiri. Ia hanya diikat di bawah pohon mangga oleh warga kemudian ketika polisi tiba barulah Si Pencuri ini digelandang ke kantor polisi. Ia terbukti mencuri dengan barang bukti berupa kantung plastik hitam dan beberapa gorengan seperti tempe menjos, tahu berontak, dan pisang goreng.
"Mas jangan main-main sama kami," tukas Pak Adi. "Mana ada Negeri Wentira itu? Gak ada!"
"Ini Singapura! Si,nga,pu,ra. Singapura!" bentak Pak Joko sambil menunjuk peta di Smartphonenya
Kedua Interogator tersebut tampak kesal dengan jawaban si pencuri. Di meja depan si pencuri yang memisahkannya dengan Interogator terdapat dompet beserta kartu identitas. Norman melangkah ke arah meja tersebut dan meraih kartu identitas tersebut. Ia mengerutkan muka, kartu identitas tersebut tampak aneh. Sebabnya, kartu tersebut menggunakan bahasa Indonesia namun di bagian belakangnya bergambar wilayah negara Singapura.
"Kok pakai bahasa Indonesia? Seharusnya kan beda bahasa kalau beda negara! Kenapa tidak pakai bahasa melayu?" tanya Norman.
"Dia bilang kalau Negerinya adalah pecahan NKRI dan sekarang sudah berumur 5 tahun," jawab Pak Adi.
"Pisah dari NKRI? Kenapa emangnya?" tanya Norman balik.