Mohon tunggu...
Ahmad Abni
Ahmad Abni Mohon Tunggu... Guru - Manusia akan mencapai esensi kemanusiaannya jika sudah mampu mengenal diri melalui sikap kasih sayang

Compasionate (mengajar PPKn di MTsN Bantaeng)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Jarak Jauh dimasa Pandemi Covid-19 Menuai Polemik

29 November 2020   18:21 Diperbarui: 29 November 2020   21:56 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan Pemerintah pada sektor pendidikan

Pemerintah Indonesia menetapkan darurat pandemik pada bulan Maret 2020 akibat virus yang wabahnya mulai muncul di China dan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan nama virus tersebut dengan sebutan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Sebagaimana di lansir oleh Wikipedia bahwa sampai tanggal 3 November 2020, Indonesia telah melaporkan 418.375 kasus positif menempati peringkat pertama terbanyak di Asia Tenggara. Dalam hal angka kematian, Indonesia menempati peringkat ketiga terbanyak di Asia dengan 14.146 kematian. Untuk mengantisipasi penyebaran covid-19 maka pemerintah mengambil langkah taktis dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di lain sisi, kebijakan ini justru memberikan dampak yang luar biasa bagi seluruh sendi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pada sektor pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu pokok penting dalam edaran ini adalah keputusan pembatalan ujian nasional (UN) Tahun 2020. Langkah ini diambil dengan pertimbangan bahwa Tidak ada yang lebih penting daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarganya.

Selain itu diterbitkan pula Surat Edaran Sesjen Mendikbud Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah (BDR). Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang menyampaikan Surat Edaran Nomor 15 ini untuk memperkuat Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Dalam surat edaran ini disebutkan bahwa tujuan dari pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR) adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19, melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik, peserta didik, dan orang tua. Kegiatan BDR dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum serta difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi Covid-19.

Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Plt. Dirjen PAUD Dikdasmen) Hamid Muhammad bahwa metode dan media pelaksanaan BDR dilaksanakan dengan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dibagi kedalam dua pendekatan yaitu pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring).

Polemik Pembelajaran Jarak Jauh

            Tentu semua pihak harus memberikan apresiasi kepada pemerintah atas segala usaha dan upayanya dalam menghidupkan dan menjalankan roda pendidikan di masa pandemik covid-19 dengan salah satu tawaran yakni Belajar Dari Rumah melalui metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan ditemukan berbagai polemik diantaranya, Pertama; Kondisi sosio kultural masyarakat yang tidak seluruhnya melek teknologi, baik guru, siswa, dan orang tua masih ada yang dalam tahap adaptasi dengan kemajuan teknologi saat ini. Apalagi masyarakat yang ada di desa atau pedalaman juga para masyarakat yang lahir di zaman tahun 1960-an (baby boomer) tentu sangat susah untuk mempelajarinya lagi terutama guru, masih banyak guru-guru yang belum mahir dalam mengaplikasikan teknologi zaman ini.

Kedua; Kondisi Siswa yang masih amatir dalam menggunakan teknologi, diakibatkan oleh kurangnya sarana teknologi pendukung pembelajaran di sekolah mereka, sehingga sistem daring ini kurang efektif bagi mereka, bukan menambah pengetahuan melainkan kurang memahami pembelajaran yang mereka terima.

Ketiga; Kondisi Sarana Prasarana. Terlepas dari kegagapan teknologi, ternyata yang ikut menjadi masalah adalah kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh setiap pihak. Banyak orang tua siswa yang kurang mampu tidak bisa memenuhi fasilitas teknologi ini, bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga masih kesulitan. Dan masalah ini, kerap dirasakan oleh masyarakat kita yang berada di perekonomian menengah hingga bawah.

Keempat; Jaringan internet dan biaya. Masih banyak daerah-daerah yang tidak memiliki atau kurang akses internetnya, sehingga para siswa yang bertempat tinggal di wilayah ini akan merasa kesulitan dalam mengikuti kelas online. Selain itu, jaringan internet tidak akan berjalan jika tidak ada biaya. Namun, tidak semua orang memiliki biaya yang cukup untuk membeli kuota, apalagi pada saat ini, harga kuota juga semakin melonjak tinggi akibat meningkatnya permintaan masyarakat akan kuota karena interaksi masyarakat saat ini telah beralih kepada sistem online.

Kelima; Peran Orang Tua. Kegiatan belajar dari rumah akan melibatkan orang tua secara aktif. Selama delapan bulan terakhir, kondisi ini juga menimbulkan masalah tersendiri yang butuh solusi. Intinya para orang tua butuh juga panduan dan bimbingan tentang bagaimana membantu proses belajar dirumah menjadi efektif dan efisien. Tentunya bukan untuk menggantikan posisi guru melainkan tetap dalam porsi orang tua yang juga merupakan sentra pendidikan yang penting seperti ekosistem pendidikan yang didesain oleh Ki Hajar Dewantara. Selain itu tidak sedikit dari orang tua yang juga berprofesi sebagai seorang guru dimana pada saat yang bersamaan harus melaksanakan tugas mengajarnya secara daring sekaligus melakukan perannya sebagai orang tua membimbing anaknya sendiri. Akibatnya konstentrasi dalam pelaksanaan tugas profesinya agak terganggu.

Keenam; Dampak psikologis. Beberapa siswa mengakhiri hidupnya (bunuh diri) akibat dari tugas daring yang menumpuk dan menjadi beban. Sebut saja salah satunya menimpa seorang siswi SMA di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan sebagaimana disebutkan dalam media Liputan6.com. Olehnya itu, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia, Muhammad Ramli Rahim menilai bahwa stres yang dialami siswa akibat pembelajaran jarak jauh yang tidak memiliki standar khusus, dan cenderung sangat memberatkan siswa dari sisi tugas-tugas dari guru telah mengakibatkan depresi terhadap siswa yang akhirnya dapat berujung pada kejadian bunuh diri. Ramli menganalogikan, jika setiap guru memberikan satu tugas setiap minggu, maka setiap siswa akan mendapatkan 14-16 tugas yang harus dituntaskan sebelum mata pelajaran dilanjutkan minggu depannya.

Solusi atas polemik PJJ

Menurut Dr. H. Muhammad Soleh Hapudin (Dosen Akademi Telkom Jakarta, Dosen Program Studi PGSD Universitas Esa Unggul), mengungkapkan ada beberapa jalan keluar yang dapat diambil atas polemik pembelajaran jarak jauh ini. Solusi yang ditawarkan adalah Pertama; Regulasi. Penguatan kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan mengenai keterlibatan internet service provider dalam pembelajaran daring.

Kedua; Kesiapan (Readiness) pengelola lembaga pendidikan untuk menyiapkan perangkat teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet, untuk pembelajaran berbasis internet, pola pembelajaran e-learning. E-learning adalah suatu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian penmbelajaran dalam jangkauan luas. 

Ketiga; Behaviour Digital Mindset (perubahan pola piker digital) guru. Guru harus selalu memperkaya, melakukan dan mengupgrade keilmuan pengembangan kompetensi untuk mendukung kinerjanya dalam kancah pendidikan, baik itu Kompetensi Pedagogis berkaitan erat dengan kemampuan guru mengelola pembelajaran, kompetensi Kepribadian berkaiatan dengan penyesuaian diri dalam proses belajar mengajar agar bisa berinteraksi dengan lingkungan terutama dengan peserta didik, kompetensi Sosial berkaitan erat dengan kemampuan dengan komunikasi, bergaul, bekerjasama dan membantu orang lain, Kompetensi Profesional berkaitan erat dengan penguasaan materi/bahan ajar dan ditambahkan dengan Kompetensi Literasi Digital, literasi Digital merupakan kemampuan guru untuk mendapatkan, memahami dan menggunakan informasi yang bearsal dari berbagai sumber dalam bentuk digital. 

Keempat; Keterlibatan terutama Perusahaan Pengelolaa jasa Internet atau Internet Sevice Provider (ISP) ataupun operator telekomunikasi, melalui pelajar dalam bentuk pemberian tarif kuota murah (paket society) untuk kuota akses internet bagi pelajar peserta didik.

Tentu masih banyak langkah solutif yang dapat diambil sebagai jalan keluar atas polemik yang diakibatkan oleh pandemik Covid-19 demi eksisnya pendidikan di Indonesia. Kita semua harus optimis bahwa generasi penerus bangsa tidak akan jatuh dalam lembah kebodohan dan lemah dalam karakter hanya karena masa sulit ini. Bangsa kita secara historis pernah mengalami masa yang jauh lebih sulit dari keadaan ini. Dan dengan semangat persatuan dan Kayakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita telah mampu membuktikan kepada dunia akan kemampuan kita. Dengan semangat dan kayakinan itu pula bangsa kita pada akhirnya akan mampu mencapai “Indonesia emas” pada tahun 2045.  Semoga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun