Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis Humaniora (Sejarah dan Budaya)

Peneliti dan Penulis Humaniora (Sejarah dan Budaya)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Batu Nisan Makam Elizabeth Frederika Westenenk (Betsy) Isteri Jan Christiaan Bedding di Purwakarta

27 September 2025   09:00 Diperbarui: 28 September 2025   19:21 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Aku ingin sedikit berbagi dengan Anda tentang penemuan sebuah batu nisan makam (kerkhof) tua sebagai salah satu koleksi bernilai heraldik yang terdapat di wilayah Kabupaten Purwakarta. Batu nisan makam ini barangkali adalah salah satu yang tersisa dan teronggok sendirian, tanpa “kawan” dan tanpa perawatan. Tetapi masih berdiri kokoh dan gagah karena terbuat dari batu andesit.

Berdasarkan informasi dan kesaksian sejak masih kanak-kanak yang aku peroleh dari mendiang ayahandaku R. Widodo Pardjan yang tinggal di Jl. Wijayakusumah I No. 03 RT 20 RW 04 Lingkungan Wijayakusumah Kelurahan Nagritengah Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat, bahwa dahulu kala pada masa penjajahan Kolonial Hindia Belanda, daerah yang di kemudian hari dikenal sebagai Kebon Jahe merupakan makam (kerkhof) Belanda, baik yang beragama Kristen Katholik, Kristen Protestan, maupun mungkin juga Yahudi.

Setelah semalam sebelumnya aku mengobrol dengan Bapak Deni Junaedi Ketua RW 04 yang tinggal di RT 20 RW 04 dan Bapak Rocky Markiano seorang warga yang tinggal di RT dan RW yang sama, tentang kerkhof tua, maka kami bertiga bergegas pergi ke kerkhof yang ada di Kebon Jahe, dahulu kampung Malangnengah atau sekarang Lingkungan Wijayakusumah.

Batu nisan makam itu letaknya hanya bertaut beberapa meter dari rumah Bapak Jafar Saefurohman dan Bapak Pepen Effendi Ketua RT 24 RW 04 yang kedua-duanya para penjual kupat tahu salah satu yang paling enak di Purwakarta. Batu nisan makam itu di bawah naungan kerindangan sebatang pohon mangga Kweni yang berada di sebelah Utara tanah warisan berturut-turut dari Haji Mustofa, Haji Halimi dan Haji Marzuki, kemudian dibeli oleh Haji Ahmad, pemilik Toko Emas Pelita Surya dan kemudian dihibahkan kepada putera-puterinya.

Menurut penuturan pak Pepen, batu nisan makam itu sebelumnya berada pada tanah yang posisinya lebih tinggi, yang sekarang menjadi lahan Kantor Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Purwakarta. Batu nisan makam itu berulangkali dipindahkan dengan cara diguling-gulingkan hingga pada posisinya sekarang. Batu nisan makam itu pernah menjadi dudukan drum penampung air kamar mandi warga masyarakat.

Batu nisan makam lainnya yang seperti itu ada di dalam kamar mandi rumah warga masyarakat lainnya. Masih menurut penuturan pak Pepen, “Bahkan di lahan Kantor Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta dan Kantor Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta masih ada makam-makam tersembunyi lainnya. Hal ini karena beberapa makam dicor beton sehingga menyulitkan ketika dibongkar.”

Hal ini terbukti ketika pada masa remaja berusia 18-an tahun, pak Pepen pernah pernah bermimpi dan pernah kesurupan kemasukan jin qarin atau khadam yang menamakan dirinyanya Ebra, seorang noni Belanda berscarf putih dan Deborah, seorang nyai pribumi yang berscarf merah. Luar biasanya pak Pepen kesurupan sampai dengan 40 hari lamanya.

Sumber Foto R.M.A. Ahmad Said Widodo.
Sumber Foto R.M.A. Ahmad Said Widodo.

Sumber Foto R.M.A. Ahmad Said Widodo.
Sumber Foto R.M.A. Ahmad Said Widodo.

Sumber Foto R.M.A. Ahmad Said Widodo.
Sumber Foto R.M.A. Ahmad Said Widodo.

Berdasarkan kesaksian penguat dari beberapa orang di antaranya adalah Uda Rizal Burhan, yag sering dipanggil Amang, seorang penjahit Minang “Linda Taylor” yang tinggal di RT 20 RW 04, yang sudah lebih dari 60 tahun berada di Purwakarta dan Bapak Mas Endang Permana yang tinggal di RT 22 RW 04 membenarkan hal yang sama dan mereka menyebut, bahwa kerkhof itu dibongkar habis.

Menurut uda Rizal makam itu dibongkar pada sekitar tahun 1970, sedangkan menurut pak Endang makam itu dibongkar pada sekitar tahun 1968, dipindahkan entah kemana dan hanya tersisa salah satunya batu nisan makam itu saja.

Dan memang benar, berdasarkan peta Purwakarta tahun 1905 dan peta Purwakarta tahun 1914 pada posisi yang sama di Utara Malangnengah memang terdapat kerkhof. Setelah 1968 seiring dibentuknya Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang secara terpisah melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 dan Kabupaten Purwakarta dipimpin oleh H. R. Suria Sunarya Ronggowaluyo yang dilantik pada tanggal 12 Juli 1968 oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Jenderal TNI Basuki Rahmat, maka sejak saat itu bekas kerkhof dipergunakan sebagai lahan beberapa kantor pemerintah, baik lembaga vertikal, maupun horizontal.

Misalnya di sebelah Timur dahulu dibangun Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) Kabupaten Purwakarta, kini Kantor Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta; di sebelah Selatan dibangun Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purwakarta, kini Kantor Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Purwakarta; di sebelah Barat dibangun Kantor Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta.

Kawasan bekas kerkhof ini dibatasi di sebelah Utara dengan Jalan Suradireja dan Jalan R. Ipik Gandamana; di sebelah Timur dengan rel kereta api Jakarta – Bandung via Purwakarta, di sebelah Selatan dengan tanah putera-puteri Haji Ahmad dan warga masyarakat Malangnengah; di sebelah Barat dengan tanah warga masyarakat sekitar Pasar Jumat yang termasuk Kelurahan Nagrikaler dan dipotong dengan jalan yang melintang Utara – Selatan hingga ke Barat dengan Jalan Surawinata.

Peta Purwakata 1905. Koleksi KITLV.
Peta Purwakata 1905. Koleksi KITLV.

Peta Purwakarta 1914. Koleksi KITLV.
Peta Purwakarta 1914. Koleksi KITLV.

Peta Purwakarta 1933. Koleksi Gaihozu Tohoku University.
Peta Purwakarta 1933. Koleksi Gaihozu Tohoku University.

Saat aku, pak Deni dan pak Rocky pergi ke sana, kami bertiga mengabadikan moment kebersamaan itu dengan kamera foto dan video dari smartphone masing-masing. Hanya bedanya pak Rocky langsung tayangkan ke dalam channel YouTube miliknya, sementar pak Deni asyik memotret, sedangkan aku berusaha sedikit banyak menggunakan naluri ilmu sejarah dan sedikit kontak batin atau retrokognisi ringan.

Retrokognisi adalah sebuah kemampuan psikis yang memungkinkan seseorang untuk mengetahui atau "melihat" peristiwa masa lalu yang tidak dapat dipelajari atau disimpulkan secara normal, seperti melihat kejadian tertentu pada suatu tempat atau bahkan "kehidupan" di masa lalu. Istilah ini berasal dari kata Latin, yaitu retro (mundur, di belakang) dan cognition (mengetahui).

Batu Nisan Makam 

Batu nisan makam tua itu adalah batu nisan makam dari Elizabeth Frederika Westenenk (Betsy), isteri pertama Jan Christiaan Bedding, mantan Asisten Residen Krawang di Purwakarta yang semasa dengan pemerintahan Bupati Krawang di Purwakarta, R.T.A. Gandanegara (Apun Ahyar, Kanjeng Aria, Dalem Aria, Dalem Tumenggung) (21 Oktober 1911 – 1925) dan Patih R. Kusumadipura (14 Juli 1908).

Pada tanggal 30 Januari 1900, Jan Christiaan Bedding diangkat menjadi Inspektur dan ditugaskan ke Krawang. Pada tanggal 27 Juli 1911, ia diangkat menjadi Asisten Residen Krawang.

Elizabeth Frederika Westenenk lahir pada tanggal 22 Mei 1874 dan wafat di Purwakarta pada tanggal 31 Desember 1903. Mereka sebelumnya menikah di Sumedang pada tanggal 31 Mei 1899 dan dikaruniai putera bernama Willem Christiaan Bedding yang lahir di Bandung pada tanggal 20 Maret 1900.

Alamat (Lokasi) Batu Nisan Makam Elizabeth Frederika Westenenk

Sebelah Selatan (Belakang) Rumah Bapak Jafar Saefurohman dan Bapak Pepen Effendi

RT 20 RW 04

Lingkungan Wijayakusumah

Kelurahan Nagritengah

Kecamatan Purwakarta

Kabupaten Purwakarta

Provinsi Jawa Barat

Kode Pos 41114

  • Titik Koordinat Awal: 6°32'46.6"S 107°26'44.4"E (FC3W+F7M Nagri Tengah, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)
  • Titik Koordinat Akhir: Lat -6.546313⁰ Long 107.4466⁰ (6⁰54’63.13”S 107⁰44’66”E)

(Catatan: Titik koordinat dapat disesuaikan kembali).

Analisa Awal di Lapangan

Analisis dimensi batu nisan makam secara visual tanpa penggaris, perkiraanku memakai pembanding ukuran kaki orang yang tampak di foto ketiga. Rata-rata panjang kaki orang dewasa (ujung jari – tumit, sandal/sepatu) sekitar 25–27 cm.

Analisis perkiraan dimensi:

  • Lebar sisi depan batu nisan makam (horizontal) dari foto ≈ 2,5 kali panjang kaki kira-kira 65–70 cm.
  • Tinggi batu nisan makam bagian yang terlihat di atas tanah ≈ 2 kali panjang kaki kira-kira 50–55 cm.
  • Ketebalan / panjang sisi samping (dalam arah kedalaman). Dari foto samping, terlihat mirip dengan lebar depan kira-kira 65–70 cm.
  • Perkiraan bagian yang tertanam di tanah. Biasanya batu nisan makam/batu peringatan model kotak seperti ini punya pondasi sekitar 20–30 cm tertanam agar stabil.

Estimasi dimensi keseluruhan (dalam cm):

  • Panjang (depan-belakang): ± 65–70 cm
  • Lebar (sisi kiri-kanan): ± 65–70 cm
  • Tinggi terlihat di atas tanah: ± 50–55 cm
  • Perkiraan tinggi tertanam di tanah: ± 20–30 cm
  • Tinggi total keseluruhan: ± 70–85 cm

Aku hitung perkiraan beratnya berdasarkan dimensi maksimal yang kita sebutkan sebelumnya dan asumsi batu adalah padat andesit (tidak berlubang).

Asumsi yang dipakai

  • Dimensi maksimal: 70 cm × 70 cm × 85 cm (tinggi total).
    (70×70×85 cm = 416.500 cm³ = 0,4165 m³)
  • Batu andesit, densitas tipikal dipakai rentang 2.500 – 2.800 kg/m³ (umum untuk batu beku/andesit).

Perhitungan (langkah per langkah)

  • Volume:
    70 cm × 70 cm = 4.900 cm³ (untuk luas alas)
    4.900 × 85 cm = 416.500 cm³ = 0,4165 m³.
  • Massa = volume × densitas:
    • Dengan ρ = 2.500 kg/m³ → m = 0,4165 × 2.500 = 1.041,25 kg.
    • Dengan ρ = 2.600 kg/m³ → m = 0,4165 × 2.600 = 1.082,90 kg.
    • Dengan p = 2.700 kg/m³ → m = 0,4165 × 2.700 = 1.124,55 kg.
    • Dengan ρ = 2.800 kg/m³ → m = 0,4165 × 2.800 = 1.166,20 kg.

Hasil ringkas

  • Perkiraan berat: sekitar ≈ 1.041 – 1.166 kg = 1.04 – 1.17 ton.
  • Jika kita pakai tinggi 80 cm (nilai yang juga disebut sebelumnya), beratnya turun jadi kira-kira 980 – 1.100 kg.

Catatan penting

  • Ini asumsi blok padat tanpa rongga. Bila ada rongga bagian dalam (atau jika teronggok/terpotong) berat nyata bisa jauh lebih kecil.
  • Pengukuran nyata (mengukur dimensi langsung dengan meteran) dan/atau mengambil contoh kecil untuk pengujian densitas memberi hasil lebih akurat.
  • Karena beratnya ~1 ton, pemindahan memerlukan alat (dongkrak, crane kecil, forklift) dan prosedur keselamatan.

 Analisa Akhir di Lapangan

Aku sudah melakukan pengukuran batu nisan makam di lapangan dengan data-data bagian atas ukuran panjang dan lebar (52 cm x 52 cm), bagian bawah di atas permukaan tanah ukuran panjang dan lebar (61 cm x 61 cm) dan perkiraan bagian bawah di bawah permukaan tanah masih ada panjang ... cm x lebar... cm x tinggi 2 cm). Maka kira-kira berapa dimensi ukuran panjang dan lebar yang berada di bawah permukaan tanah?

Data yang sudah pasti

  • Bagian atas batu nisan makam (puncak): 52 × 52 cm
  • Bagian bawah di atas permukaan tanah: 61 × 61 cm
  • Perkiraan bagian yang tertanam di bawah tanah: panjang × lebar × tinggi 2 cm (masih belum diketahui pasti ukuran panjang dan lebar).

Pola umum konstruksi batu nisan makam/batu andesit, biasanya bentuknya menyerupai trapesium terbalik (mengembang ke bawah), agar:

  • Stabil, tidak mudah goyah.
  • Berat terdistribusi ke tanah.

Artinya, ukuran panjang–lebar di bawah tanah pasti lebih besar daripada ukuran di atas tanah (61 × 61 cm).

Metode perkiraan

  • Selisih dimensi dari atas (52 cm) ke bawah tanah (61 cm) adalah +9 cm per sisi (total 18 cm bertambah dari atas ke bawah tanah).
  • Jika pola ini konsisten, maka setiap tambahan kedalaman akan menambah sedikit lagi panjang dan lebar.

Misalnya:

  • Jika bagian yang tertanam hanya 2 cm, maka pertambahannya relatif kecil, kira-kira +1 cm per sisi → sekitar 62 × 62 cm.
  • Jika bagian tertanam lebih dalam (misal 10–20 cm), bisa jadi sampai 65–70 cm.

Kesimpulan perkiraan

  • Dimensi panjang × lebar di bawah permukaan tanah (hanya 2 cm dalam): kira-kira 62 × 62 cm.
  • Jika ternyata pondasi lebih dalam (10–20 cm), maka ukurannya mungkin bertambah menjadi 63–66 cm atau lebih.

Dari penjelasan di atas:

  • Batu nisan makam tegak lurus (agak sedikit miring), hanya saja penampangnya mengecil ke atas.
  • Perbedaan ukuran antara atas dan bawah = 9 cm × 9 cm.
    • Atas: 52 × 52 cm
    • Bawah (permukaan tanah): 61 × 61 cm
    • Selisih total: 9 cm pada sisi panjang dan 9 cm pada sisi lebar → artinya melebar 4,5 cm per sisi dari atas ke bawah.
  • Implikasinya
  • Karena pola pelebaran itu konsisten, maka bagian yang masih 2 cm di bawah permukaan tanah juga logis bertambah sedikit.
  • Jika setiap ±55 cm tinggi menghasilkan pelebaran 9 cm, maka untuk tambahan 2 cm, pertambahannya ≈ (2 ÷ 55) × 9 ≈ 0,33 cm per sisi.
  • Jadi ukuran di kedalaman 2 cm = 61 + 0,33 ≈ 61,3 cm (dibulatkan menjadi 61,5 cm untuk perkiraan).

Baik, mari kita hitung lebih akurat dengan data lapangan yang aku berikan. Batu nisan makam berbentuk seperti prisma trapesium (atas lebih kecil, bawah lebih besar). Aku hitung ulang berdasarkan data terakhir:

  • Tinggi total (termasuk yang di bawah tanah) = 63 cm = 0,63 m.
  • Penampang atas = 52 × 52 cm = 0,52 × 0,52 m.
  • Penampang bawah belum diketahui; aku tampilkan perhitungan untuk beberapa nilai bawah yang masuk akal (61, 61.5 dan 62 cm).
  • Densitas andesit aku pakai rentang umum 2.500 – 2.800 kg/m³.

Aku pakai rumus volume untuk frustum/prisma trapezoid (rata-rata luas penampang × tinggi):

V = h × (Aatas + Abawah) : 2

Langkah hitung (angka digit-per-digit)

  • Luas penampang atas:
    • Aatas = 0,52 × 0,52 = 0,2704 m2

Kasus 1 — penampang bawah 61 cm = 0,61 m:

  • Abawah = 0,612 = 0,3721 m2
  • Rata-rata luas = (0,2704 + 0,3721) / 2 = 0,6425 / 2 = 0,32125 m2
  • Volume V = 0,63 × 0,32125  =0,2023875 m3 
  • Berat:
    • ρ = 2500 → m = 0,2023875 × 2500 = 505,96875 kg ≈ 506 kg.
    • ρ = 2600 → m = 0,2023875 × 2600 = 526,20750 kg = 526 kg.
    • p = 2700 → m = 0,2023875 × 2700 = 546,44625 kg = 546 kg.
    • ρ = 2800 → m = 0,2023875 × 2800 = 566,68500 kg = 567 kg.

Kasus 2 — penampang bawah 61,5 cm = 0,615 m:

  • Abawah = 0,6152  = 0,378225 m2
  • Rata-rata luas = (0,2704 + 0,378225) / 2 = 0,648625 / 2 = 0,3243125 m2
  • Volume V = 0,63 × 0,3243125 = 0,204316875 m3
  • Berat:
    • ρ = 2500 → m ≈ 0,204316875 × 2500 = 510,7921875 kg ≈ 511 kg.
    • ρ = 2600 → m ≈ 0,204316875 × 2600 = 531,2238750 kg ≈ 531 kg.
    • P = 2700 → m ≈ 0,204316875 × 2700 = 551,6555625 kg = 551 kg.
    • ρ = 2800 → m ≈ 0,204316875 × 2500 = 572,0872500 kg ≈ 572 kg.

Kasus 3 — penampang bawah 62 cm = 0,62 m:

  • Abawah = 0,622 = 0,3844 m2
  • Rata-rata luas = (0,2704 + 0,3844) / 2 = 0,6548 / 2 = 0,3274 m2
  • Volume V = 0,63 × 0,3274 = 0,206262 m3
  • Berat:
    • ρ = 2500 → m ≈ 0,206262 x 2500 = 515,6550 kg ≈ 516 kg.
    • ρ = 2600 → m ≈ 0,206262 x 2600 = 536,2812 kg ≈ 536 kg.
    • ρ = 2700 → m ≈ 0,206262 x 2700 = 556,9074 kg ≈ 557 kg.
    • ρ = 2800 → m ≈ 0,206262 x 2800 = 577,5336 kg ≈ 578 kg.

Ringkasan singkat

  • Jika penampang bawah ≈ 61 cm, berat ≈ 506 – 567 kg (ρ 2.500 – 2.800).
  • Jika penampang bawah ≈ 61,5 cm, berat ≈ 511 – 572 kg (ρ 2.500 – 2.800).
  • Jika penampang bawah ≈ 62 cm, berat ≈ 516 – 578 kg (ρ 2.500 – 2.800).

Jadi kira-kira berat batu nisan makam ± 506 kg – 578 kg.

Jadi perkiraan realistis untuk kombinasi ukuran yang aku berikan (atas 52 × 52 cm, tinggi 63 cm, bawah sekitar 61–62 cm) adalah ≈ 506–578 kg = ± 0,506 – 0,578 ton, tergantung densitas batu dan  ukuran pasti bagian bawah.

Jika diasumsikan, bahwa batu nisan makam itu telah ada sejak tahun 1903 dan hingga sekarang tahun 2025, maka artinya sudah ada selama 122 tahun dan jika diasumsikan batu nisan makam berdiri kokoh di atas tanah dan terjadi pelesakan sedalam 2 cm dalam jangka waktu 122 tahun, maka kira-kira butuh waktu berapa lama terjadi pelesakan sempurna dengan ketinggian batu nisan makam yang ada setinggi 61 cm dari 63 cm?

Data dasar:

  • Tinggi total batu nisan makam = 63 cm
  • Tinggi yang terlihat di atas tanah saat ini = 61 cm
  • Artinya: sudah terpelesak 2 cm ke dalam tanah.
  • Lama waktu sejak berdiri (1903 → 2025) = 122 tahun

Laju pelesakan rata-rata

Laju = 2 cm / 122 tahun ≈ 0,0164 cm/tahun

Waktu pelesakan sempurna

Jika diasumsikan pelesakan penuh artinya seluruh tinggi 63 cm masuk ke tanah, maka sisa pelesakan = 61 cm lagi.

Waktu = 61 cm / 0,0164 cm/tahun ≈ 3719 tahun

Hasil

Dengan asumsi laju pelesakan tetap linear:
Batu nisan makam akan sepenuhnya tenggelam dalam tanah setelah ± 3720 tahun sejak sekarang.

Jadi total sejak 1903 → sekitar ± 3840 tahun kemudian (sekitar tahun 5743 M).

Aku bisa jelaskan tanpa grafik:

  • Garis pelesakan akan naik perlahan dari 0 cm (tahun 1903) ke 2 cm (tahun 2025).
  • Dengan laju konstan 0,016 cm per tahun, grafiknya berbentuk garis lurus naik.
  • Nanti garis itu akan menyentuh 63 cm (tenggelam total) sekitar tahun 5743 M.

Penjelasan:

  • 1903 → batu nisan makam baru berdiri, tinggi penuh terlihat 63 cm di atas tanah.
  • 2025 → setelah 122 tahun, batu sudah masuk 2 cm ke tanah (tinggi terlihat 61 cm).
  • 5743 (perkiraan) → setelah ±3.720 tahun lagi, batu akan tenggelam seluruhnya (pelesakan 63 cm).

Tipologi Aksara dan Angka Pada Batu Nisan Makam

Aku perhatikan dari batu nisan makam, memang ada bekas pahatan huruf pada permukaan batu andesit itu. Dari bentuk guratan dan gaya ukirannya, secara umum bisa dikenali beberapa ciri tipografi/aksara yang biasa muncul pada batu nisan makam peninggalan masa kolonial–awal abad ke-20 di Jawa Barat:

Versi I:

Huruf Latin Kapital (Roman / Serif)

  • Tampak tegas, lurus dan kaku.
  • Biasanya dipakai untuk menuliskan nama orang atau tanggal.
  • Bentuknya mirip Roman serif sederhana (tanpa hiasan berlebih).

Huruf Latin Kapital Tanpa Serif (Sans-Serif Awal)

  • Ada bagian tulisan yang terlihat lebih polos dan sederhana, tanpa kait (serif).
  • Gaya ini mulai dipakai pada penanda kubur Eropa akhir abad ke-19.

Angka Arab (0–9 gaya Latin Eropa)

  • Terlihat jelas ada bentuk angka seperti “1”, “8”, “9” atau “0” yang khas pahatan batu nisan makam Belanda.
  • Dipakai untuk tahun lahir dan wafat.

Kesimpulan awal:

Batu nisan makam ini kemungkinan besar menggunakan kombinasi huruf Latin Kapital (Roman serif sederhana dan Sans-serif awal) + angka Arab Eropa.

Kalau kita ingin membuat rekonstruksi digital tipografi dari huruf-huruf pada batu nisan makam itu, aku bisa mencarikan font modern yang paling mirip dengan pahatan aslinya. Dari pengamatan foto:

Huruf Latin Kapital bergaya Roman Serif

  • Bentuknya mirip Times New Roman Bold atau Trajan Pro (sering dipakai di monumen dan makam Eropa).
  • Ciri: ada kait (serif) kecil di ujung huruf, proporsinya agak lebar dan biasanya semua huruf kapital.

Huruf Latin Kapital bergaya Sans-Serif Awal

  • Lebih polos, tanpa kait.
  • Mirip font Gill Sans, Futura atau Helvetica Neue (dengan modifikasi pahat tangan).
  • Ciri: huruf tampak lebih sederhana, mudah dibaca, cocok untuk tahun atau keterangan pendek.

Angka Arab (Eropa)

  • Bentuk angka terlihat cukup klasik.
  • Mirip angka dalam Times New Roman atau Trajan Pro.
  • Angka “1” biasanya lurus tanpa kait, “8” berbentuk lebih oval dan “9”/“0” bulat penuh.

Jadi, kalau ingin rekonstruksi teks batu nisan makam dengan font digital:

  • Untuk nama dan  judul utama → pakai Trajan Pro (atau Times New Roman Bold kapital).
  • Untuk tahun / keterangan singkat → pakai Gill Sans / Helvetica.
  • Untuk angka → sesuaikan dengan gaya huruf di atas (lebih dekat ke Trajan/Times).

Versi II:

Jenis Huruf (Font Style)

  • Huruf yang digunakan adalah Serif klasik (ada kait kecil di ujung huruf).
  • Karakternya tebal (bold) dan agak condensed (sedikit rapat secara horizontal).
  • Bentuknya mirip dengan gaya Roman Serif abad ke-19 hingga awal abad ke-20, sering dipakai pada ukiran batu nisan makam, monumen dan prasasti kolonial

Variasi Ukuran dan Penekanan

  • Nama utama: ELISABETH FREDERIKA dan WESTENENK diukir dengan huruf kapital besar, tebal dan lebih menonjol. Tujuannya untuk menekankan identitas almarhumah.
  • Teks tambahan: Echtgenoote van J.C. BEDDING serta keterangan lahir–wafat (Geb. 22 Mei 1874 – Overl. 31 Dec. 1903) ditulis dengan huruf lebih kecil, tetapi tetap kapital.
  • J.C. BEDDING juga dibuat lebih tebal dibanding keterangan lain, menekankan peran sebagai pasangan.

Tipografi Belanda Klasik

  • Penulisan dalam Bahasa Belanda, mengikuti ejaan lama: Geb. (geboren = lahir) dan Overl. (overleden = meninggal).
  • Gaya hurufnya mirip dengan "Transitional Serif" antara gaya Baroque dan Neoclassical (mirip Bodoni/Didot awal, tetapi tidak sehalus itu).
  • Ini adalah ciri umum pada batu nisan makam Belanda di Hindia Belanda sekitar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

Ciri Ukiran

  • Huruf diukir dalam-dalam dengan teknik pahat manual, kemungkinan menggunakan tatah besi.
  • Ada sedikit ketidakrataan kedalaman ukiran, khas pahatan tangan sebelum era mesin sandblasting modern.
  • Huruf dicetak kapital semua (all caps) untuk menjaga keterbacaan dan kesan formal.

Konteks Tipologi

  • Huruf semacam ini lazim ditemukan pada batu nisan makam Eropa kolonial di Indonesia (Batavia, Semarang, Surabaya, hingga perkebunan di Jawa Barat).
  • Kesan visual: kokoh, formal dan abadi, sesuai dengan tradisi memorial Eropa.

Jadi, tipologi huruf pada batu nisan makam ini dapat dikategorikan sebagai serif klasik kolonial Belanda akhir abad ke-19 – awal abad ke-20, dengan ciri huruf kapital tebal, bergaya Roman, dipahat manual dan mengikuti konvensi tipografi memorial Eropa.

Kalau kita lihat detail ukiran pada batu nisan makam Elisabeth Frederika Westenenk, tipologi hurufnya bisa dibandingkan dengan beberapa font digital modern yang paling mendekati:

Perbandingan Visual Tipologi Huruf

  • Trajan Pro
    • Banyak dipakai pada monumen dan prasasti.
    • Semua huruf kapital, dengan bentuk tegas dan klasik.
    • Mirip dengan ukiran batu nisan makam karena didesain berdasarkan pahatan Romawi kuno.
  • Times New Roman Bold (versi lama)
    • Ada kemiripan pada bagian teks sekunder (Echtgenoote van, Geb., Overl.).
    • Bentuk huruf kapitalnya rapat, menyerupai hasil ukiran manual.
  • Garamond (versi lama, misalnya Stempel Garamond)
    • Garamond versi kolonial sering dipakai di buku Belanda abad ke-19.
    • Bentuk serif lebih halus, mirip pahatan nama WESTENENK di batu itu.
  • Georgia / Baskerville
    • Tidak identik, tapi punya karakter klasik serif dengan keterbacaan tinggi.

Pemetaan ke Batu Nisan Makam

  • Nama Utama (ELISABETH FREDERIKA / WESTENENK / J.C. BEDDING) → paling mendekati Trajan Pro Bold.
  • Teks Sekunder (Echtgenoote van / Geb. / Overl.) → lebih dekat ke Times New Roman Bold Condensed atau Garamond Bold.

Jadi, kalau kita ingin membuat rekonstruksi digital (misalnya untuk dokumentasi sejarah, publikasi atau pembuatan replika papan informasi), kombinasi Trajan Pro + Garamond/Times Bold akan paling sesuai untuk meniru tipologi aslinya.

 Istilah Makam Bagi Para Pemeluk Agama

Bagi semua orang, nampaknya kuburan atau makam adalah hal yang biasa dilihat dalam kehidupan kita karena merupakan peristirahatan terakhir manusia. istilah kuburan / makam / kompleks pemakaman menurut tradisi dan istilah yang umum dipakai dalam beberapa agama dan tradisi (serta konteks Belanda dan Tionghoa), supaya jelas:

Islam

  • Makam atau Kuburan → istilah paling umum.
  • Pemakaman Muslim / TPU Islam.
  • Dalam konteks tradisional Jawa disebut juga pasareyan atau pasaréan (dari bahasa Jawa: tempat peristirahatan).

Kristen Katolik

  • Pemakaman Katolik.
  • Dalam bahasa Belanda: R.K. Begraafplaats (Rooms-Katholieke Begraafplaats) = Pemakaman Katolik Roma.
  • Ada juga istilah Kerhof (dari kerkhof, artinya halaman gereja yang jadi pemakaman).

Kristen Protestan (Belanda)

  • Pemakaman Protestan.
  • Dalam bahasa Belanda: P.K. Begraafplaats (Protestants-Christelijke Begraafplaats).
  • Juga dikenal dengan kerkhof (halaman gereja untuk kuburan).

Yahudi

בית עלמין‎ (Beit Almin)

  • Harfiah: “Rumah Kekekalan”.
  • Ini istilah Ibrani paling umum untuk pemakaman Yahudi.
  • Dalam bahasa Yiddish sering disebut Beys Oylem.

בית קברות‎ (Beit Kvarot)

  • Artinya: “Rumah Kuburan / Tempat Pemakaman”.
  • Bentuk lain dari penyebutan resmi.

בית החיים‎ (Beit HaChaim)

  • Harfiah: “Rumah Kehidupan”.
  • Istilah yang lebih halus, dengan makna bahwa orang yang dimakamkan tetap hidup secara rohani.
  • Banyak dipakai di komunitas Yahudi Eropa Timur.

Cemetery Yahudi (Jewish Cemetery)

  • Sebutan umum dalam bahasa Inggris.
  • Di Belanda biasanya disebut Joodse Begraafplaats (Pemakaman Yahudi).

 Hindu

  • Umumnya umat Hindu di Nusantara (Bali khususnya) tidak mengenal kuburan permanen, karena jenazah biasanya dikremasi dalam upacara Ngaben.
  • Namun sebelum kremasi, jenazah bisa disemayamkan di setra (bahasa Bali, berarti kuburan sementara).
  • Istilah Sanskerta: śmaśāna = tempat pembakaran mayat / krematorium tradisional.

Buddha

  • Tradisi Buddha bervariasi: ada yang kremasi, ada yang dimakamkan.
  • Istilah klasik: stūpa (biasanya untuk menyimpan relik, bukan makam umum).
  • Di Tiongkok ada 塔林 (Tǎlín) = hutan pagoda, tempat biarawan dikremasi/dikubur dengan stupa kecil.
  • Di Nusantara modern: Pemakaman Buddha atau krematorium.

Konghucu (China)

  • 墓地 (Mùdì) = kuburan, tanah makam.
  • 公墓 (Gōngmù) = pemakaman umum.
  • 祖坟 (Zǔfén) = makam leluhur.
  • Tradisi ziarah: Qingming (ziarah kubur).

Taoisme (China)

  • Tao biasanya mengikuti tradisi Tionghoa umum:
  • 阴宅 (Yīnzhái) = “rumah yin”, istilah Taois untuk makam (kebalikan dari 阳宅 (Yángzhái) = rumah orang hidup).
  • 风水墓地 (Fēngshuǐ Mùdì) = makam dengan tata letak sesuai fengshui.
  • Jadi istilahnya mirip Konghucu, hanya diberi nuansa Taois.

Istilah “Bong” dan “Benteng” memang sering dipakai di masyarakat (terutama di Jawa dan Sumatra) untuk menyebut makam orang Tionghoa. Penjelasannya begini:

Bong

  • Kata “bong” berasal dari dialek Hokkian (墓仔 bông-á) yang berarti kuburan.
  • Bentuk makam Tionghoa tradisional biasanya melengkung setengah lingkaran (seperti kursi atau pelukan naga) dengan batu nisan makam di tengah, lalu ada pagar kecil dari semen/batu.
  • Makam ini dibangun permanen, besar dan biasanya ditata sesuai fengshui.
  • Karena bentuknya unik, di Indonesia istilah “bong” jadi identik dengan makam Tionghoa.

Benteng

  • Istilah “benteng” dipakai oleh orang lokal karena makam Tionghoa besar itu mirip benteng kecil: dikelilingi tembok semen/batu dan berbentuk setengah lingkaran.
  • Jadi “benteng” sebenarnya istilah populer / bahasa sehari-hari, bukan istilah resmi dalam tradisi Tionghoa.
  • Biasanya dipakai di kampung-kampung atau desa ketika menunjuk pemakaman Tionghoa.

Dalam peta-peta topografis Hindia Belanda (terutama keluaran Topographische Dienst dan instansi militer sipil lain sejak abad ke-19 hingga awal abad ke-20), pemakaman sering diberi tanda khusus sesuai agama atau komunitasnya. Hal ini penting bagi administrasi kolonial, sebab tiap agama/etnis biasanya memiliki tanah pemakaman sendiri. Secara umum tanda atau lambangnya di peta Hindia Belanda:

Pemakaman Islam

  • Tidak menggunakan salib. Biasanya ditandai dengan bulan sabit kecil, kadang hanya ditulis Moorden / Moslim begraafplaats.
  • Dalam beberapa peta awal, hanya ditulis kata Moorden (serapan dari bahasa Portugis mouro = Moor = Muslim).
  • Bentuk tanda kadang berupa garis pagar kecil menyerupai petak tanah.

Pemakaman Kristen / Kerkhof (Belanda & Eropa)

  • Umumnya diberi simbol salib kecil (†) atau persegi panjang dengan salib.
  • Pada legenda peta sering tertulis Kerkhof, Europeesch Kerkhof, atau Christelijk Kerkhof.
  • Warna biasanya hitam atau abu-abu.

Pemakaman Tionghoa (Chineesche begraafplaats / Boen Bio / Bong Pay)

  • Biasanya ditandai dengan gundukan setengah lingkaran atau tapal kuda (melambangkan bentuk nisan tradisional Tionghoa).
  • Dalam legenda sering tertulis Chineezen Kerkhof.
  • Pada peta perkotaan, areanya luas dan ditandai seperti bukit dengan garis kontur kecil.

Pemakaman Hindu-Budha / Lokal

  • Sangat jarang diberi simbol khusus. Sering hanya ditulis Inlandsche begraafplaats tanpa tanda religius.
  • Terkadang ditandai dengan simbol lingkaran kecil atau area berpagar.

Pemakaman Militer (Eerebegraafplaats / Militair Kerkhof)

  • Ditandai jelas dengan salib dan keterangan Mil. Kerkhof.
  • Dalam beberapa peta abad ke-20 diberi blok kecil dengan salib besar di tengahnya.

Contoh nyata:

  • Pada peta Batavia 1860-an, pemakaman Eropa di Tanah Abang ditandai dengan salib dan tulisan Europeesch Kerkhof.
  • Pada peta Topografische Kaart Soerabaja 1910-an, ada Chinees Kerkhof ditandai dengan bentuk tapal kuda.
  • Pada peta Priangan (Topografische Dienst, ca. 1900), makam Muslim ditulis Moorden.

Jadi, lambang pemakaman di peta Hindia Belanda bukan seragam satu sistem, tapi disesuaikan dengan agama/etnis:

  • Bulan sabit atau tulisan Moorden = Islam
  • Salib = Kristen/Belanda
  • Tapal kuda = Tionghoa
  • Lingkaran/petak = pribumi umum (Hindu-Budha atau lokal)

Koleksi Heraldik Lain

Kuburan Belanda sering disebut Kebon Jahe Kober karena pemakaman tua yang besar itu terletak di wilayah yang bernama Kebon Jahe di Gambir, Jakarta dan "Kober" berasal dari kata dalam bahasa Belanda yang berarti "kuburan" (kerkhof). Nama resmi pemakaman itu sendiri awalnya adalah Kerkhoflaan (1795), yang kemudian menjadi Kebon Jahe Kober karena lokasi dan fungsinya sebagai tempat pemakaman umum.

Museum Taman Prasasti (Jakarta Pusat) menyimpan koleksi batu nisan makam dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20, peninggalan masa VOC, Hindia Belanda hingga awal Republik. Sebagian besar berornamen heraldik (lambang keluarga, perisai, mahkota dan simbol Eropa lainnya). Berikut gambaran jenis, bahan dan bentuknya:

Jenis-jenis Batu Nisan Makam Heraldik

  • Batu nisan makam perisai heraldik → berbentuk perisai Eropa (escutcheon), menampilkan lambang keluarga, motto atau mahkota kebangsawanan.
  • Batu nisan makam figuratif → dilengkapi relief malaikat, cherubim (kepala malaikat bersayap), salib, tengkorak atau simbol kematian (memento mori).
  • Batu nisan makam epitaf → berupa lempengan besar berisi tulisan panjang (bahasa Belanda atau Latin) dengan ornamen heraldik di bagian atas.
  • Batu nisan makam arsitektural → menyerupai gapura, pilaster atau tugu kecil dengan lambang keluarga terpahat di tengah.
  • Batu nisan makam kombinasi lokal-Eropa → menggabungkan gaya heraldik Eropa dengan motif flora-fauna tropis (daun, bunga, merpati).

Bahan-bahan Batu Nisan Makam

  • Batu andesit → umum digunakan karena kuat, berasal dari Jawa Barat.
  • Batu marmer putih → banyak dipakai untuk pejabat tinggi atau keluarga kaya Eropa.
  • Batu granit hitam/abu-abu → kokoh, biasanya untuk tokoh penting.
  • Batu kapur (limestone) → lebih lunak, beberapa koleksi sudah aus.
  • Perunggu/tembaga → biasanya berbentuk plakat epitaf yang ditempel pada batu.
  • Campuran batu dengan logam → ada beberapa dengan ornamen besi cor (wrought iron) melingkupi batu nisan makam.

Bentuk-bentuk Batu Nisan Makam Heraldik

  • Lempengan mendatar (floor stone/zerksteen) → semacam ubin makam dengan ukiran heraldik di permukaan.
  • Tegak (upright headstone) → batu berdiri dengan puncak melengkung, segitiga atau datar, dihiasi perisai keluarga.
  • Sarkofagus gaya Eropa → peti makam dari batu dengan ukiran heraldik di bagian samping atau tutupnya.
  • Obelisk → tugu batu ramping menjulang, biasanya dengan ukiran heraldik kecil di alasnya.
  • Stele berpuncak pediment (seperti kuil klasik) → batu nisan makam berbentuk segitiga di atasnya, dihiasi lambang keluarga.
  • Batu nisan makam berbentuk salib Latin → dengan ornamen heraldik di perpotongan salib.
  • Monumen patung → ada yang berbentuk malaikat atau tokoh suci, dengan heraldik keluarga di bawahnya.

Batu nisan makam heraldik di Museum Taman Prasasti umumnya berasal dari pemindahan dari Kuburan Kebon Jahe Kober (1795–1970-an), sehingga koleksinya mewakili gaya pemakaman Eropa di Batavia selama hampir 300 tahun.

Kuburan Belanda di Purwakarta kemungkinan disebut "kebon jahe" karena kesamaan nama dengan pemakaman kuno di Jakarta Pusat yang juga bernama Kebon Jahe Kober. Kata "kober" berarti kuburan, jadi "Kebon Jahe Kober" secara harfiah berarti "kuburan di kebun jahe". Sebutan ini kemudian bisa saja diadopsi untuk pemakaman Belanda di Purwakarta, terutama jika lokasi pemakaman tersebut juga berada di dekat area yang dikenal atau dulunya kebun jahe.

Penyebab Umum Disebut Kebon Jahe:

  • Kesamaan Nama: Ada pemakaman kuno di Jakarta Pusat yang bernama Kebon Jahe Kober. Seringkali, nama tempat bersejarah disalin atau diadopsi ke lokasi lain yang memiliki karakteristik serupa atau hanya untuk memudahkan penyebutan.
  • Asosiasi dengan "Kober": Kata "kober" sendiri berarti kuburan, dan "Kebon Jahe Kober" adalah nama resmi salah satu kuburan kuno di Jakarta yang berlokasi di kawasan Kebon Jahe.
  • Lokasi yang Relatif Jauh: Pada zaman VOC, lokasi pemakaman Kebon Jahe di Jakarta merupakan area yang jauh dari pusat kota, dan sebutan "kebon jahe" merujuk pada daerah yang saat itu masih merupakan tanah perkebunan. Dengan adanya kesamaan nama ini, sangat mungkin pemakaman Belanda di Purwakarta juga disebut kebon jahe sebagai bentuk dari penamaan yang terus berlanjut atau untuk membedakannya dengan kuburan umum lainnya yang ada di Jakarta.

Penelusuran Sumber Sejarah Primer, Sekunder dan Tersier

Aku menemukan foto Elizabeth Frederika Westenenk—istri pertama Jan Christiaan Bedding—yang dapat diakses publik.

E.F. Westenenk; S.C.M.J. Bouwens, Bibi Cateau Westenenk,Ny. L.C. Westenenk, Klara Kist dan Leo H.W. van Sandick. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.
E.F. Westenenk; S.C.M.J. Bouwens, Bibi Cateau Westenenk,Ny. L.C. Westenenk, Klara Kist dan Leo H.W. van Sandick. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.

Elizabeth Frederika Westenenk
Elizabeth Frederika Westenenk

Elizabeth Frederika Westenenk bertunangan dengan Jan Christiaan Bedding (Aspirant-Controleur Binnenlands Bestuur op Java en Madoera) di Sumedang pada tanggal 31 Maret 1898.

Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia. 04 April 1898.
Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia. 04 April 1898.

Het Nieuws van de dag van Dinsdag 3 Mei 1898 3e blad. Bladzijde 1C.
Het Nieuws van de dag van Dinsdag 3 Mei 1898 3e blad. Bladzijde 1C.

Elizabeth Frederika Westenenk menikah dengan Jan Christiaan Bedding (Sumedang, 31 Mei 1899). Ini terekam dalam daftar peristiwa Hindia Belanda yang didigitalkan.

Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia, 15-05-1899, p. 3.
Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia, 15-05-1899, p. 3.

Elizabeth Frederika Westenenk menikah dengan Jan Christiaan Bedding dan dikaruniai seorang putera.

Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia, 22-03-1900, p. 4.
Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia, 22-03-1900, p. 4.

Putera dari pasangan Elizabeth Frederika Westenenk dan Jan Christiaan Bedding. Pasangan ini memiliki satu puteri yang tercatat, yaitu Willem Christiaan Bedding, tempat lahir di Bandung pada tanggal 20 Maret 1900

Tidak disebutkan adanya putera-puteri lainnya dari pernikahan mereka sebelum Elizabeth Frederika Westenenk meninggal pada tanggal 31 Desember 1903. Jadi, Willem Christiaan Bedding adalah satu-satunya putera yang diketahui lahir dari pasangan tersebut sebelum kematian Elizabeth Frederika Westenenk.

Pada akta nikah putera mereka Willem Christiaan Bedding, 1926, ibu mempelai tercatat Elizabeth Frederika Westenenk—ini menguatkan identitasnya.

Keluarga J.C. Swaving, Keluarga S.C.M.J. Korswagen dan Keluarga J.C. Bedding. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.
Keluarga J.C. Swaving, Keluarga S.C.M.J. Korswagen dan Keluarga J.C. Bedding. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.

Jola Korswagen, Wim (Willem Westenenk), Lientje Hoezoo dan Marietje Hoezoo. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.
Jola Korswagen, Wim (Willem Westenenk), Lientje Hoezoo dan Marietje Hoezoo. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.

Menurut sumber genealogis, Elizabeth Frederika Westenenk—istri pertama Jan Christiaan Bedding—meninggal pada tanggal 31 Desember 1903 di Purwakarta, saat usianya baru sekitar 29–30 tahun. Sayangnya, aku belum menemukan keterangan resmi atau catatan arsip yang menyebutkan penyebab kematiannya secara spesifik.

Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia, 04-01-1904, p. 6.
Bataviaasch Nieuwsblad. Batavia, 04-01-1904, p. 6.

Hal ini cukup umum: catatan kematian periode Hindia Belanda sering kali hanya mencantumkan tanggal dan tempat meninggal, tanpa menyertakan penyebab medis, kecuali untuk kasus-kasus yang tercatat secara hukum ataupun di rumah sakit besar.

Temuan singkat (ringkas dan pasti)

Terdapat catatan genealogis yang menyebut Elizabeth Frederika Westenenk (istri pertama Jan Christiaan Bedding) meninggal 31 Desember 1903 di Purwakarta.

Dari penelusuran arsip digital, aku belum menemukan dokumen daring yang menyebut penyebab kematian secara eksplisit (tidak ada noda yang jelas seperti “overleed aan …” yang muncul di hasil pencarian terbuka). Katalog-katalog dan koleksi koran digital yang relevan ada dan perlu ditelusuri lebih mendalam.

Singkatnya: tanggal dan tempat kematian terkonfirmasi di sumber genealogis, tetapi penyebab kematian tidak tercantum di sumber-sumber daring yang aku temukan.

Kenapa penyebab kematian sering tidak tercantum (penjelasan singkat)

Catatan sipil Hindia Belanda kadang menyebut hanya tanggal/tempat — penyebab dicatat hanya di catatan rumah sakit atau akta kematian tertentu.

Banyak obituari di koran hanya memuat pengumuman duka tanpa rincian medis.

Jika kematian berkaitan dengan komplikasi persalinan, tuberkulosis, demam tropis, malaria atau kolera, kadang hanya dicatat sebagai “overlijden” tanpa detail kecuali jika terjadi wabah atau penyebab hukum.                                                                                                          

Wafatnya Elizabeth Frederika Westenenk pada usia yang relatif muda (29 tahun, 31 Desember 1903 di Purwakarta) memang bertepatan dengan usia perkawinannya yang baru 4 tahun dengan Jan Christiaan Bedding. Dari catatan yang tersedia:

Anak pertama yang jelas tercatat hanyalah Willem Christiaan Bedding (lahir 20 Maret 1900 di Bandung).

Tidak ada data publik/genealogis yang menyebut anak kedua lahir hidup.

Pada masa itu (Hindia Belanda awal 1900-an), kematian ibu muda saat melahirkan sangat umum, baik karena komplikasi persalinan (perdarahan, eklampsia) maupun infeksi nifas.

Jadi, sangat mungkin (meski belum terkonfirmasi dokumen), bahwa wafatnya Elizabeth Frederika Westenenk memang terkait dengan proses melahirkan anak kedua yang tidak selamat. Alasannya:

Umurnya 29 tahun, sangat wajar secara biologis untuk hamil lagi.

Jarak dengan kelahiran anak pertama (1900 → 1903) pas untuk persalinan kedua.

Tidak ada catatan anak kedua yang hidup setelahnya.

Tanggal wafat 31 Desember 1903 bisa jadi bertepatan dengan persalinan yang gagal.

Tetapi: tanpa akta kematian atau catatan gereja/rumah sakit, kita hanya bisa menyimpulkan berdasarkan pola umum dan indikasi genealogis.

Berikut adalah informasi yang berhasil aku temukan mengenai pernikahan kedua Jan Christiaan Bedding, beserta nama anak-anak dari pernikahan tersebut:

Pernikahan Kedua Jan Christiaan Bedding.

Jan Christiaan Bedding menikah untuk kedua kalinya dengan Adriana Josephina Hermina Maria van Rees, pada tanggal 20 November 1906 di Utrecht. Adriana Josephina Hermina Maria van Rees lahir di Utrecht pada tanggal 02 Juni 1881. (Arsip: BS Huwelijk Utrecht 1906, Utrecht, archief 463, inventaris­num­mer 522-03, 20-11-1906, aktenummer 755).

Sementara itu, foto yang tersedia dari lingkungan Jan Christiaan Bedding di Purwakarta adalah Adriana Josephina Hermina Maria van Rees, echtgenote van assistent-resident J.C. Bedding te Poerwakarta. Ini menunjukkan istri Jan Christiaan Bedding saat masa berdinas di Purwakarta.

Putera/puteri dari pernikahan kedua dengan Adriana Josephina Hermina Maria van Rees, diketahui bahwa mereka dikaruniai setidaknya satu puteri Emmy Bedding, lahir di Ambarawa pada tanggal 03 Januari 1909.

De Locomotief. Samarang, 06-01-1909.
De Locomotief. Samarang, 06-01-1909.

Sejauh ini, hanya Emmy yang tercatat sebagai puteri dari pernikahan ini. Tidak ditemukan catatan publik mengenai putera-puteri lain dari pasangan tersebut dalam sumber yang tersedia saat ini.

Jan Christiaan Bedding, Adriana Josephina Hermina Maria van Rees dan Emmy Bedding. Koleksi KITLV.
Jan Christiaan Bedding, Adriana Josephina Hermina Maria van Rees dan Emmy Bedding. Koleksi KITLV.

Jan Christiaan Bedding, Adriana Josephina Hermina Maria van Rees

dan Emmy Bedding. Koleksi KITLV.

Ringkasan Tabel

Pernikahan

Tanggal dan Tempat

Istri

Anak-anak yang diketahui

Pertama

31 Mei 1899 di Sumedang

Elizabeth Frederika Westenenk (Betsy)

Willem Christiaan Bedding (1900)

Kedua

20 November 1906 di Utrecht

Adriana Josephina Hermina Maria van Rees

Emmy Bedding (1909)

 Rangkuman dan Relevansi

Pernikahan kedua dengan Adriana van Rees terjadi sekitar 3 (tiga) tahun setelah kematian istrinya Elizabeth Frederika Westenenk (31 Desember 1903), tepatnya pada tanggal 20 November 1906.

Dari hubungan kedua ini, Emmy Bedding adalah anak yang muncul dalam catatan genealogi, lahir dengan selamat sekitar 2 (dua) tahun setelah pernikahan.

Belum ditemukan indikasi atau catatan tentang anak-anak lain—baik yang lahir selamat maupun yang mungkin meninggal saat lahir.

J.C. Bedding, J.L. Loubèle, J.D. Jaquet dab T.H. Poelman. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.
J.C. Bedding, J.L. Loubèle, J.D. Jaquet dab T.H. Poelman. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.

Jan Christiaan Bedding

Lahir 07 Maret 1872 di Zevenbergen, Brabant Utara, Belanda. Meninggal 15 Januari 1958 pada usia 85 tahun di Den Haag, Holland Selatan, Belanda. Ia putra dari Wilhelmus Christiaan Bedding dan Gijsterdina Hendrika Middeldorp.

Karier di Hindia Belanda

  • Pada tanggal 21 November 1893, ia ditempatkan di bawah kendali Direktur Urusan Dalam Negeri.
  • Pada tanggal 18 April 1894, ia diangkat menjadi Inspektur Magang dan ditugaskan ke Asisten Residen Sukabumi.
  • Pada tanggal 12 Oktober 1899, ia diangkat menjadi Inspektur Kelas 2, tetapi tetap ditempatkan di Priangan.
  • Pada tanggal 30 Januari 1900, ia diangkat menjadi Inspektur dan ditugaskan ke Krawang.
  • Pada tanggal 03 Maret 1906, ia diberikan cuti selama satu tahun untuk kembali ke Belanda guna menjalani dinas jangka panjang.
  • Pada tahun 1907, ia diangkat menjadi Kontrolir dengan ketentuan, bahwa ia akan ditempatkan di Ambarawa.
  • Pada tahun 1908, ia ditugaskan ke Karesidenan Besoeki. Namun, pengangkatan ini dicabut dan pada tahun 1909, ia ditugaskan ke Karesidenan Banten.
  • Pada tahun 1910, ia dipindahkan ke Kediri dan Surabaya.
  • Pada tanggal 27 Juli 1911, ia diangkat menjadi Asisten Residen Krawang.
  • Pada tanggal 05 Agustus 1916, ia diberikan cuti selama sebelas bulan untuk kembali ke Belanda guna menjalani dinas jangka panjang.
  • Pada tanggal 26 Oktober 1918, ia ditugaskan sementara ke Direktur Dalam Negeri. Kemudian, ia ditugaskan ke Residen Kediri.
  • Pada tanggal 31 Desember 1918, ia diangkat menjadi Asisten Residen Boyolali.
  • Pada tanggal 19 Maret 1920, ia menjadi Asisten Residen Blitar.
  • Pada tanggal 06 Maret 1922, ia menjadi Residen Banten.
  • Pada tanggal 18 April 1925, ia diberhentikan dengan hormat atas permintaan.

Inventaris van het archief van het Ministerie van Koloniën: Stamboeken Burgerlijke Ambtenaren, 1836-1936
Inventaris van het archief van het Ministerie van Koloniën: Stamboeken Burgerlijke Ambtenaren, 1836-1936

Pernikahan dan Keluarga

Ia menikah pertama kali pada tanggal 31 Mei 1899 di Sumedang dengan Elizabeth Frederika (Betsy) Westenenk. Sejauh yang diketahui, ia memiliki anak-anak berikut darinya: Willem Christiaan Bedding pada tanggal 20 Maret 1900 di Bandung.

Betsy meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1903 di Purwakarta. Ia menikah lagi pada tanggal 20 November 1906 di Utrecht dengan Adriana Josephina Hermina Maria van Rees. Sejauh yang diketahui, ia memiliki anak-anak berikut bersamanya: Emmy Bedding pada tanggal 03 Januari 1909 di Ambarawa.

Ayah dari Jan Christiaan Bedding adalah Wilhelmus Christiaan Bedding yang lahir 1835 di Amsterdam, Holland, Nederland. Ia menikah pada tanggal 20 November 1861 di Rotterdam dengan Gijsberdina Hendrika Middeldorp. Dari pernikahan tersebut, sejauh yang diketahui, mereka memiliki anak-anak berikut:

Wilhelmus Elias Bedding, lahir 17 September 1862 di Rotterdam

Wilhelmus Elias Johan Bedding, lahir 31 Desember 1863 di Rotterdam

Gijsberdina Frederika Bedding, lahir 10 Januari 1866 di Delfshaven

Anna Margaretha Bedding, lahir 4 Desember 1867 di Zevenbergen

Frederik Jan Willem Bedding, lahir 6 Agustus 1870 di Zevenbergen

Jan Christiaan Bedding, lahir 7 Maret 1872 di Zevenbergen

Victorine Christine Bedding, lahir 26 April 1875 di Zevenbergen

Istrinya meninggal pada tanggal 29 April 1875 di Zevenbergen. Ia kemudian menikah lagi dengan … (nama dan tempat pernikahan tidak tercatat).

Willem Christiaan Bedding lahir pada tanggal 20 Maret 1900 di Kota Bandung, Jawa Barat, Hindia Belanda sebagai putra dari Jan Christiaan Bedding dan Elizabeth Frederika Westenenk. Ia menikah dengan Nora Thal Larsen pada tanggal 01 Maret 1926 di Wageningen, Gelderland, Belanda. Dari pernikahan tersebut, mereka memiliki setidaknya seorang putri, Roswita Anelise Bedding. Pada tahun 1952, ia berimigrasi ke Rio de Janeiro, Brasil. Ia meninggal pada tanggal 27 Februari 1984 di Den Haag, Zuid-Holland, Belanda, pada usia 83 tahun.

Nora Thal Larsen lahir pada tanggal 06 November 1901 di Kediri, Jawa Timur, Hindia Belanda. Saat itu, ayahnya, Johannes Herman Thal Larsen, berusia 31 tahun dan ibunya, Anna Sobels, berusia 35 tahun. Ia menikah dengan Willem Christiaan Bedding pada tanggal 01 Maret 1926 di Wageningen, Gelderland, Belanda. Dari pernikahan tersebut, mereka memiliki setidaknya seorang putri, Roswita Anelise Bedding. Ia meninggal pada tanggal 26 Februari 1976 di Amsterdam, Noord-Holland, Belanda, pada usia 74 tahun.

Frederik Bedding, F.J.L. Bedding-Hoeke dan putera-puteri, J.C. Bedding, Emmy Bedding dan A.J.H.M. Bedding-van Rees. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.
Frederik Bedding, F.J.L. Bedding-Hoeke dan putera-puteri, J.C. Bedding, Emmy Bedding dan A.J.H.M. Bedding-van Rees. Album J.C. Bedding. Koleksi KITLV.

Kematian Jan Christiaan Bedding

“Hari ini, dengan penuh duka yang mendalam, ayah, ayah mertua, kakek dan buyut kami tercinta meninggal dunia secara tiba-tiba pada usia 85 tahun.

JAN CHRISTIAAN BEDDING

Mantan Residen  Banten

Suami dari Adriana Josephina Hermina Maria v. Rees dan

Suami dari Elizabeth Frederika Westenenk.

Amsterdam: Ir. W. Ch. Bedding

N. Bedding-Thal Larsen

Den Haag: Mr. E. de Roock-Bedding

Dr. J. D. de Roock

Cucu dan

Cicit

Den Haag, 15 Januari 1958.

Stadhoudersplantsoen 212.

Kremasi dijadwalkan berlangsung di krematorium di Veisen pada hari Senin, 20 Desember, setelah kereta tiba pukul 10.34 di halte Driehuis-Westerveld. Keberangkatan dari rumah duka Fred. Hendrikisan 7 pukul 09.00.

Jam besuk di rumah duka adalah dari pukul 10 pagi hingga 12 siang, dan dari pukul 2 siang hingga 5 sore. Hari Minggu, dari pukul 11 pagi hingga 1 siang.

Tidak ada pengunjung pada hari Kamis.

Pemberitahuan umum dan tunggal.

Algemeen Handelsblad van Vrijdag 17 Januari 1958.
Algemeen Handelsblad van Vrijdag 17 Januari 1958.

BS Overlijden Ambtenaar van de burgerlijke stand van de gemeente 's-Gravenhage
BS Overlijden Ambtenaar van de burgerlijke stand van de gemeente 's-Gravenhage

BS Overlijden Ambtenaar van de burgerlijke stand van de gemeente 's-Gravenhage, 's-Gravenhage, archief 335-01, inventaris­num­mer 1771, 15-01-1958, Overlijdensakten Den Haag, aktenummer A141.

0335-01.1771 Overlijdensakten Den Haag

Overlijdensakte Jan Christiaan Bedding

Aktenummer:  A141

Akteplaats: 's-Gravenhage

Overlijdensdatum: 15-01-1958

Overlijdensplaats: 's-Gravenhage

Overledene: Jan Christiaan Bedding  

Toegangsnummer: 0335-01 Ambtenaar van de burgerlijke stand van de gemeente 's-Gravenhage

Inventarisnummer: 1771

 0335-01.1771 Death certificates The Hague

Death certificate Jan Christiaan Bedding

File number : A141

Location of deed: The Hague

Date of death: January 15, 1958

Place of death: The Hague

Deceased: Jan Christiaan Bedding  

Access number : 0335-01 Civil Registrar of the Municipality of The Hague

Inventory number : 1771

Purwakarta, 27 Agustus 2025 – 27 September 2025.

(R.M.A. Ahmad Said Widodo)

 

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun