Sejarah teh di bumi Nusantara berawal mula dari sejak masuknya tanaman teh yang berupa biji teh dari Jepang ke Nusantara pada tahun 1684. Teh tersebut dibawa ke Batavia oleh Andreas Cleyer yang merupakan seorang dokter, pengajar, naturalis dan ahli botani serta saudagar di VOC yang berkebangsaan Jerman. Ia membawa serta tanaman teh itu dan ditanam di depan rumahnya di Batavia. Pengawas kebunnya Georg Meister, dalam bukunya Der Orientalisch Indianische Kunst und Lust Gärtner, yang diterbitkan di Dresden pada tahun 1692, berbicara tentang pohon teh.
Pada saat itu teh hanya dijadikan sebagai tanaman hias, belum diperdagangkan secara komersial. Pendeta Francois Valentijn pada tahun 1694 melaporkan telah melihat perdu teh muda yang tumbuh di taman istana Gubernur Jendral Joannes Camphuys (18 Juli 1634 – 18 Juli 1695) di Batavia.
Teh baru mendapat perhatian serius dari pemerintah VOC pada tahun 1728 dengan mendatangkan biji teh dari China dalam jumlah banyak agar mereka menanam teh sendiri, namun rencana tersebut dengan cepat dibatalkan karena kurang berhasil.
Hampir seabad kemudian, pada tahun 1824, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengutus Philipp Franz Balthasar von Siebold (17 Februari 1796 – 18 Oktober 1866) membawa berbagai jenis tanaman. Staf Perwakilan Belanda di Dejima, Jepang tersebut juga mengenalkan usaha pembudidayaan teh dengan bibit asal Jepang.
Hingga pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam untuk melengkapi koleksi Kebun Raya Bogor yang dipimpin oleh Karl Ludwig, Ritter von Blume pengganti Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt. Setahun kemudian, 1827 Â teh ditanam di kebun percobaan Cisurupan (Garut) di bawah kaki Gunung Papandayan dan Wanayasa (Purwakarta) di kaki Gunung Burangrang, Jawa Barat.Â
Laporan Komite Utama Pertanian tahun 1829 melaporkan penanaman perkebunan 2.783 batang pohon teh di Wanayasa. Menurut Jacobus Anne van der Chijs, tahun-tahun berikut ini dihabiskan di atas lahan tanah: 5.000 batang pohon teh, 119.000 batang pohon teh, 425.000 batang pohon teh (pada tahun 1832, pasokan besar pertama dari Cina oleh Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson dan juga dari Jepang), 415.000 batang pohon teh (pada tahun 1833, pengiriman besar dari Jepang); total pada akhir tahun 1833: 964.000 batang pohon teh.
Mari kita asumsikan, bahwa ini batang-batang pohon teh sebenarnya ada di sana dan ditanam pada jarak 5x5 kaki (ini adalah saran J.I.L.L. Jacobson, yang lain menemukan 6x6 atau 2x3 lebih baik daripada saran Jacobson. Lebih dari 300 batang pohon teh akan ditanam di sini pada satu waktu. Selain itu, pada tahun 1830 sudah ada pabrik teh kecil dengan 4 tungku di Wanajasa, (mungkin) yang pertama kali dibangun di Jawa dilengkapi dengan semua bahan untuk pengemasan teh. Pabrik teh pertama di Hindia Belanda didirikan pada tahun 1830, (tempatnya berada di Kampung Parakanceuri, Desa Pusakamulya, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta sekarang) dahulu perkebunan teh berlokasi di wilayah Tandjakanpoespa, Pameungpeuk, Babakan, Ganasoli. Lebakpakoe dan lain-lain di Wanayasa.
Sangat tertarik dengan keberhasilan perdagangan teh dari Tiongkok, Jepang dan Taiwan di pasaran Eropa, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengirim seorang Belanda keturunan Yahudi, Jacob Izaac Levy Jacobson untuk belajar tentang hal ikhwal pengolahan teh di Tiongkok. Pakar penguji teh dari Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) tersebut kembali tiba sekitar pergantian tahun 1832/33 dengan antara lain 7 (tujuh) juta biji teh dan 15 (lima belas) orang Tionghoa Makau: 1 (satu) orang ahli teh, 2 (dua) orang pembuat teh hitam, 2 (dua) orang pembuat teh hijau, 2 (dua) orang tukang kayu, 1 (satu) orang pembuat stiker, 2 (dua) orang pelukis, 2 (dua) orang tukang timah dan 3 (tiga) orang pembuat kertas.
Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch telah menginstruksikan warga Banten untuk melepaskan tembakan dan mengibarkan bendera begitu kapal Nederlandsche Handel Maatschappij tiba di pelabuhan Anyer. Orang Tionghoa itu harus segera diturunkan dari kapal dan diantar ke Batavia dengan kuda pos. Mereka melanjutkan perjalan ke perkebunan teh Wanajasa di Krawang, tempat Jacob Izaac Levy Jacobson memegang kekuasaan di bawah pemerintahan Residen Guillaume de Serière.