Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Perang Takjil: Semarak Toleransi dan Kedermawanan di Bulan Ramadan 1445 H

19 Maret 2024   07:36 Diperbarui: 19 Maret 2024   07:48 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/agussolihin1928 

Ramadhan 2024 tidak hanya ditandai oleh pelaksanaan ibadah puasa, tetapi juga oleh fenomena menarik yang dikenal sebagai "perang takjil." Ungkapan "Bagimu Agamamu,  Takjilmu juga Takjilku" ramai ditemukan di berbagai platform media sosial, menggambarkan antusiasme umat non-Muslim dalam berpartisipasi dalam kegiatan berburu takjil bersama umat Muslim. Respons positif terhadap konten perang takjil menunjukkan sebuah bentuk toleransi yang diapresiasi oleh banyak warganet. Perang takjil adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan interaksi antara umat Muslim dan non-Muslim selama bulan Ramadhan, di mana umat non-Muslim ikut berpartisipasi dalam memberikan atau membeli takjil kepada umat Muslim yang sedang berpuasa. Takjil sendiri merupakan makanan atau minuman ringan yang biasanya dikonsumsi untuk berbuka puasa. Melalui perang takjil, tercipta sebuah atmosfer saling pengertian dan kebersamaan antara berbagai kelompok agama dalam masyarakat.

Ungkapan "Bagimu Agamamu, Takjilmu juga Takjilku" mencerminkan semangat saling mendukung dan mempererat tali persaudaraan antarumat beragama. Hal ini menjadi sebuah simbol dari semangat gotong royong dan saling menghormati antarumat beragama yang ada di Indonesia. Dalam konteks ini, perang takjil bukan hanya sekadar kegiatan ekonomi, tetapi juga sebuah wujud nyata dari toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Reaksi positif dari warganet terhadap perang takjil menunjukkan bahwa masyarakat menghargai inisiatif untuk memperkuat kerukunan antarumat beragama. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan dampak ekonomi positif, di mana dagangan penjual takjil menjadi laris dan membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan berpartisipasi dalam perang takjil, umat non-Muslim juga berkontribusi dalam mendukung perekonomian lokal dan memberikan manfaat bagi penjual takjil serta UMKM lainnya.

"Dagangan penjual takjil jadi laris, bantu UMKM, dan siapa tahu jadi bisa bikin mereka cepet pulang, buka puasa di rumah sama keluarganya," kata seorang pengguna X, dulunya Twitter, baru-baru ini.

Lebih lanjut, adanya partisipasi umat non-Muslim dalam perang takjil juga diharapkan dapat menciptakan suasana yang lebih kondusif dan mempercepat proses berbuka puasa bagi umat Muslim, sehingga mereka dapat lebih cepat pulang dan menikmati berbuka puasa bersama keluarga di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa perang takjil tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga memberikan kontribusi positif dalam mempererat hubungan antarumat beragama serta memperkokoh nilai-nilai persaudaraan dan kebersamaan dalam masyarakat Indonesia.

Tidak jarang, konten mengenai berburu takjil, di mana kebanyakan skenarionya menggambarkan umat Muslim yang kehabisan takjil, direspons dengan berbagai candaan. 

"Biarin aja nanti pas Imlek kita borong jeruknya biar mereka sembahyang pake (minuman jeruk) instan," kelakar seorang warganet.

Seiring berjalannya waktu, cerita ini menyebar tidak hanya sebagai perang takjil semata, tetapi juga sebagai ajakan untuk memesan tempat buka puasa bersama. 

"Enggak puasa sih, tapi jadwal bukber udah hampir penuh," ujar seorang pengguna Instagram.

 Fenomena ini menunjukkan bahwa lebih dari sekadar mencari kuliner, "perang takjil" menjadi simbol toleransi dan kedermawanan di bulan penuh berkah ini. Tradisi berbagi takjil tidak hanya didasari oleh anjuran agama, tetapi juga merupakan bentuk konkret dari kepedulian terhadap sesama. Melalui candaan dan ajakan untuk memesan tempat buka puasa bersama, tergambar semangat saling menghargai dan kebersamaan antarumat beragama. Dalam konteks ini, kehadiran umat non-Muslim yang turut serta dalam perang takjil bukanlah sekadar tindakan konsumtif, melainkan juga sebagai bentuk partisipasi dalam memperkuat ikatan sosial dan toleransi di masyarakat.

Dalam suasana yang penuh dengan keceriaan dan candaan, perang takjil menjadi wahana untuk memupuk rasa saling pengertian dan persahabatan antarumat beragama. Candaan-candaan seperti "borong jeruk" untuk Imlek sebagai balasan atas kehabisan takjil oleh umat Muslim menggambarkan bahwa humor dapat digunakan sebagai alat untuk menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang agama dan budaya. Pentingnya tradisi berbagi takjil juga terlihat dalam upaya mempersiapkan tempat untuk buka puasa bersama, meskipun tidak semua pesertanya menjalani puasa. Hal ini menegaskan bahwa semangat berbagi dan kebersamaan tidak terbatas hanya pada praktik ibadah tertentu, tetapi juga dapat dilakukan melalui tindakan nyata yang menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan sesama. Dengan demikian, perang takjil bukan hanya menjadi momentum untuk menikmati berbagai hidangan ringan, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat toleransi, persahabatan, dan kepedulian sosial di tengah-tengah masyarakat yang multikultural dan multiagama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun