Dalam pandangan Islam, Allah adalah pencipta manusia, kehidupan dan manusia yang telah memberikan blue print dan road map agar kehidupan dunia ini konstruktif. Hal ini menegaskan bahwa Allah lah sumber ilmu dan kebenaran yang terwujud dalam ayat qauliyah dan qauniyah. Paradigma inilah yang harus menjadi pijakan dalam merumuskan ontologi, epistemologi dan aksiologi peradaban bangsa.
Istilah peradaban berasal dari kata adab yang merupakan kata dari khasanah Islam. Adab oleh Al Attas dideskripsikan seperti orang yang bersikap baik dalam sebuah undangan jamuan makan. Begitupun dalam kehidupan, hakikatnya manusia adalah berada dalam jamuan makan atas undangan Allah. Adab adalah tatkala manusia patuh dan taat kepada Allah berdasarkan ilmu dan iman.
Indonesia, yang meyakini Pancasila sebagai pijakan moralitas menyatakan sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara filosofis tentu saja bangsa ini harus terus mencerdaskan kehidupan bangsa berbasis adab. Epistemologi adab hanya bisa ditemukan dalam referensi Islam. Terlebih lagi ketika Indonesia mayoritas beragama Islam.
Integritas adalah sejumlah prinsip moralitas yang membawa kebaikan dan kemuliaan. Karakter ini bukan hanya harus dimiliki oleh kaum intelektual, namun lebih utama lagi dimiliki oleh para pemimpin bangsa. Hal ini penting, sebab seorang pemimpin terdapat tanggungjawab besar bagi kebaikan rakyat dan bangsanya melalui berbagai kebijakan politik.
President dari Reflections Ministries, Atlanta, Dr. Kenneth Boa memberikan ilustrasi dan penegasan soal integritas bagi pemimpin. Dia menempatkan integritas sebagai lawan dari kemunafikan. Karakter munafik menurutnya, tidaklah qualified untuk membimbing orang-orang lain guna mencapai kebaikan yang lebih tinggi. Dengan demikian integritas pemimpin menduduki posisi penting, selain integritas seorang intelektual.
Integritas itu bermuara kepada karakter berbasis nilai, sebagaimana kepemimpinan Rasulullah yang didasarkan oleh kejujuran, amanah, menyampaikan kebenaran dan memiliki kecerdasan. Kepemimpinan bangsa yang memiliki integritas harus ditpang oleh integritas ulama dan kaum intelektual. Keduanya berjalan seiring sejalan demi kebaikan dan kemuliaan bangsa.
Karena itu, Â adalah penting membangun integritas intelektual para ilmuwan. Integritas intelektual berpijak kepada nilai-nilai etis yang akan membawa kepada kebaikan dan kemuliaan. Sebaliknya, intelektualitas tanpa integritas berarti suatu bangsa telah kehilangan nilai kejujuran, kredibilitas dan sederet karakter mulia lainnya. Baik kaum intelektual atau ulama maupun penguasa wajib hukumnya memiliki integritas intelektual karena sangat berperan membawa arah suatu bangsa dan peradabannya.Â
(AhmadSastra,KotaHujan,04/04/22 : 09.24 WIB)