Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjadi Warga Negara yang Baik

19 Februari 2024   14:45 Diperbarui: 19 Februari 2024   15:19 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

            Kehidupan bernegara sebagian besar masyarakat bangsa ini (Negara Republik Indonesia)  masih sangat memprihatinkan. Istilah yang penulis gunakan adalah "kita belum dewasa dalam bernegara". Betapa sesama warga negara kita masih saling dendam, masih saling membenci, masih saling salah menyalah bahkan saling membunuh satau sama lain. Kita paling senang untuk membuat saudara-saudara kita menderita atau tersiksa. Contohnya hanya gara-gara hal yang sederhana kita dengan mudahnya melaporkan saudara kita ke polisi agar di penjara. Seakan kita hidup dengan selogam, "senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang". Coba kita lihat berbagai peristiwa yang melingkup proses pemilihan presiden dan pemilihan legislatif di Tahun 2024 yang masih sedang berjalan betapa nyata meperlihatkan hal di atas.

            Berbagai pristiwa yang terjadi di tengah masyarakat jelas menunjukkan betapa kita sebagai bangsa belum dewasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terlebih lagi bila hal ini kita bawa ke ranah kompetisi atau yang lebih di kenal dengan kontestasi untuk merebut berbagai jabatan politik, jabatan publik baik di tingkat pusat hingga tingkat daerah. Semuanya di warnai dengan berbagai intrik-intrik yang lagi-lagi menunjukkan kalau kita belum dewasa dalam bernegara. Pertemuan Presiden Jokowi dengan tokoh lintas agama (16 Mei 2017) telah menegaskan bahwa: "Jangan saling menghujat karena kita bersaudara, jangan saling jelekkan karena kita bersaudara, jangan saling fitnah karena kita bersaudara, jangan saling menolak karena kita bersaudara, jangan saling mendemo, habis energi kita untuk hal-hal seperti itu, karena kita bersaudara".  Pertemuan tersebut juga telah menyepakati bahwa  Jokowi dan para tokoh lintas agama tidak ingin ada perpecahan bangsa yang berdasarkan agama. Dia berharap semua pihak sama-sama menjaga persatuan, kesatuan dan keutuhan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

            Pada saat seseorang mulai di munculkan atau di proyeksikan untuk menjajal kemungkinan untuk menjadi presiden, menjadi kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota), ketua partai, rektor dan berbagai jabatan lainnya, maka otomatis lawan-lawannya atau kompetitornya bersama-sama dengan segenap pendukungnya beserta buzzernya akan menyebar ranjau dan berbagai bentuk serangan untuk mencegah atau menjelek-jelekkan yang bersangkutan agar tidak mendapat dukungan dari masyarakat untuk terpilih sebagai kepala daerah.

            Pada sisi lain kandidat tersebut akan senantiasa mendapatkan caci maki sejak bangun tidur hingga kembali tidur. Seolah kehidupan pribadi dan keluarganya tidak ada baiknya. Segala upaya menjelekkan dan berbagai kampanye hitam akan disebarkan kemana-mana. Kenapa Negara yang ber Pancasila dan sangat menjunjung nilai-nilai akhlaqiah ini bisa seperti itu. Bukan kah dari sisi nilai-nilai agama (semua agama) sangat membenci dan melarang untuk saling menjelekkan dan menghinakan. Dalam nilai-nilai ajaran Agama Islam misalnya jelas di ingatkan di dalam Surat Al-Hujurat ayat 12 bahwa: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka  adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain".

Pada hadits Nabi yang di riwayatkan oleh Buchari dan Muslim bahwa: "Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara". Pada hadits lain juga dijelaskan bahwa: "Janganlah kalian meneliti aurat (aib) kaum muslimin dan janganlah kalian menyelidikinya". Dalam ajaran Nasrani dinyatakan (Yohanes 4:21) bahwa: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya. (Yohanes 13:34) bahwa: Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.

            Dengan demikian sejatinya biarkanlah semua berjalan secara alamiah jangan di rusak kemulian kehidupan ini dengan saling mencaci dan menjelekkan satau sama lain. Biarlah semua berjalan pada koridornya dengan cara berlomba-lomba berbuat kebaikan sesuai dengan tugas dan peran kita masing-masing. Marilah kita berlomba dan bersaing secara sehat biarlah masyarakat yang menilainya secara objektif sesuai dengan hati nuraninya. Jangan pula kemudian masyarakat di ajak atau diseruh untuk secara beramai-ramai untuk menyebar kebencian apalagi dengan cara-cara iblis. Rela menyebarkan uang haram (sogokan) agar mau bersama-sama membenci seorang kandidat.

Bukankah kompetisi atau kontestasih yang damai dan menyejukkan nantinya juga pasti akan menghasilkan pimpinan atau orang-orang terpilih yang memang kita dambakan bersama. Keterpilihan atau pemenang dalam kompetisi damai pasti tidak akan menimbulkan konflik antara yang terpilih dengan yang tidak terpilih oleh karena semuanya berjalan secara baik, secara damai dan secara jujur serta objektif. Terlebih lagi para penyelenggara pemilihan dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum yang menjadi ujung tombak penegak asas jujur dan adil.

Sejatinya biarkanlah demokrasi itu berjalan sesuai dengan hukum alamnya. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia (Gunawan dan Ary, 2008). Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan revolusi. Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bapak Proklamator Bung Hatta telah mengingatkan bahwa: "Demokrasi bisa tertindas sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul kembali dengan keinsyafan" (Bung Hatta dalam Demokrasi Kita, 1966).

            Menyaksikan anak-anak bangsa yang dewasa dalam bernegara, rasanya masih dalam ranah mimpi bila kita melihat realitas masyarakat kita hingga sekarang. Ini sesungguhnya akibat dari masih jauhnya jarak antara ide (das sollen) dan realitas (das sein) bahkan cenderung bertentangan.  Mulai dari lembaga-lembaga Negara yang menjadi pelaksana pemilihan (KPU dan Bawaslu), para kontestan dengan institusi pendukungnya demikian juga kultur masyarakat kita belum mendukung hal ini. Unsur-unsur kehidupan bermasyarakat sebagaimana dikemukakan justru masih saling curiga mencurigai oleh karena memang di dalam melaksanakan tugas-tugasnya belum dilaksanakan dengan sebaik-baiknya secara jujur dan objektif.

Bagaimana mungkin komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih bisa di sogok demikian juga dengan Bawaslu dan yang lainnya. Meskipun demikian tentu kita tetap berharap agar hal ini dapat kita tegakkan secara perlahan. Tahap demi tahap seharusnya kita semua berjanji untuk melakukan berbagai hal yang menjadi tugas dan fungsi kita secara benar dan baik serta semuanya dilakukan dengan tidak ada maksud dan tujuan lain kecuali untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa guna kebaikan dan kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.#

 

Oleh: Ahkam Jayadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun