Mohon tunggu...
Agus Sastranegara
Agus Sastranegara Mohon Tunggu... Administrasi - bukan pujangga, hanya pemuja kata

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mantan Terindah-2 (Seperti Kekasihku)

1 Maret 2018   00:51 Diperbarui: 1 Maret 2018   01:05 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini langit tampak cerah, udara pagi berhembus pelan menerpa wajahku. Cahaya mentari di ufuk timur membelah keheningan langit yang sunyi, layaknya hati ini. Entah berapa tahun kulewatkan tanpa ada rasa, waktu berjalan melambat bersama kehilangan yang kurasa. Kubasuh wajah lelah dengan guratan-guratan karena lelah dalam penantian. Kulewatkan waktu demi waktu dengan hati yang tak terisi. dua tahun kita berjauhan, terbentang jarang diantara kita. Bukan lautan yang memisahkan kita, tapi ikatan batin ini mulai renggang bersama keputusasaan. 

Enytah berapa lembar surat kutulis untukmu, berapa kali kulabuhkan harapan dalam setiap tinta kertas berwarna ungu yang menjadi warna kesukaaanmu. Tengah malam, ketika kurindu kutuangkan kerinduan ini dalam rangkaian kata-kata. Kutulis puisi terindah agar engkau tau betapa kumerindukanmu. Kumenunggumu dengan penuh harap, kubermimpi engkau kan membalas satu saja dari ratusan surat yang kukirimkan kerumahmu.  namun, sampai detik ini semua hanyalah harapan yang sia-sia, sampai kudengar kabar yang meruntuhkan segala kekuatan hatiku. bak petir menggelegar disiang ini, kudengar engkau sudah ada penggantiku, dia teman kuliahmu disana. kutak bisa menggambarkan bagaimana hancurnya hatiku saat itu, penantian ini sia-sia. setega itukah engkau meninggalkanku?.  Dengan hati yang remuk redam kubangkit dalam lamunan, berusaha berjalan tanpa pegangan. Goyah dan tanpa tujuan, kulalui hari demi hari, kuhapus semua kenangan bersamamu. melangkah dan kuterus berusaha, walau serpihan hati ini masih belum bisa menyatu kembali, kuhidup tanpa jiwa. 

Tujuh belas tahun berlalu, kucoba membangun hidup baruku. Separuh jiwa ini masih mengingatmu, sedangkan separuh lagi melayang dalam langkah tak pasti. Walau tiap malamku tak pernah berlalu tanpa bayangmu, namun kuberusaha tegar menjalaninya. Kutau engkau telah memeilihnya daripadaku. Sekuat apapun kuberusaha, toh kamu sudah bersamanya dengan alasan yang tidak pernah kupahami. Seperti biasa kulangkahkan kakiku menuju melewati gedung kampus dimana kubekerja. Hari ini hari pertama perkuliahan dimuali, dengan perlahan kumelangkah kedalam kelas ruang 201. 

"selamat pagi semua" sapaku

"selamat pagi pak" jawab mahasiswa dan mahasiswi kompak

"baiklah, hari ini adalah hari pertama kuliah, jadi saya akan menjelaskan kontrak kuliah dan perkenalan"

kuberhenti sejenak, kuambil buku absen dan mulai kupanggil sati persatu nama mahasiswa dan mahasiswiku.

" nanti, bagi yang namanya diipanggil, silahkan perkenalkan nama, alamat dan asal daerah" sambungku

betigutulah, satu persatu mereka memerkenalkan dirinya, dan sampai di sebuah nama perhatianku terpecah

"Nama saya Ratna Dewi, saya berasal dari Jawa Tengah" suaranya begitu lembut, hampir tidak terdengar malah. Setiap berbicara, ia selalu menyempatkan tersenyum tipis. Lesung pipit di pipinya membuat hayalku melayang melintasi waktu yang telah berlalu. Parasnya ayu, terlihat sederhana, alisnya lebat dan senyumannya itu benar-benar membawaku kemasa lalu. Pada saat mata kami saling beradu, ada getar aneh yang menjalar dalam diri ini.  Kubuang jauh-jauh rasa yang tidak biasa ini, kulanjutkan perkuliahaan dengan membahas tentang kontrak kuliah pada kesempatan kali ini. Entah mengapa kutakberani mentap matanya, selama hidupku, belum pernah kumengalami hal seperti ini.

Perkuliahan sore ini berakhir, kebetulan sudah tidak ada jam lagi dan kupergunakan waktukuuntuk duduk di kantin. Kupesan kopi hitam kesukaaanku, sedikit gula akan lebih baik. Kubertanya-tanya dalam hati megapa pikiranku selalu meimirkan sesosok wajah manis didalam kelas tadi. wajag polos itu, tatapan mata teduh dan suara yang lembut itu mengingatkanku kepada seorang perempuan yang pernah bertahta dihatiku. Perempuan yang pernah membuatku bahadia, tersenyum sekaligus perempuan yang membuatku tidak percaya lagi yang dinamakan cinta. Apakah ini kebetulan atau bagaimana, meggapa wajahnya mirip sekali, setahuku dia tidak punya adik ataupun saudara kembar. Mungkin karena jam istorahat, makanya kantin begitu ramai, tempat duduk hanya tersisa satu sampai seorang perempuan bertubuh ramping duduk didepanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun