Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tunggu Pengumuman, Sempat Bertahan 7 Jam di Stasiun Gambir

22 Oktober 2023   15:18 Diperbarui: 26 Oktober 2023   18:01 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Para penerima Kompasiana Awards 2022. (Foto: KOMPAS.COM/ZINTAN PRIHATINI) 

Kaget dan setengah gak percaya. Begitu saat saya membaca email yang dikirim dari akun Event Kompasiana.

Dalam pesannya, Kompasiana memberi ucapan selamat. Juga memberikan kabar kalau nama saya masuk calon penerima penghargaan Kompasiana Award 2022 kategori Nomine Best In Citizen Journalism.

Saya makin penasaran, di email tersebut juga ditanyakan kesediaan saya: apakah bisa menghadiri acara tersebut atau menunjuk orang yang mewakili. Acaranya bakal digelar di Bentara Budaya, Jakarta Barat.

Saya lumayan paham Bentara Budaya. Saya pernah berkunjung ke sana, sekitar tahun 1994. Kala itu, saya ikut pelatihan Jurnalistik Lanjutan yang diadakan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang jadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah).

Di pelatihan itu, pesertanya para mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Di sela pelatihan, kami mendapat kesempatan mengunjungi dapur Redaksi Harian Kompas dan Bentara Budaya.


Di sana, saya bertemu Mas Sujiwo Tedjo, waktu itu ia masih jadi redaktur yang mengasuh rubrik budaya. Juga Mas Ninok Leksono, saya lupa jabatannya saat itu di Kompas. Kami mendapat penjelasan banyak hal tentang proses produksi koran.

Di pelatihan jurnalistik itu, saya terpilih menjadi 15 peserta terbaik. Kemudian mendapat kesempatan magang di beberapa media di Jakarta. Di antaranya Kompas, Pelita, Republika dan Media Indonesia. Saya diplot ikut magang di Media Indonesia.

Kembali soal email itu, saya masih bertanya-tanya. Karena memang tak seperti biasanya. Baru kali ini saya terima email dari Kompasiana berisi pengumuman nominasi. 

Biasanya, email tawaran mengikut lomba, membuat konten tema tertentu, menghadiri acara diskusi, dan tawaran pemakaian akun premium.

"Benar ta iki?" saya membatin setelah membaca email beberapa kali.

Saya lalu mengontak Hadi Santoso. Dia kawan sesama jurnalis. Pernah sewindu bekerja di Harian Surya. Dia juga kompasiner kondang. Tiga kali mendapat penghargaan Headliner Kompasiana. Belum lagi penghargaan-penghargaan lain dari mengikuti lomba menulis.

Sejatinya, Hadi lah yang "memprovokasi" saya untuk menulis di Kompasiana. Kala itu, saya bertemu dia di Grand City Mall Surabaya. Hadi sering membaca dan menanggapi postingan saya di medsos.

Dia lalu menyarankan saya membuat blog di Kompasia untuk mengakomodasi tulisan-tulisan saya yang tercecer.  Dia bilang banyak kompetisi menulis berhadiah yang bisa dmanfaatkan. Dan pada 26 Agustus 2019, saya mulai menulis di Kompasiana.

Saya mengirim pesan via WA ke Hadi. Memberitahukan soal email dari Kompasiana tersebut. Saya tanya, apakah ini beneran atau tidak? Saya ingin memastikan saja karena Hadi berpengalaman pernah menerima penghargaan dari Kompasiana.

"Saya dikirimi emailnya Mas Bro," pinta Hadi.

Tak lama, dia menjawab jika email itu benar dari Kompasiana. Dia bilang, email itu hampir sama dengan yang ia dapatkan untuk menjadi menjadi Nomine Best in Specific Interest dan narasumber di Kompas TV.

Sebelum memberi selamat, Hadi juga menanyakan apakah saya akan datang di event tersebut atau tidak. Saya menjawab belum tahu karena harus menyediakan ongkos sendiri untuk pergi ke Jakarta.

***

Pengumuman Nomine Best In Citizen Journalism Kompasiana Award 2022. foto: dok/pri
Pengumuman Nomine Best In Citizen Journalism Kompasiana Award 2022. foto: dok/pri

Dua tiket kereta api (KA) Sembrani saya dapatkan setelah membelinya via online. Jadwal keberangkatan sekitar jam setengah sembilan malam kurang sepuluh menit.  

Saya tentu sangat bersyukur. Karena awalnya hanya menargetkan berangkat sendirian saja ke Jakarta. Namun akhirnya malah bisa berangkat berdua bersama istri.

Ceritanya, sebelum pengumuman, ada voting untuk memilih Kompasianer Favorit. Voting dilakukan secara online untuk masing-masing kategori.

Untuk kategori Nomine Best In Citizen Journalism ada nama saya, Gregorius Nafanu, Widi Kurniawan, Ikrom Zain, dan Fauji Yamin.

Awalnya saya share link untuk vote Kompasianer Favorit ke beberapa teman saja. Tak lama kemudian, saya menerima banyak pesan WA, dari memberi ucapan selamat sampai mengirimkan bukti dukungan via screenshot.

Saya menjawab satu per satu dukungan mereka. Namun saya belum memutuskan untuk berangkat karena belum ada biaya.

Dua hari menjelang keberangkatan, saya merasa surprise. Pasalnya, dua sahabat lama (namanya sengaja saya rahasiakan) menghubungi saya. Mereka memberi ucapan selamat setelah mendapat link vote Kompasianer Favorit.

Senangnya lagi, mereka juga meminta nomor rekening saya. Ah, rezeki yang datangnya tidak disangka-sangka. Kebahagiaan makin membuncah karena bukan hanya saya, istri saya akhirnya bisa ikut ke Jakarta.

Kami datang ke Stasiun Gambir, pagi buta. Kami menyempatkan untuk menunaikan salat Subuh di musala stasiun legendaris tersebut. Rencananya setelah itu, kami akan bertemu teman sebelum berangkat untuk check in di hotel yang dekat dengan Bentara Budaya.

Kejadian tak disangka, teman saya berhalangan. Kami memutuskan tidak jadi bertemu. Kami pun memilih bertahan di Stasiun Gambir. Hampir tujuh jam kami berada di sana. Untuk mengisi waktu, saya sempatkan kulineran, pijat refleksi, dan menulis artikel.

Sekira jam 12.30, kami baru meninggalkan stasiun menuju hotel.

Selepas acara, kami menikmati suasana Jakarta, meski tidak kelewat banyak. Rencana ke Kota Tua Jakarta terpaksa kami batalkan karena jadwalnya mepet.

Kami masih bersyukur bisa bertemu kawan yang menjadi jurnalis Tempo, yang kebetulan kantornya hanya 100 meter dari hotel kami menginap. Selebihnya, saya kulineran sebelum akhirnya kembali ke Stasiun Gambir untuk perjalanan pulang.

***

Saya ditanya oleh beberapa orang teman. Pertanyaannya semacam ini: "Kalau ikut menulis di Kompasiana itu dapat apa?"

"Berapa honor menulis di Kompasiana?"

Saya tersenyum sebelum menjawab. Saya bilang, di Kompasiana ada honorarium. Besar kecilnya ditentukan berdasarkan banyaknya yang membaca dan dihitung tim penilai. Penilaiannya dilakukan setiap bulan. Selebihnya bisa dibaca di aturan K-Reward di fitur Kompasiana.

Apakah saya pernah dapat uang dari K-Reward? Pernah, lima kali (lima bulan). Nilainya paling banyak Rp 300 ribu sekian. Selebihnya saya tidak mendapatkannya.

Kecewa? Saya bilang, urusan mendapatkan manfaatkan itu bukan melulu uang. Saya menulis di Kompasiana untuk menyalurkan hobi. Karena bisa leluasa berekspresi dibandingkan dengan media mainstream yang pernah saya geluti.

Soal manfaat itu, di Kompasiana ada ratusan ribu akun. Pemilik akunnya bukan hanya dari Indonesia, tapi juga mereka yang tinggal di berbagai negara di dunia.

Sedikitnya sehari ada seribu artikel diposting. Sebagai platform blog ini tentu cukup besar untuk menjangkau pemirsa. Tulisan saya soal Festival Peneleh di Kompasiana bisa masuk Google Discover yang dibaca banyak orang.

Karena besarnya itu, saya menjadikan Kompasiana untuk mem-branding diri. Itu jelas terbukti. Banyak pekerjaaan sampingan saya peroleh dari mereka yang membaca tulisan saya di Kompasiana. Dari situ saya pun mendapat benefit yang lumayan.

Itu sebabnya, saya selalu bilang di setiap pelatihan jurnalistik, jika menulis itu adalah aktivitas yang bernilai. Tidak akan pernah ada kata sia-sia dengan tulisan yang kita buat. Percayalah!

Mengutip pesan Pramoeda Ananta Toer: "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."  

Saya tentu senang Kompasiana masih bisa bertahan di usianya: 15 Tahun. Pencapaian yang sungguh tidak main-main.

Saya bisa bilang begitu karena selama 27 tahun tahun lebih saya berkecimpung di dunia jurnalistik. Lima belas tahun di antaranya saya habiskan untuk bekerja di perusahaan media massa.

Pengamatan saya, Kompasiana kini telah menjadi platform blog terbesar di Indonesia. Ibarat semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya. Ada kritik, saran, dan ketidakpuasan. Itu merupakan bagian dari percikan perjalanan yang harus dilalui sekaligus dinikmati.

Selamat ulang tahun Kompasiana! (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun