Modal Improvisasi
Tentang cengkoknya yang sangat khas, Cak Mus mengaku punya kiat tersendiri. "Modal saya cuma berani berimprovisasi. Saya itu punya feeling. Biasanya orang kalau dari fa ke mi atau mi ke fa, itu kan hanya dua tangga nada, saya bisa enam tangga nada. Saya berani memainkan tangga nada."
Feeling itu, diakui Cak Mus, cukup berhasil setelah ia memainkan lagu Dewi Murni. Belum pas di telinga. Lagu Dewi Murni kala itu, bisa disejajarkan dengan lagu-lagu hits seperti Kota Solo, Dinda Bestari, Telomoyo, dan Jembatan Merah.
Nama Cak Mus terus melambung. Selain rekaman, job manggungnya banyak. Kariernya itu memotivasi adiknya, Mus Mujiono. Nono, begitu ia karib disapa, bingung menentukan pilihan. Padahal, dalam hal musik, Nono cukup maniak. Hampir semua alat musik dikuasai. Mulai dari kibor, drum, gitar, dan saksofon. Sejak kelas enam SD, Nono sudah menekuni gitar.
"Kalau melihat kakak saya saat itu, wah saya pasti lewat. Tidak ada apa-apanya. Mau nyanyi keroncong sudah ada dia. Mau ke pop juga ada dia. Wis pokoke kalah," cerita Nono, saat manggung di Surabaya.
Nono pun mencari celah. Dia menyeriusi bermain gitar. Selain membaca buku, dia juga ikut kursus. Sayang, Nono tak mendapatkan banyak dari kursus gitar. "Ya belajar gitu-gitu aja. Main kripnya ya seperti yang ada di buku-buku yang dijual. Kalau begitu saya pilih membeli buku, lalu saya pelajari sendiri."
Suatu ketika, Nono menunjukkan kemampuan bermain gitar di depan Mus Mulyadi. Cak Mus pun heran. "Koen kok ujuk-ujuk isok gitaran, teko endi sinaune (Kamu tiba-tiba kok bisa main gitar dari mana belajar)," sentil Cak Mus.
Nono hanya cengangas-cengenges. Di usia 18 tahun, Nono rekaman dengan The Hands. Lagu hits-nya Hallo Sayang. Bersama The Hands, popularitas Nono sedikit terdongkrak. Tapi, tak lama kemudian, kelompok itu bubar. Nono lalu bersolo karier.
Meski sudah dikenal, Nono merasa tidak ada kemajuan. Menurut dia, masyarakat berasumsi dia cuma nebeng nama besar Mus Mulyadi. Nono pun bertekad menghapus citra itu. Prinsipnya, dia harus beda dengan sang kakak.
Nano memilih musik jazz. Meski ia menyadari tidak mudah. Baginya, selain musik klasik, jazz itu merupakan titik 'ujungnya' musik. "Kalau lukisan, ya, abstraklah."
Pendapat Nono tersebut bisa jadi benar. Karena banyak kalangan sulit memahami musik jazz. Entah karena itu, Jaya Suprana (bos Jamu Jago) pernah berkomentar bahwa jazz itu musik keliru tapi nikmat.