Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Topeng Batu

6 Juli 2020   15:25 Diperbarui: 6 Juli 2020   15:36 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto:artforia.com

Ampas kopi itu ikut meletik dilahap api rokok. Susut sedikit demi sedikit. Menjadi abu mendekati gabus rokok. Asap pun tak henti-hentinya mengepul dari lipatan bibir tebal. Seakan tak pernah berhenti. Diiisap, lalu dihembuskan keluar.

Dari raut wajah paro baya tampakkan kegelisahan. Belum ada kepastian datang. Persis, seperti ampas kopi yang terlahap api rokok yang ia isap. Meleleh dan rontok .

Kegundahan itu terbesit betul di benak Usep. Dua jam menunggu Sudarno yang siang itu memberi pengarahan. Habis rokok berbatang-batang tak cukup mengantarkan hatinya tenang.

Tapi dia takkan menyerah. Karena misinya bertemu sohibnya yang usianya terpaut 9 tahun dengannya itu harus tuntas. Tidak boleh tertunda. Apalagi gagal. Yang maha penting lagi, misi yang diusung Usep bukan gratisan. Karena mendatangkan duit, sekaligus pamor.

Usep ingin menyelamatkan sohibnya, Purnomo. Pengusaha distributor makanan ringan.  Yang dua hari minta bantuannya. Sohibnya itu bos pabrik kayu yang dikenal licin. Purnomo sedang beperkara dengan Sutopo, pengusaha perkebunan karet.

Sebenarnya, baik Purnomo maupun Sutopo masih kerabat. Keduanya sejak kecil selalu saling membantu. Namun setelah sama-sama kaya, hubungan kedua insan keturunan Tionghoa itu terus memburuk. Bahkan kencenderungannya bersungut-sungut.

Yang terakhir, keduanya diliputi perkara perseteruan tanah. Sutopo merasa tanahnya diserobot oleh Purnomo. Tanahnya sih tidak teramat luas, hanya 2.550 meter persegi. Sutopo merasa punya hak. Itu karena dia punya bukti sertifikat yang, katanya, diurus di kantor pertanahan. Untuk mengurusnya dia harus keluar duit seratus juta.

Tapi, bukti sertifikat yang digenggam Sutopo, dianggap nggak beres. Tuduhan itu jelas datang dari Purnomo yang mengaku bukti petok D lebih dulu ada. Tapi apa dikata. Kepemilihan hak milik sertifikat tetap yang lebih kuat. Entah bagaimana caranya, yang penting Sutopo telah menguasai tanah tersebut.

"Saya ini kan bangun masjid. You tau kan ini fasilitas umum. Kok tega-teganya mau dibongkar," keluh Purnomo kepada Usep.

Pengerjaan masjid itu sudah sekitar 60 persen. Duit yang keluar juga tidak sedikit, Rp 260 juta. Kalau ditanya siapa pun, Purnomo selalu bilang,  "Ini demi kepentingan karyawan saya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun