Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Pengusaha Ecoprint Pulihkan Trauma Masa Lalu

14 Oktober 2019   17:27 Diperbarui: 18 Oktober 2019   13:41 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narsih Setyawan. Foto: akusurabaya

Membawa tas jinjing dan tas ransel. Isinya beberapa helai kain ecoprint. Produk-produk itu sempat dipamerkan ke beberapa mentor Pahlawan Ekonomi Surabaya. 

"Saya pulang ke Jogja, hari ini. Jadwal keretanya sore, sih. Berangkat dari Stasiun Gubeng. Masih empat jam lagi," ucap Narsih Setyawan atau karib disapa Bunda Awang saat saya temui di Kaza City Mall, beberapa waktu lalu.

Perempuan kelahiran Surabaya, 25 Agustus 1976 ini, adalah pengusaha ecoprint. Bahkan layak disebut pelopor ecoprint di Indonesia. Sudah ribuan karya ecoprint dihasilkan dari tangan dinginnya. Dan dia tak hapal berapa banyak ecoprint buatannya dibeli orang-orang ternama.         

Di tempat pelatihan Pahlawan Ekonomi, Narsih sempat berdiskusi panjang dengan Wiwit Manfaati, pengusaha kerajinan eceng gondok. Dari membicarakan pola, model pewarnaan, meracik bahan, dan masih banyak lagi. Wiwit tertarik dan berniat mengajak Narsih membuat pelatihan di Surabaya.   

Narsih datang ke Surabaya sendirian. Selain mengunjungi pelatihan Pahlawan Ekonomi, dia juga nyambangi ke Rumah Bangkit di Simo Jawar, tempat belajar untuk anak-anak kurang mampu yang dirintisnya sejak tahun 2015.  

Narsih kini tinggal di Jogjakarta. Di sana, dia membuka kelas pelatihan ecoprint. Banyak perajin ecoprint baru dilahirkan dari bimbingannya. Dari dedikasinya, Narsih kerap kali diundang menjadi pembicara di seminar dan pelatihan. Dia juga menjadi narasumber talk show beberapa stasiun televisi swasta.    

Narsih awalnya bekerja di pabrik furniture di Pasuruan. Karirnya meroket hingga diangkat menjadi manager pemasaran. Narsih kemudian resign dan merintis bisnis batu bara. Bisnisnya sempat berkembang cukup bagus. Hasilnya sempat ia wujudkan dengan membeli properti.

Beberapa tahun kemudian, bisnis batu bara Narsih mengalami goncangan. Bahkan kecenderungannya makin layu. Hal serupa juga dialami banyak pengusaha batu bara di Indonesia. Narsih pun memilih menutup usahanya.  

Tahun 2016, Narsih iseng belajar ecoprint. Teknik memberi pola pada bahan atau kain menggunakan bahan alami. Belajar otodidak. Narsih tak risih mengumpulkan dedaunan untuk kemudian disulap menjadi pewarna alami sekaligus pencetak kain yang unik.   

Dari hobi menjadi bisnis. Karena karyanya kini menghasilkan pundi-pundi rupiah. Narsih serius menjadi pengusaha ecoprint sejak 2017. Dilabeli Kain Kagunan. Berbagai pameran diikuti. Namanya pun makin meroket.

Belakangan, ketika ecoprint lagi booming, pada 15 September 2019, Narsih tiba-tiba menyatakan mengundurkan diri dari dunia pelatihan ecoprint Indonesia. Dia tidak menyebutkan alasan secara spesifik. Hanya meminta maaf kepada pelaku usaha di dunia crafter Indonesia..

"Sungguh tidak ada maksud untuk mengganggu stabilitas dan kenyamanan usaha ataupun profesi orang lain. Saya ada karena tugas dan saya mundur saat tugas saya selesai. Suatu hari nanti., saya akan kembali dengan konsep edukasi yang berbeda jika itu menjadi takdir saya." begitu tulis Narsih di akun Facebook-nya. 

***

Bersama Dedddy Corbuzier di acara Hitam Putih. Foto: dok. bunda awang
Bersama Dedddy Corbuzier di acara Hitam Putih. Foto: dok. bunda awang

Pengalaman hidup yang pahit pernah dicecap Narsih Setyawan. Ketika masa anak-anak, dia pernah dibesarkan di lingkungan keluarga yang tidak bersahabat. Pola asuh orang tua yang keras. Yang membawa dampak pada fisik dan ingatan buruk.

Kondisi itu juga membawa efek trauma panjang. Ketika tumbuh dewasa, Narsih merasakan gagap mengatasi situasi yang sulit. Terutama mengatasi perlakuan buruk orang-orang terdekat.

Narsih mengaku mengalami masa itu hingga umur 35 tahun. Ketika itu, tidak ada orang yang bisa membantunya. Jiwanya benar-benar sakit. Narsih sempat berobat ke psikiater, namun tidak banyak menolong.

Suatu ketika, Narsih tertarik ikut kelas motivasi Arif RH, seorang konsultan kebahagiaan hidup. Dia ikut program self healing. Lamat-lamat, Narsih mulai bisa mengatasi kesumpekan dan trauma masa lalu. Dengan mempelajari metode yang diajarkan untuk menyembuhkan luka batin.

Setelah kondisi psikisnya terus membaik, Narsih makin rakus melahap buku-buku motivasi. Dia belajar tentang hipnosis, neuro linguistic program (NLP), metode pemberdayaan diri, dan masih banyak lagi.

Narsih juga sempat ikut kelas Krishnamurti, mindset motivator. Pelajaran dia sangat berbekas bagi Narsih. Bahkan, sampai kini dia masih ingat momen terindah dalam hidupnya. Ketika dia dipeluk Krishnamurti, seraya dibisikkan  kata-kata seperti ini:

"Hidup ini indah. Jangan membuat hidupmu menjadi hitam. Mulailah membuat hidupmu jauh lebih berwarna." 

Narsih serasa mendapat energi benar. Dari pegalaman itu kini membuat dia bertekad mendedikasikan waktu bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tapi juga orang lain. 

***

Bareng Wali Kota Tri Rismaharini saat launching Rumah Bangkit. Foto: rumahbangkit
Bareng Wali Kota Tri Rismaharini saat launching Rumah Bangkit. Foto: rumahbangkit

Narsih Setyawan punya harapan besar bisa berbuat sepotong kebaikan. Begitu yang diucapkan saat bertemu saya, tahun 2015. Apa bentuknya? Dia ingin punya tempat belajar buat anak-anak kurang mampu. Lokasinya di Kampung Simo Jawar. Di kampung itu dulu dia pernah tinggal bersama keluarganya.

Kampung Simo Jawar terletak di kawasan Surabaya Barat. Kampung padat penduduk. Salah satu kawasan perkotaan dengan pertumbuhan yang cepat Lokasinya dihimpit rumah-rumah bertembok tinggi. Ada 99 keluarga bermukim di sana.   

Kali pertama datang di Simo Jawar, Narsih mengaku prihatin. Ini setelah dia tahun banyak anak-anak kurang mampu yang tak melanjutkan sekolah. Celakanya lagi, orang tua mereka tidak peduli. Karena lebih senang anak-anaknya cari duit ketimbang cari ilmu.

Dari diskusi panjang dengan saya dan beberapa teman, lalu tercetus nama Rumah Bangkit. Tempat pembelajaran yang mendukung segala bentuk pendidikan, baik formal maupun non formal. Tagline-nya, "Mau Pintar Ya Belajar". Rumah Bangkit mengkampanyekan budaya belajar, membudayakan jam wajib belajar dan menciptakan virus belajar.  Yang diajarkan materi pelajaran umum, mengaji, bahasa Inggris, menulis kreatif, menari, dan menggambar.

Peresmian Rumah Bangkit itu dihadiri Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 8 November 2015. Risma sangat mengapresiasi lahirnya ide kreatif dengan berdirinya Rumah Bangkit yang memfokuskan untuk memperbaiki pendidikan anak-anak di Surabaya.

Narsih membiayai seluruh kebutuhan operasional Rumah Bangkit. "Itu saya sisihkan dari pendapatan bisnis. Saya percaya niat baik akan mendapat hasil baik. Paling tidak sekarang, saya dipertemukan orang-orang baik. Orang-orang yang ikhlas membantu membesarkan sekolah (Rumah Bangkit, Red) ini," katanya.

Narsih senang, hingga sekarang, Rumah Bangkit masih beroperasi. Aktivitasnya pun makin bertambah. Volunternya juga makin banyak. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan juga pernah berkunjung dan memuji kegiatan di Rumah Bangkit.  

Entah kebetulan atau tidak, nama Rumah Bangkit seperti terinspirasi perjalanan hidup Narsih Setyawan. Yang bangkit menghapus trauma masa lalu. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun