Pesanan kue lapis Surabaya terus mengalir. Bu Jai juga terima pesanan kue jenis lain dan katering. Awalnya, ia dibantu cucunya. Namun seiring meningkatnya pesanan, ia mulai kuwalahan. Ia lantas ngajak tetangganya. Tidak gratis. Bu Jai mengganti jerih payah tetangganya dengan uang. Itung-itung buat tambahan uang belanja. Lima orang tetangganya pun ikut membantunya.
Lapis Surabaya Bu Jai makin terkenal. Bahkan, kue-kue racikannya juga dipesan rutin instansi pemerintah dan swasta. Bu Jai juga punya pelanggan fanatik di Jakarta, Kalimantan Barat, Batam, dan Papua. Artis Marissa Haque salah satu customer yang kepincut Lapis Surabaya bikinan Bu Jai.Â
Kalau ditanya omzet, Bu Jai selalu berkelit. Dia cuma bilang,"Ee.. Kalau itu tidak mesti, naik turun." Belakangan saya ketahui omzetnya Rp 15-20 juta sebulan.
Atas usahanya, Bu Jai dinobatan sebagai Juara 2 Culinary Business Pahlawan Ekonomi Award 2012. Dia sangat bersyukur jerih payahnya ini juga bisa dinikmati cucunya. Tahun 2017, dia bisa memberangkatkan cucunya umrah ke Tanah Suci. Subhanallah.
***
Seperti cerita sinetron. Dulu, Bu Jai mengejar-ngejar Wali Kota Risma karena ngebet ingin bisa diikutkan pelatihan. Sekarang, justru sebaliknya. Di setiap kesempatan bersama pelaku usaha Surabaya, Bu Jai selalu dicari Wali Kota Risma.
"Di sini ada Bu Jai, ya. Tolong maju ke depan," begitu kata Bu Risma saat memberi sambutan di berbagai acara UMKM. Â
Di mata Bu Risma, Bu Jai adalah sosok pantas diteladani. Gigih, kendhel (berani), gak gampang muthung (menyerah). "Karena Tuhan Maha Adil. Siapa pun berhak untuk sukses," sebut salah satu wali kota terbaik dunia itu.
Hingga kini, Bu Jai hidup mandiri. Saban bulan, dia selalu mendapat kiriman empat amplop jatah bulanan empat anaknya. Namun sudah bertahun-tahun dia tak pernah membukanya. Bu Jai baru menggunakan uang itu kalau ada kebutuhan mendesak, sakit atau membantu orang yang lagi susah. Tak terkecuali dibagikan kepada cucu-cucunya.