Di persimpangan kehidupan, Orang Muda Katolik (OMK) kerap berdiri dengan hati bergetar, bertanya dalam diam ke mana langkah harus diarahkan: apakah cinta ini benar-benar panggilan Tuhan atau sekadar bisikan sesaat dari hati yang gelisah? Namun, di tengah dunia yang bergerak cepat dan menuntut keputusan instan, ruang untuk merenung kian menyempit. Tekanan sosial, gambaran cinta yang tampak sempurna di media, serta janji kesuksesan instan sering kali menyeret mereka pada keputusan yang terburu-buru, bukan karena keyakinan, melainkan karena ketakutan tertinggal. Padahal, discernment adalah kunci bagi setiap jiwa yang rindu menemukan kehendak Tuhan. Ia bukan sekadar memilih antara dua jalan, tetapi seni mendengar suara-Nya dalam keheningan, menyelam lebih dalam ke lubuk hati, menimbang dengan iman, dan menanti dengan sabar. Sebab, keputusan yang sejati bukan lahir dari desakan waktu, melainkan dari perjumpaan tulus antara hati manusia dan kasih Ilahi.
Apa Itu Discernment?
Di tengah gemuruh dunia yang terus menuntut kepastian, discernment hadir sebagai bisikan lembut yang mengundang jiwa untuk berhenti sejenak, merenung, dan menyelami kedalaman makna. Discernment bukan sekadar memilih antara dua jalan yang terbuka di depan mata, melainkan seni membedakan mana yang baik dan benar dalam terang iman. Ia adalah perjalanan batin yang tidak terburu-buru, sebuah tarian antara akal dan hati, di mana manusia berusaha menangkap jejak kehendak Tuhan di antara beragam kemungkinan yang ada.
Banyak orang mengira bahwa memilih cukup dengan decision making: menimbang untung dan rugi, lalu mengambil keputusan. Namun, discernment jauh lebih dalam. Jika decision making hanya sebatas menentukan langkah yang paling logis dalam suatu situasi, maka discernment adalah proses rohani yang mengajak seseorang untuk menyelaraskan pilihan dengan rencana Tuhan. Decision making bisa terjadi dalam hitungan detik, tetapi discernment menuntut keheningan, doa, dan keberanian untuk mendengar suara yang kerap terabaikan di tengah riuhnya keinginan pribadi.
Salomo, dalam kelembutan jiwanya yang masih muda, tidak meminta umur panjang, kejayaan, atau kemenangan atas musuh-musuhnya. Di hadapan Tuhan, ia merendahkan diri dan memohon satu hal: hati yang penuh hikmat untuk membedakan mana yang baik dan mana yang jahat (1 Raj 3:9). Di sinilah inti discernment: bukan sekadar memilih, melainkan memahami dengan kebijaksanaan yang lahir dari hubungan yang erat dengan Tuhan. Dan karena kebijaksanaan itu, Salomo dikenang sebagai raja yang tidak hanya berkuasa, tetapi juga bijak dalam menimbang perkara, menghadirkan keadilan, dan membawa damai bagi bangsanya.
Bagi jiwa-jiwa yang tengah berdiri di persimpangan, janganlah tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Biarkan discernment menjadi lentera yang menerangi jalan, agar setiap langkah yang diambil tidak hanya berdasarkan kehendak sendiri, tetapi juga selaras dengan suara-Nya yang menuntun dalam kasih.
Discernment: Mendengar, Menimbang, dan Melangkah
Discernment bukan sekadar menunggu jawaban jatuh dari langit, melainkan perjalanan rohani yang butuh keterbukaan, ketekunan, dan keberanian untuk mencari kehendak Tuhan. Dalam proses ini, ada lima langkah penting.
Pertama: mendekatkan diri kepada Tuhan. Seperti daun yang bergantung pada akarnya, jiwa pun bertumbuh dalam relasi dengan Sang Pencipta. Doa, adorasi, dan Kitab Suci menjadi jembatan untuk mendengar suara-Nya dalam keheningan batin.
Kedua: mengenali diri sendiri. Memilih jalan hidup dimulai dengan memahami siapa diri kita. Dengan menyelami nilai, kelebihan, dan kekurangan, seseorang dapat melihat apakah pilihannya selaras dengan panggilan sejati.
Ketiga: mencari bimbingan. Seorang musafir tak berjalan sendiri. Nasihat dari pembimbing rohani, orang tua, atau sahabat bijak bisa menjadi cermin yang membantu melihat lebih jelas dan menghindari keputusan terburu-buru.
