Mohon tunggu...
Agustina Rizky
Agustina Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswi

Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Jakarta, program studi Administrasi Publik, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

#KABURAJADULU: Ketika Dunia Kerja di Negeri Sendiri Tak Lagi Ramah

4 Juli 2025   10:37 Diperbarui: 4 Juli 2025   10:37 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber; Ketika Dunia Kerja di Negeri Sendiri Tak Lagi Ramah (Penulis)

Belakangan ini, lini masa media sosial diramaikan dengan tagar #KaburAjaDulu. Ungkapan yang semula bernada candaan ini perlahan berubah menjadi simbol nyata dari kekecewaan generasi muda terhadap kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Tidak hanya datang dari kalangan fresh graduate, tetapi juga dari pekerja kreatif hingga profesional di sektor formal, banyak yang mengungkapkan keinginan kuat untuk "angkat kaki" ke luar negeri demi mencari kehidupan yang lebih layak. Gerakan ini bukan sekadar luapan emosi sesaat, melainkan cerminan ketidakpuasan yang lebih dalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di dalam negeri, khususnya di kalangan generasi usia produktif (Lazuardy et al., 2025).

Namun, tren ini bukan sekadar lelucon digital. Di balik viralnya #KaburAjaDulu, tersembunyi masalah-masalah struktural dunia kerja di tanah air yang kian kompleks. Gaji rendah, minimnya perlindungan hukum terhadap pekerja, tekanan kerja yang tinggi, hingga kultur kerja yang toxic menjadi keluhan umum. Banyak pekerja merasa keahlian mereka tidak dihargai, sementara koneksi dan nepotisme justru jadi "kunci" dalam mendapatkan peluang karier.

Di balik semangat untuk "kabur", ada sejumlah persoalan serius di dunia kerja Indonesia. Gaji yang tidak memadai, status kerja tidak tetap, tekanan kerja yang tinggi, serta minimnya perlindungan hukum terhadap pekerja menjadi pemicu utama. Banyak lulusan perguruan tinggi bahkan harus bekerja di sektor informal yang jauh dari bidang keahliannya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 dalam artikel (Caecilia, 2025), menunjukkan bahwa pengangguran terbuka justru tinggi di kalangan terdidik, dengan persentase mencapai 14% untuk lulusan pendidikan tinggi dan lebih dari 20% untuk lulusan SMK. Ketimpangan antara kualifikasi pendidikan dan kebutuhan pasar kerja menjadi salah satu akar masalah yang belum terselesaikan.

Berbagai penelitian mendukung fenomena ini. Dalam jurnal yang diterbitkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (Nurul Ramadhani, 2022), ditemukan bahwa struktur ekonomi daerah, pertumbuhan upah, dan ketimpangan wilayah menjadi faktor signifikan dalam meningkatnya angka pengangguran terdidik. Sementara itu, lemahnya kebijakan ketenagakerjaan, memperparah situasi. Dalam konteks ini, tagar #KaburAjaDulu bisa dipahami sebagai gejala awal dari potensi brain drain di mana anak-anak muda bertalenta justru memilih negara lain sebagai tempat membangun masa depan mereka.

Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan ketenagakerjaan. Bila tidak segera dilakukan perbaikan struktural, maka Indonesia berisiko kehilangan sumber daya manusia unggul dalam jumlah besar. Diperlukan reformasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan vokasional, peningkatan perlindungan hukum bagi pekerja, penciptaan lingkungan kerja yang sehat, serta penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kompetensi generasi muda. Negara juga harus mampu membangun sistem meritokrasi, di mana keberhasilan ditentukan oleh kualitas dan kinerja, bukan oleh koneksi atau nepotisme. Fenomena #KaburAjaDulu sendiri mencerminkan bahwa generasi muda tidak hanya lelah secara fisik akibat tekanan kerja dan ekonomi, tetapi juga secara emosional karena merasa negara tidak hadir dalam menciptakan ruang kerja yang adil dan suportif (Habluddin, 2025).

Mereka bukan tidak mau berjuang, tetapi merasa dipinggirkan oleh sistem yang tidak memberi ruang berkembang, sementara loyalitas mereka kerap dipertanyakan. Ironisnya, negara justru sering menyalahkan generasi muda sebagai tidak tahan banting, terlalu memilih pekerjaan, atau kurang ulet tanpa mengakui bahwa sistem kerja yang ada sering kali menempatkan mereka dalam posisi tidak berdaya. Maka, #KaburAjaDulu bukan bentuk pembangkangan, melainkan suara kekecewaan yang dalam. Jika tidak direspons serius, kaburnya generasi muda bukan lagi candaan digital, tapi akan menjadi gelombang nyata yang menggerus potensi bangsa dari dalam.

Singkatnya, #KaburAjaDulu bukan hanya tren sesaat. Ia adalah refleksi sosial dari generasi yang kecewa namun masih berharap. Harapan agar mereka tak harus pergi jauh untuk hidup layak. Harapan agar tanah air menjadi tempat yang bisa dihuni, dibangun, dan dibanggakan. Bila suara ini terus diabaikan, maka kepergian mereka bukan lagi sekadar tagar melainkan realitas yang pelan-pelan akan menggerus masa depan bangsa.


Nama: Agustina Rizki

Affiliasi: Ilmu Administrasi Publik, FISIP UMJ


DAFTAR PUSTAKA

Caecilia, M. (2025, May 14). Ekonomi Melambat, Pekerja Terdidik Rentan Menganggur. Kompas.Id.

Habluddin. (2025, March 2). #KaburAjaDulu: Generasi yang Lelah, Negara yang Tak Ramah. Suwarta.Id.

Lazuardy, M., Tierson, C., & Leonard Silubun, Y. (2025). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK EKONOMI DAN SOSIAL GENERASI MUDA: ANALISIS YURIDIS FENOMENA #KABURAJADULU DAN BRAIN DRAIN DI INDONESIA. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-67451547

Nurul Ramadhani, F. S. (2022). PENGARUH KONDISI DEMOGRAFI, KETENAGAKERJAAN,DAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN TERDIDIK DI INDONESIA. https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/8105?utm_source

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun