Mohon tunggu...
Agustanto Imam Suprayoghie
Agustanto Imam Suprayoghie Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan Komunikasi di Republik Ini

berusaha mendisiplinkan diri, dengan menjadi diri sendiri, bersikap lebih baik, selalu memandang bahwa tidak ada sebuah kelebihan tanpa kekurangan, dan tidak ada kesempurnaan tanpa kesalahan, masa depan adalah tantangan, dan itu harus ditaklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkal Teroris Sejak Dini, Bisa?

14 Mei 2018   09:13 Diperbarui: 15 Mei 2018   08:20 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada rasa pedih pagi kemaren, membaca peristiwa terorisme kembali terjadi di negara ini. Gila!, 

Belum ada satu minggu peristiwa Mako Brimob Kelapa Dua, Depok selesai, Aksi mereka, para biadab berkedok agama, muncul kembali.  Satu keluarga yang jadi pengantinnya. Korban berjatuhan. Ada anak-anak diantaranya. Yang diserang, rumah peribadatan. Tiga tempat. Malamnya, satu bom kembali meledak. Masih diseputaran Surabaya. Anak-anak, kembali menjadi korban. Seperti biasa, ruang cuitan riuh dengan berbagai ucapan bela sungkawa. tagar-tagar bermunculan. Aksi-aksi spontan dalam rangka menegaskan tekad ketidaktakutan masyarakat Indonesia dilakukan. 

Saya  merenung, panjang. Bukan menyalahkan TNI, Polisi, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), DPR yang belum mengesahkan UU Anti Teroris, atau kemudian latah ikut berteriak misuh-misuh dan memaki siapapun.

Saya merenung dan berpikir, bagaimana jika kemudian yang menjadi para pengantin itu bagian dari keluarga saya. Bagaimana, jika mereka yang menjadi korban-korban tadi, anak-anak yang tak berdosa, adalah anak saya? Bagaimana jika keinginan untuk menjadikan anak-anak kita, sebagai pribadi yang kaffah dan istiqomah untuk menegakkan ajaran Islam, ternyata kemudian menjadi bagian dari terorisme? Bagaimana, jika ajaran damai untuk menegakkan Dinul Islam menjadi melenceng pemahamannya di generasi-generasi muda saat ini, alih-alih bukan kedamaian, tapi menjadi radikalisme yang menghancurkan semangat ke-bhinekaan- Indonesia? Apa yang bisa kita lakukan untuk menjadikan anak-anak kita bukan korban dari Terorisme ini?

Mungkin ini beberapa tips yang bisa saya bagi ke pembaca, bukan ngeminter ya..berbagi kebaikan itu kan wajib, dan menurut saya, ini wajib kita -orang tua- lakukan agar anak-anak kita tidak tersesat dalam memaknai radikalisme, terorisme sebagai sebuah jalan jihad. 

1. Memberi Pemahaman Secara Tepat.

Keluarga itu segalanya. Ruang-ruang dialog antara anak dan orang tua harus hadir dimana saja dan dalam setiap kesempatan. Sebagai orang tua, tentu kita tak mungkin selalu mendampingi anak, entah dengan alasan pekerjaan atau apapun. Terutama saat anak berada di sekolah. Mekanisme cegah tangkal informasi yang akan diterima oleh anak, mungkin efektif dilakukan saat kita bersama-sama mereka. Tapi saat mereka tidak dengan kita? di sekolah? Yang kemudian biasa saya lakukan dengan istri, adalah berbicara dengan anak-anak tentang hal apa yang menarik dari aktifitas mereka seharian? Anak-anak sudah menonton apa di channel youtube -misalnya, jika memang di rumah tersedia wifi 24 jam yang bisa mereka akses. Atau, mereka sudah menonton apa di televisi selama kita tidak bersama mereka.

Biasanya, anak-anak saya akan menanyakan hal-hal yang mereka tidak paham. Contohnya, kemarin..mereka tiba-tiba bertanya; Yah, kenapa ada teroris di Indonesia? Yah, teroris itu saudara kitakah? koq bawa-bawa bom? Nah, loh..gimana coba cara menjawab kita sekaligus memberikan pemahaman kepada anak-anak ini.? 

Dan, hehehe..saya menjawab dengan menganalogikan bahwa teroris itu seperti mainan rusak. Kalau mainan rusak harus diapakan? diperbaiki. kalau tidak bisa, ya dibuang. Apakah teroris itu saudara kita? iya, mereka manusia biasa seperti kita. Lalu mengapa mereka bawa bom? karena mereka sudah dirusak pikirannya. Nah, biar pikiran kita tidak rusak gimana Yah? ya, kalian harus ikutin apa yang menjadi aturan dan kesepakatan Ayah dengan kalian di rumah. Kalian harus ikuti apa yang menjadi tugas, tanggung jawab kalian selama di Sekolah. dan kalian harus paham, bahwa tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan bahwa  kekerasan dan terorisme itu halal!. Alhamdulillah, sampai tadi pagi mereka sekolah..mereka ndak nanya lagi.

2.  Melakukan Dialog dengan pihak Sekolah.

Mengapa dialog dengan sekolah ini penting? ya karena, hampir separuh waktu aktif belajar anak-anak adalah di sekolah. Kita tidak pernah tahu, bagaimana dampak dari pemberitaan yang bertubi-tubi tentang terorisme terhadap anak-anak kita. Kita pun tidak tahu, bagaimana pola pengajaran yang dilakukan oleh guru-guru ini agar pesan 'agama tidak pernah mengajarkan tentang radikalisme, terorisme' dapat diterima dan dipahami oleh anak-anak kita di sekolah. Yang saya lakukan, biasanya adalah bertanya melalui whatsapp yang sudah disediakan oleh Wali Kelas anak-anak saya dan juga bertanya secara resmi pada kegiatan-kegiatan parent meeting sekolah. Jika ada hal ganjil yang terjadi pada anak saya dan itu diluar kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari, tentu saya akan segera berkoordinasi dengan istri untuk membahas hal ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun