Pertandingan sebenarnya sudah memasuki menit-menit akhir. Sang wasit tampak beberapa kali menengok ke arlojinya, melihat saat paling tepat untuk meniup peluit. Sementara di pinggit lapangan Shin Tae-yong memberikan instruksi pada anak-anak untuk memperlambat tempo.
Di bagian lain, di bench pemain cadangan pun tampak mulai berdiri. Mereka sudah tidak sabar untuk menghambur ke lapangan meluapkan kegembiraan. Skor seri yang tertea di papan skor tidak berarti lagi. Karena dengan hasil seri pun, timnas tetap melenggang ke babak berikutnya.
Di tengah lapangan, tampak kipper Daffa Fasya menyodorkan bola pada salah satu pemain. Sodoran bola pelan, menunjukkan memang anak-anak sengaja mengulur waktu. Â Terbayang sudah di mata mereka untuk berlaga di level yang lebih tinggi.
Namun secara tiba-tiba suasana berubah. Pemain belakang yang menerima bola dari sang kiper, tiba-tiba berbalik arah. Pandangannya berubah bengis, matanya memerah. Dan, tanpa ampun menendang keras bola itu ke arah Daffa Fasya. Akibatnya dapat diduga, Daffa Fasya yang tidak mengira hal ini akan terjadi, tidak bisa menghentikan aliran bola keras itu.
Hasilnya, papan skor pun berubah untuk kemenangan pihak lawan. Mimpi yang sudah terenda indah di benak anak-anak dan para pelatih seketika terkoyak. Sementara di papan skor tertulis gol itu sebagai gol bunuh diri. Suasana yang semula berisi full senyum, sontak berubah menjadi jerit tangis sejadi-jadinya menyesali kejadian itu.
Di tengah tangisan kesedihan itu, tiba-tiba sang penendang tadi pun ikut menangis tersedu-sedu. Anehnya tangisan tersebut karena gol bunuh diri yang dilakukannya, akan tetapi dia berteriak-teriak karena timnas U-20 gagal meraih mimpinya.
Mendengar teriakan itu, sontak seluruh pemain dan staf kepelatihan berhenti dari tangisnya. Pandangan mereka tertuju pada si penendang tadi yang tengah menangis berguling-guling menangisi kegagalan timnya maju ke babak berikutnya. Tanpa dikomando, kening mereka pun berkerut menyaksikan pemandangan ganjil ini.
Lembag Tidar, 31 Maret 2023