Orang boleh saja mengatakan mau kalah 1 gol, atau pun 10 gol, yang namanya kalah ya kalah. Sebab ujung dari sebuah pertaningan adalah kemenangan, titik. Ucapan ini mungkin yang muncul dari sebagian orang yang menyaksikan laga semi final SEA Games 2021 antara Indonesia -- Thailand.
Namun bagi saya pribadi, tentu saja tidak sesederhana itu permasalahannya. Karena pendapat itu hanya muncul dari mereka yang berpikiran pragmatis. Mereka lebih memandang hasil daripada proses.
Yah memang secara kenyataan Garuda Muda harus menunda lagi mimpi menjadi raja sepak bola SEA Games. Impian itu seketika ambyar, ketika tembakan Weeratep merobek gawang Ernando pada menit ke-95, saat injur time berlangsung. Adn hal ini siapa pun tidak bisa membantah, bahwa Garuda Muda kalah gegara gol semata wayang tersebut.
Menurut saya pribadi, laga antara Indonesia -- Thailand terhitung sebagai laga yang seru. Keseruannya terlihat sejak sebelum pertandingan berlangsung, hingga akhir pertandingan. Klaim ini tentu saja tidak muncul begitu saja. Paling tidak ada beberapa indikator yang mendukung klaim ini.
Pertama, sejak awal Thailand tetap memandang Indonesia sebagai ancaman. Hal paling tidak terlihat dari komentar Madame Pang dan Mano Polking sang pelatih. Meskipun sempat mengalahkan Indonesia dalam Piala AFF, Polking tetap menyimpan rasa khawatir terhadap skuad Shin Tae-yong. Tengok saja, saat menghadapi Indonesia sore tadi, mereka menggunakan formasi terbaiknya.
Kedua, pertarungan berlangsung sengit hingga peluit akhir wasit berbunyi. Ukurannya mudah saja, selama 120 menit laga berjalan, hanya 1 gol yang tercipta. Bandingkan saja dengan saat mereka membantai Indonesia 4 -- 0 tanpa balas dalam Piala AFF. Artinya laga kali ini tidak mudah buat Thailand.
Ukuran kedua yang bisa digunakan adalah banyaknya pemain yang kram akibat keletihan. Tensi tinggi yang diterapkan selama laga berlangsung, berakibat dengan kram pada beberapa pemain, baik pemain Indonesia maupun Thailand. Sehingga pelatih harus melakukan pergantian pemain.
Ketiga, Garuda Muda terbukti bukan tim "kaleng-kaleng". Lihat saja meskipun harus kalah, tercatat Garuda Muda melakukan  kali shoot on goal. Beberapa serangan Garuda Muda mampu membuat barisan pertahanan Thailand kocar-kacir. Untung saja Kawin, ssang kiper mampu mengamankan gawangnya.
Keempat, laga Indonesia -- Thailand berlangsung dalam tensi tinggi. Tensi ini salah satunya disebabkan oleh sikap sang wasit yang cenderung merugikan Garuda Muda. Walaupun menjelang akhir laga sang wasit mengeluarkan 5 kartu merah bagi pemain kedua kesebelasan.
Tak dapat dimungkiri beberapa pelanggaran pemain Thailand terhadap anak-anak Garuda Muda luput dari peringatan wasit. Namun pelanggaran kecil yang dilakukan oleh Garuda Muda, begitu mudahnya mendapat tendangan bebas. Situasi semakin  parah saat anak-anak Garuda Muda terprovokasi oleh ulah para pemain Thailand. Walhasil 3 kartu merah melayang untuk Rahmat Irianto, Firza Andika, dan Kambuaya.
Kerasnya tensi pertandingan pun ternyata merembet pada para pelatih. Protes berlebihan dari Mano Polking, tak urung berbuah kartu kuning baginya. Sedangkan Shin Tae-yong meskipun melakukan beberapa protes, tapi dilakukan dengan santu, sehingga sang wasit tidak perlu merogoh kartu kuning untuknya.
Berdasarkan hitung-hitungan itu, maka rasanya tidak berlebihan jika kita berikan apresiasi bagi perjuangan anak-anak Garuda Muda. Perjuangan mereka sudah maksimal. Masih ada satu kesempatan lagi untuk meraih hadiah hiburan berupa medali perunggu. Siapa pun nantinya yang menjadi lawan, harus dihadapi dengan spartan. Karena Vietnam maupun Malaysia, keduanya adalah musuh bebuyutan yang wajib kita bungkam.
Garuda Muda, tetap semangat. Berikan yang terbaik!
Lembah Tidar, 19 Mei 2022