Mohon tunggu...
Agus Rahmat
Agus Rahmat Mohon Tunggu... -

Lahir di Makassar 29 Agustus 1985. Semasa kecil tinggal di perumahan SMPN Bajoe Bone Sulsel. Saat kelas 2 SD, ikut orangtua pindah ke Bima NTB, ikut ortu. Melanjutkan SD di desa Dena Kec.Madapangga Kab.BIma hingga menamatkan SMA di SMA 1 Kota Bima pada 2003. Melanjutkan studi di Universitas Muhammadiyah Malang jurusan Ilmu Komunikasi FISIP. Mulai senang dunia tulis menulis saat tulisan dimuat di beberapa media lokal dan sempat dimuat di Kompas edisi Jatim. Aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sempat menjabati Ketum FISIP, Sekjen PC IMM Malang dan sempat di lembaga di DPP IMM. Di kampus juga sempat menjadi Ketua Senat Mahasiswa Universitas. Kini, bekerja disebuah media online www.inilah.com.\r\nMenguhubungi bisa via twitter @agusmbojo atau email: agusmbojo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan di Kapal Ferry

30 September 2013   20:05 Diperbarui: 4 April 2017   17:22 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

JAUH dan melelahkan. Itulah perjalanan yang harus aku tempuh. Menyebrangi dalam dan ganasnya lautan dan menerobos lika-liku jalan pegunungan.

Aku sempat mempelajari makna dari hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah. Beliau menghindar ke Madinah karena semakin terdesaknya umat Islam di Mekkah.

Demi menyelamatkan Islam, beliau mengambil jalan hijrah untuk membangun kekuatan. Sejarah kemudian membuktikan bahwa pola itu berhasil, dan Islam menjadi mendunia.

Sebenarnya, di ibu kota NTB ini juga banyak instansi pendidikan yang bonafit dan bermutu, termasuk di daerahku. Tetapi, untuk sementara aku memilih menyingkir dari lingkungan. Aku perlu referensi paradigma maupun lingkungan yang lain guna meraihnya.

Semilir angin dan gelapnya awan mengiringi penyebrangan kedua ku ini. Serasa akan mengarungi lautan tak bertepi. Melaju dalam rona keangkeran, tapi justru membangkitkan semangat mengingat-Nya.

“Ma, masih lama?”, tegur seorang anak kepada ibunya yang kebetulan di sampingku

“Ia, kita di kapal 5 jam nak”,

“Kamu tidur saja ya”

Dekapan erat sang ibu mengiring lelapnya si anak. Terlihat rona wajah yang tegang dan seraya tertangkap seucap doa. Aku menangkap ada sebercik ketakutan di hati si ibu ini. Ketakutan yang luar biasa. Rasa iba ini hanya bisa diungkapkan dalam doa. Selamatkan mereka dan kami semua dalam dekap kasih sayang-Mu. Semakin jauh ferry ini meninggalkan pelabuhan, semakin terlihat jelas rona ketakutan itu.

Derasnya angin berhembus menggandeng butiran hujan, seolah tidak terasa. Ditutupi perasaan takut yang luar biasa. Gelapnya awan yang mengiringi kami seolah berkata Aku gelapkan ini agar kalian tidak bisa melihat deras dan kuatnya ombak laut ini.

Kondisi ini semakin melarutkan sang ibu muda ini dalam ketakutan. Aku menangkap ada seucap doa yang mengalir dari bibir mungilnya ini. Takut akan kehilangan buah hatinya yang begitu manis. Akupun mulai merasakan kerasnya getaran ini. Terombang-ambing dalam kondisi yang ling-lung.

Di sekitar, berbagai doa mulai terdengar terucap dari setiap mulut insan Tuhan ini. Walau ada juga yang manfikkan itu, mereka masih sibuk dalam dekapan mesra pacarnya. Keindahan cinta dunia membuat mereka tidak membuka mata, bahkan mata hatinya sudah tertutup. Ah, tapi itulah generasi sekarang. Mungkin kalau sudah tenggelam, baru mereka mengucap kata taubat.

Aku terus saja memperhatikan tingkah sang ibu muda ini. Setiap orang pasti terkesima melihat kecantikan hamba Tuhan ini. Namun, dalam benakku terbesit kata tanya, mana si bapak buah hati ini? Tidakkah dia ada dalam kondisi genting dan ketakutan yang luar biasa ini?

Di deck 1, suara benturan semakin keras. Nampaknya, ada kaca mobil yang pecah. Atau juga body mobil peok akibat benturan dengan mobil yang lain. Tapi yang jelas, kondisi di bawah sudah mulai digenangi air laut. Kondisi dalam status pelayaran masih dianggap belum terlalu membahayakan. Tetapi, ketakutan dari mahluk Tuhan yang di ferry ini sungguh sangat luar biasa.

Aku dan sang ibu muda ini sudah mengambil posisi aman sejak keberangkatan. Kami sengaja duduk di dekat lemari pelampung. Takut terjadi sesuatu yang diluar dugaan. Sedia payung sebelum hujan, mungkin seperti itu.

Cuaca nampaknya tidak bersahabat. Percikan air laut yang begitu dahsyat pun membasahi kami di deck 2. Ketakutan semakin terasa saat terdengar suara adzan. Suara itu bukan untuk menandakan waktu sholat tiba, tetapi karena kondisi yang menakutkan.

Aku memandang ibu muda ini. Hanya kekuatan yang bisa diharapkan. Kain selendang yang dia kalungkan sekarang dieratkan pada buah hatinya. Mengikat erat di pundaknya, menyatu dengan dia agar si anak tidak terpisah.

Pikirannya, kalaupun harus mengakhiri hidup, dia tidak ingin sendiri. Banyak kasus sebelumnya ketika ferry tenggelam. Si ibu justru selamat tapi si anak tidak bisa tertolong. Mungkin si ibu muda ini tidak mau mengalami hal seperti itu. Lebih baik dia yang mati dari pada harus merelakan si buah hati.

Para awak bus yang biasanya berbaring di bus, sekarang mulai merangkak naik. Terlihat jelas begitu padatnya manusia di atas ferry ini. Semua berkumpul di tempat terbuka, percikan gerimis dan angin dingin tidak menyurutkan mereka. Rasa takutlah yang menafikkan kondisi itu.

Semua masih larut dalam kondisi harap-harap cemas. Teriakan Allahuakbar menderu keras saat gelombang tinggi menghantam ferry ini. Benturan-benturan antara mobil di deck 1 pun menggoyahkan hati, takut tenggelam.

Segala macam dosa mulai nampak. Teringat dengan dosa yang telah diperbuat. Mengharap ampunan-Nya. Memohon agar selamat sampai tujuan.

Berjam-jam kami dalam kondisi ini. Larut dalam ketakutan, menyebut asma Tuhan yang sebelumnya sering dilupakan. Mengharap ampunan-Nya yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Kondisi inilah yang sering membuat setiap manusia mengingat Tuhannya. Bisa jadi, setelah kondisi ini, Tuhan akan terlupakan. Asma Tuhan sudah tidak berlaku lagi, dan berlanjut untuk berbuat maksiat dan dosa.

Beberapa mil lagi hingga sampai di pulau dewata, kondisi sudah mulai terkendali. Gelombang sudah mulai surut, dan orang-orang mulai tenang.

“Alhamdulillah ya Allah”, seru seorang penumpang

“Allahuakbar”,

“Terima kasih Tuhan”,

Aku menatap wajah sang ibu muda yang setia di tempatnya, di dekat ku. Dia menciumi buah hatinya dengan penuh kasih sayang. Terpancar rona kebahagiaan yang tiada tara. Dia ingin mengungkapkan terima kasih kepada Tuhannya.

“Maaf mas, sekarang jam berapa ya?”, tiba-tiba ibu muda ini menegurku. Sontak aku terkaget dan jadi salah tingkah.

“Oh ia..jam 12 bu”,

“Jangan panggil ibu ah, mentang-mentang aku punya anak. Bisa saja masnya yang lebih tua dari saya!?”, Aku tersenyum mendengar pernyataan itu.

“Tadi juga aku tahu kalau mas memperhatikan kami. Hanya saya tidak bisa membalas walau dengan senyuman karena saya takut”, lanjutnya. Ah, aku jadi gak enak hati. Aku dibuat bingung dan salah tingkah.

“Oh ya, saya Rani dan ini anak saya, namanya Rendi”, lanjutnya memperkanlkan diri sambil mengulurkan tangannya. Akupun membalas.

“Saya Mamat. Anaknya lucu ya..”,

Ditengah sisa perjalanan laut ini, kami pun berbincang. Sungguh menarik. Tidak hanya sosok yang cantik dan anggun, tapi juga enak di ajak ngobrol.

“Mas mamat udah punya pacar? Tujuannya kemana?”

“Mmmm…dulu punya tapi udah putus. Saya mau lanjut kuliah di Malang mbak”

“Oooo…jangan panggil mbak dech. Panggil saja Reni, biar lebih akrab”

“Ia dech…Reni”, kataku sambil tersenyum malu.

“Oh ya Ren, sebelumnya aku minta maaf kalau salah. Mmmm…kok kamu gak ditemani suamimu?”, tanyaku

“Gak apa-apa kok. Sebenarnya saya sama ayahnya Rendi belum menikah…”, aku terkaget. Belum menikah tapi sudah punya anak? Reni kemudian melanjutkan ceritanya setelah sempat terhenti menghela napas.

“Dulu kami pacaran sejak aku SMA kelas 1. Dia baik dan perhatian. Aku sudah yakin dengan dia, dan sudah aku putuskan kalau dia adalah pendamping hidupku kelak. Akupun menyerahkan jiwa ragaku padanya. Aku sudah pasrah terlebih lagi dia baik dan perhatian. Kami pun melakukan hubungan layaknya suami-istri. Beberapa kali kami melakukan hingga aku hamil. Katanya dia mau tanggungjawab, dan aku percaya itu. Beberapa minggu setelah itu, dia minta ijin pulang. Katanya mau ngasi tahu orang tuanya. Berbulan-bulan aku tunggu, ternyata dia tidak kunjung datang. Bahkan ngasi kabar pun tidak pernah”, ceritanya panjang lebar.

“Trus sekarang kamu mau kemana?” Tanya ku penasaran.

“Aku dapat kabar kalau dia pindah kuliah di Surabaya. Makanya sekarang aku mau minta tanggungjawab dia. Lagian keluarga ku juga sudah tidak peduli dengan aku. Bahkan, mereka sempat menyarankan agar aku aborsi. Tapi aku menolaknya”, lanjutnya.

Ada sebercik keteguhan hati Reni, si ibu muda ini. Terlepas dari kesalahan dia dengan berjinah, tetapi dia masih mampu menolak aborsi. Padahal, aborsi sudah menjadi ‘obat mujarab’ bagi mereka yang mengagungkan sex bebas. Tidak ada ketakutan lagi di hati mereka. Kalau hamil kan tinggal aborsi!? Mungkin seperti itu yang ada dalam pikiran mereka, generasi sekarang ini.

“Kamu harus sabar Ren. Aku doakan semoga kamu menemukan dia dan mau bertanggungjawab. Toh lagian kamu masih cantik!? Masih banyak cowok yang mau sama kamu” usaha ku menghiburnya.

“Mas ini bisa saja…tapi ia sich masih banyak cowok yang mau. Termasuk mas mamat kan?!”, kami berdua pun tertawa.

Aku senang melihat dia tertawa. Sekarang aku bisa melihat mahluk Tuhan yang cantik ini tersenyum dan tertawa. Sifat yang sah-sah saja ketika kita mengagumi kecantikan lawan jenis. Namun, aku melihat hal yang dahsyat dari dalam diri Reni, si ibu muda ini.

Ketegaran, semangat dan keceriaan tetap terpancar. Tidak seharusnya orang-orang seperti Reni ini dikucilkan atau bahkan di asingkan dalam kehidupan sosial. Mereka butuh semangat dan perhatian. Mereka bisa berbuat salah, tapi mereka juga bisa berbuat lebih baik. Tuhan saja selalu memaafkan, kenapa manusia tidak bisa?

Aku menangkap hal yang luar biasa dalam diri Reni ini. Remaja seumuran dia dan saya masih dalam kondisi labil. Tekanan sosial bisa saja membuat putus asa, dan banyak kasus yang terjadi. Tetapi, tekad dan kekuatan dia justru mengalahkan paradigma itu. Perempuan seperti dia, secara fisik memang lemah jika dibanding kaum laki-laki.

Tetapi, semangat untuk hidup dan merubah diri begitu kuat. Raga boleh lemah tetapi paradigma hidup harus menutupi kelemahan itu. Inilah potensi yang sering terlupakan.

Tidak terasa, ferry kami sudah bersandar dan penumpang sudah mulai turun memasuki busnya masing-masing. Aku, Reni dan anaknya pun beranjak turun. Bus kami berbeda sehingga kami harus berpisah.

“Mas mamat, aku pamit dulu. Kalau ntar punya pacar, perlakukan dia dengan penuh kasih sayang. Jangan terlantarkan dia, apalagi berzinah dengan dia. Kalau dengan pacarnya nanti, ingat saja ibu atau adiknya mas yang cewek. Makasih ya mas mamat”

“Ia sama-sama. Terima kasih juga atas kebersamaan yang singkat ini. Aku akan selalu mengingatnya”, jawabku.

Seraya tersenyum, dia pun menghilang ditengah durunya bus-bus yang berjejer di dalam ferry. Aku kembali ke bus dengan rona tersenyum dan penuh kagum. Bayangannya selalu mengiringi setiap langkahku.

Aku tidak bisa memejamkan mata. Terngiang dengan Reni si ibu muda. Begitu kuatnya Reni dalam menempuh cobaan ini. Terlebih lagi dikucilkan oleh masyarakat. Bahkan keluarganya sendiri tidak mengasihani dia dan anaknya.

Tetapi, aku marah juga dengan cowok yang menghamili Reni. Berdosa dia. Rugi juga dia telah mencampakkan perempuan sekuat Reni. Ah, Reni…Reni… Perempuan yang cantik dan tegar. Terkadang, aku mengagumi kecantikan itu.

Namun, aku banyak belajar dari sosok perempuan bernama Reni ini. Semua laki-laki pun harus belajar dengan perempuan. Tidak selamanya mereka manusia lemah. Mereka memiliki kekuatan dan kelebihan, jika kita mau belajar dari mereka. Sungguh sempurna dirimu Reni.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun