Belakangan ini kita disajikan drama konyol oleh para kepala desa demo dengan menuntut masa jabatan kepala desa selama 9 tahun, padahal seperti kita ketahui jabatan kepala desa yang sekarang ini sudah melebihi jabatan presiden 5 tahun dalam 1 periode, sehingga sangat mencolok sekali apalagi mengatasnamakan keinginan masyarakat.
Apabila kita berpikir sederhana tidak dengan alasan ini itu, karena masyarakat juga ga faham tentang hal ini itu, masyarakat hanya tahu perkembangan desanya sampai dimana, dana desa desanya disalurkan kemana, karena negara tidak sedikit menggelontorkan dana untuk desa demi kemajuan masyarakat desa, bukan untuk mensejahtrakan kepala desa atau staf desa.
Jabatan kepala desa sekarang adalah 6 tahun dengan kucuran dana 1 tahun 1 milyar lebih, jika masa jabatan 9 tahun, kita tinggal hitung saja berapa dana desa yang akan dikeluarkan untuk 1 desa, hal ini sangat memberi ruang penyelewengan dana desa karena masa jabatan yang terlalu lama, dan disana dikhwatirkan akan ada permainan dana desa.
Sebetulnya kalau kita ada niatan untuk memajukan desa dengan tidak berpikir ini itu, selain memanfaatkan dana desa untuk fasilitas umum, setiap desa tinggal memaksimalkan Badan Usaha Milik Desa atau Bumdes, dengan memaksimalkan Bumdes sehingga ekonomi masyarakat akan terangkat alhasil pemerataan ekonomi masyarakat desa akan terwujud. Tetapi sekarang ini setiap desa lebih tertarik usaha fiktif dengan mengatasnamakan Bumdes atau proyek pembangunan tidak tepat guna yang terpenting dana desa bisa diterapkan tidak di KPK dan mendapatkan komisi dari pihak perusahaan yang memegang proyek.
Banyak alasan atas dasar untuk merevisi undang-undang  desa yang dilontarkan Apdesi  yang menyebutkan bahwa gagasan tersebut adalah gagasan Mendes dan Parpol seperti yang diberitakan Kompas.com. Tetapi masyarakat umum menilainya tidak demikian, rata-rata berfokus pada kinerja kepala desa yang sekarang ini menjabat selama 6 tahun dengan dana desa yang cukup besar. Hal ini sangat mencolok sekali dengan keinginan jabatan selama 9 tahun, karena masyarakat awam akan fokus ke dana desanya daripada ke undang-undangnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI