Mohon tunggu...
Agus Kristianto
Agus Kristianto Mohon Tunggu... Freelancer - peminat ekonomi

pemotong pajak

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sebuah Ironi Kehidupan: Biaya Utang yang Terus Mencekik

6 November 2017   07:27 Diperbarui: 6 November 2017   11:07 4752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Merdeka.com

Jumlah utang negara yang direprensentasikan dengan --walau sebenarnya tidak terbatas pada-- utang pemerintah atau utang publik makin meningkat dari waktu ke waktu. Banyak pihak yang menghitung perkembangan utang dunia dari waktu ke waktu bahkan dalam hitungan detik. Salah satu penerbit majalah internasional bergengsi menampilkan world debt clock untuk menunjukkan penambahan utang pemerintah seluruh dunia. 

Pada akhir Oktober lalu, jumlah utang dunia sudah mencapai angka lebih dari US$60 triliun. Posisi utang Indonesia pada waktu yang sama diestimasi US308 milyar (economist.com). Walaupun diestimasi secara algorithma, nilai tersebut menunjukkan kecenderungan yang cukup andal.

Pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/LKPP per 31 Desember 2016 posisi total utang pemerintah mencapai lebih dari Rp3.800 trilyun dengan sumbangan utang jangka panjang mencapai lebih dari Rp3.500 triliun. Dengan PDB sebesar Rp12.400 triliun, utang jangka panjang tersebut setara dengan 28%; masih dalam batas aman karena UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara membatasi total kumulatif utang tidak boleh lebih dari 60 persen PDB. Jika PDB menjadi acuan, utang pemerintah masih rendah, bahkan sangat rendah dibanding negara-negara pengutang besar lainnya.

Pemerintah Jepang sebagai pengutang terbesar di dunia, nilainya setara 200% PDB pada tahun 2015 (namun setelah diperhitungkan dengan obligasi yang dikuasai pemerintah, nilainya menjadi setara dengan 150% PDB). Jumlah utang yang besar juga ditanggung pemerintah Amerika Serikat yang mencapai 100% PDB. 

Bahkan Singapura dan Malaysia tetangga kita juga menanggung beban utang yang besar, masing-masing mencapai lebih dari 107% dan 54% PDB pada tahun 2015. Secara makro, beban utang pemerintah kita masih termasuk kecil. Batas aman utang 60% PDB merupakan kesepakatan negara-negara maju dunia. Akan tetapi benarkah batas itu juga aman buat Indonesia?

Satu hal yang tidak dapat diabaikan adalah biaya utang berupa bunga yang harus dibayar. Pada bagian ini, kita bisa mengadopsi analogi biaya kredit motor-mobil yang digambarkan pada awal tulisan. Walaupun nilai utangnya kecil, tetapi biaya utang yang ditanggung oleh pembeli sepeda motor jauh lebih besar dibanding dengan orang yang mengangsur kredit mobil. 

Utang pemerintah memang baru mencapai 28% PDB. Namun besaran biaya mencapai 1,4% PDB. Porsi PDB yang sama juga digunakan untuk membiayai utang pemerintah Jepang dengan tingkat utang yang mencapai 150% PDB. Seandainya utang pemerintah mencapai lima kali lipat dari sekarang dan menyamai Jepang 150% PDB, maka biaya utang mencapai (5X1,4%) 7% PDB. Dengan rasio pendapatan perpajakan saat ini sebesar 12%, lebih dari separo pajak yang dibayar masyarakat habis untuk membayar bunga. Besaran biaya utang harus menjadi pertimbangan utama untuk menambah utang, menggantikan porsi utang terhadap PDB.

Pada tahun 2012 total biaya utang yang dikeluarkan dalam bentuk realisasi belanja bunga sebesar Rp101 trilyun, atau 7,5% dari total pendapatan negara Rp1.338 trilyun. Jumlah dan porsinya naik setiap tahun hingga pada tahun 2016 belanja bunga mencapai Rp183T, setara dengan 11,7% pendapatan negara. 

Berhubung kenaikan pendapatan negara cukup tersendat dan biaya utang pasti naik karena penambahan utang baru, dapat dipastikan porsi pendapatan negara yang digunakan untuk belanja bunga akan ikut naik pada tahun ini dan juga tahun-tahun mendatang. Jika kenaikan jumlah utang berlanjut seperti dua tahun terakhir, biaya utang tahun depan bisa mencapai lebih dari 15 persen.

Dalam kaitan biaya utang, ironi sebagaimana yang digambarkan di awal tulisan sungguh terjadi pada negara kita. Pendapatan per kapita kita tahun 2016 sebesar US$3.570. Nilai tersebut jauh di bawah pendapatan seorang warga Jepang yang mempunyai pendapatan US$38.894, atau warga negara Amerika Serikat yang berpengahasilan $57.466. 

Sebagai warga negara yang membiayai belanja pemerintah melalui pajak yang kita bayarkan, biaya utang yang kita bayarkan berkisar pada kisaran 5,5% per tahun dari stok utang. Biaya tersebut tertolong sumber utang selain surat utang karena kupon/tingkat bunga obligasi pemerintah mencapai sekitar 8 persen. Obligasi berjangka 10 tahun pemerintah Jepang diterbitkan dengan kupon pada kisaran 0,1% dan pemerintah AS pada kisaran 2,5 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun