Mohon tunggu...
Agus Jatmika
Agus Jatmika Mohon Tunggu... Penulis

Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jayakarta, Karung, dan Rindu yang Belum Selesai

10 Mei 2025   01:32 Diperbarui: 13 Mei 2025   13:56 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KA jayakarta. Sumber : Keretaapikita.com

Mudik tahun ini sudah lewat, tapi rasanya belum selesai. Lebaran telah usai, tangan-tangan sudah saling bersalaman, dan piring-piring opor sudah kembali bersih. Tapi ada satu momen yang terus membekas di ingatanku: perjalanan balik ke Jakarta dengan Kereta Jayakarta Premium. Dari kampung halaman di Nganjuk, Jawa Timur, aku pulang dengan membawa bukan hanya koper dan oleh-oleh, tapi juga segenggam rasa yang sulit dijelaskan.

Sore itu, stasiun Nganjuk mulai ramai. Aroma nasi pecel dan suara peluit petugas bercampur jadi satu. Wajah-wajah pemudik yang hendak kembali ke perantauan tampak sibuk menata barang, ada yang pelukannya berat karena rindu belum tuntas, ada juga yang diam-diam menyeka air mata. Aku sendiri tak banyak bicara. Hanya menatap peron, mencoba mengunci semua kenangan dalam kepala.

Begitu Jayakarta Premium datang, aku naik dengan tenang. Kursiku di dekat jendela. AC menyala lembut, kursi menghadap berlawanan dengan arah jalannya kereta, dan kereta tampak bersih seperti biasa. Tapi baru beberapa stasiun dilewati, aku mulai menyadari: perjalanan ini tidak biasa.

Saat memasuki Stasiun Kutoarjo, tiba-tiba suasana berubah. Porter-porternya naik membawa karung-karung besar, seperti karung beras atau goni isi barang bawaan. Satu per satu diselipkan ke bawah kursi, disusun di lorong, atau disandarkan dekat pintu. Aku menoleh ke sekeliling: bukan hanya aku yang terkejut, tapi tak ada yang protes. Semua menerima. Semua mengerti.

Semakin jauh kereta melaju, semakin banyak penumpang dari stasiun-stasiun kecil naik dengan wajah lelah tapi penuh harap. Barang-barang mereka sederhana: kardus diikat tali rafia, tas jinjing dari plastik bening, nasi bungkus dibalut koran. Tapi semangat mereka luar biasa. Mereka bukan cuma kembali ke Jakarta, mereka kembali ke hidup yang keras, sambil membawa harapan baru dari kampung.

Aku tersenyum sendiri. Ini bukan kereta premium, ini adalah kereta pulang. Kereta tempat rindu kembali ke realitas. Di sinilah aku melihat wajah-wajah Indonesia yang sesungguhnya. Mereka yang tak banyak bicara, tapi tak pernah lelah mencoba. Mereka yang membawa karung-karung besar, tapi juga membawa doa yang lebih besar lagi.

Tiba-tiba pikiranku melayang ke masa lalu. Saat kereta ekonomi masih bisa dinaiki tanpa tiket, saat toilet jadi tempat tidur darurat, dan lorong jadi hamparan tikar. Tapi itu dulu, sebelum KAI berbenah, sebelum Ignasius Jonan, sang reformis di tubuh KAI, mengubah wajah perkeretaapian, dan sebelum Menteri Budi Karya Sumadi menata ulang sistem transportasi publik dengan lebih manusiawi.

Kini, kereta bersih, tertib, dan nyaman. Tapi yang paling menggembirakan: jiwa rakyat di dalamnya tetap sama. Tetap hangat, tetap saling mengerti, tetap saling berbagi ruang dan cerita. Bahkan saat gerbong dipenuhi karung, tak ada yang mengeluh. Karena mereka tahu, semua itu bagian dari pulang,meski arahnya kini ke kota, bukan ke desa.

Dalam  perjalanan, seorang bapak  mau bertukar tempat duduk dengan sorang ibu yang anaknya tidak mau jauh dengannya. Sebuah rasa empati yang mungkin hanya ada di Jayakarta, mungkin tidak aku temukan di gerbong bisnis atau diatasnya. Saling berbagi cerita, makanan, dan kadang diam bersama menyaksikan sawah-sawah berganti gedung. Saat malam mulai tiba, kami semua terdiam. Mungkin karena lelah. Atau mungkin karena kita tahu: besok, semuanya dimulai dari awal lagi.

Tapi setidaknya malam itu, di atas rel panjang menuju Jakarta, kami semua sempat jadi keluarga. Di antara karung, koper, dan kursi premium, kami saling berbagi satu hal yang sama, sebuah kerinduan yang belum selesai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun