Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ahok: Manusia Tanpa Beban

14 April 2015   16:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:07 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14290025781433583563

[caption id="attachment_360771" align="aligncenter" width="560" caption="Presiden Joko Widodo melakukan mediasi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi di Istana Merdeka, Selasa (14/4/2015). sumber Kompas.com"][/caption]

Menuliskan judul di atas, dengan perasaan deg-degan, kenapa? Karena ini berpotensi menimbulkan perdebatan serius di antara kita, terutama yang kontra dengan sosok pemimpingendeng dan keras kepala ini. Berangkat menjadi pemimpin dari kaum minoritas –semuanya minoritas – dari suku, agama, dan warna kulitnya, namun tidak dengan gebrakan dan gaya kepemimpinannya yang membuat heboh seantero Indonesia, bahkan dunia Internasional mau tau banget dibuat oleh orang nomor satu di Jakarta ini.

"Ya, saya bilang saja, dipecat (dari jabatan gubernur). Kalau dipecat, saya ngelamar jadi kepala Bulog. Saya bilang sama Presiden gitu aja," kata Basuki, Minggu (12/4/2015). Jawaban spontanitas tanpa rasa beban dan galau ketika menjawab pertanyaan Jokowi perihal risiko pelaksanaan HMP (Hak Menyatakan Pendapat) oleh anggota DPRD DKI, jika ternyata Ahok dinyatakan bersalah dalam hak angket yang sedang bergulir seperti dikutip dariwww.kompas.com.

"Persiapan mau jadi Stand up Comedy, kalau dipecat. Metro TV jangan lupa undang gue ya, gue cukup lucu kok," kelakar Ahok kala ditanya wartawan perihal sanksi yang bakal diterima apabila MA mengabulkan laporan dari DPRD. Ahok juga dengan berani dangentlement menantang DPRD "Saya tidak salah. Takut kenapa? Sudah jelas Rp 12,1 triliun dipotong dari APBD yang itu (2015) kok. Saya salahnya hanya karena tidak mau terima Rp 12,1 triliun (dalam APBD 2015) kan. Nanti dibuktikan saja di MA salah siapa," memilih tetap pada prinsipnya daripada harus menyembah dan memohon maaf, mengemis agar perseteruan mereka disudahi oleh DPRD.

Ini adalah secuil tanggapan dan sikap Ahok terhadap beban berat yang menimpa dirinya. Rasa stressdepresi, skeptis hingga ke tingkat yang paling ngeri, phobia tidak terlihat dari tindak-tanduk pemimpin yang dikenal suka ceplas-ceplos ini. Bahkan untuk memperbaharui gaya bicarannya yang banyak tidak disukai orang karena cepat meledak dan dikenal tidak santun ini, mulai banyak membuat perubahan dalam gaya berbicara, di mana lebih banyak mengumbar canda yang berkualitas saat berpidato.

“Sekarang itu saya lebih memilih membesarkan otot jantung, otot paha, dan lain-lain untuk bisa segera merespons,” seloroh Ahok saat berdiskusi dengan PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya No. 62, Jakarta Pusat, Minggu (12/4). Ahok mengaku sedang melatih otot-ototnya bukan untuk bertarung, sadar sudah punya banyak ýang tidak suka’ dengannya, tetapi dilatih agar Ahok mampu berlari sekitar 10 menit. “Pernah saya tanya ke tentara berapa cepat kamu bisa merespons saya kalau terjadi gangguan. Dia bilang 10 menit, kalau gitu saya Cuma perlu berlari 10 menit baru tentara datang kan,” kelakar Ahok yang disambut tawa peserta diskusi.

Keberanian Ahok membuka kedok POKIR DPRD dan memutus mata rantai dan dominasi anggaran DPRD DKI adalah hal yang harus diapresiasi dan perjalanan panjang sebagai konsekuensi dari perdebatan antara siapa yang benar dengan yang salah yang akan dibuktikan di pengadilan. Ketabahan Ahok dan hidup sederhana tanpa beban tersurah jelas dari ucapan Veronica Tan yang dikutip dari Kompas terbit Selasa, 14 April 2015 dirubrik Kompas Kita.

Äda banyak konflik yang selalu melilit Bapak Basuki dalam memimpin DKI Jakarta. Salah satunya kisruh dengan DPRD DKI Jakarta terkait dugaan “dana siluman DPRD DKI Jakarta”. Apa tanggapan Ibu mengenai hal ini dan bagaimana Ibu memberikan semangat kepada Pak Basuki untuk menghadapi masalah ini? (Arta Sanggul, Humbahas, SUMUT).

Jawaban Ibu Veronica Tan: “sejak awal, kami sudah sadar bahwa jika ingin melawan arus pasti akan banyak konflik. Itu tidak bisa dan memang tidak mau kami hindari. Selama Bapak melakukan kebenaran dan punya integritas, kami sebagai keluarga tidak akan terbebani dan kami tetap support dan jalani saja. Sebab, dari pertama Bapak masuk ke dalam politik adalah panggilan untuk kerja buat rakyat.

Trus yang paling lucu dan menggambarkan betapa tidak ada beban di antara keluarga ini adalah tanggapan Veronica Tan berikutnya:

“Bagaimana cara Ibu menenangkan Pak Basuki saat beliau sedang marah menghadapi persoalan DKI yang kompleks? Apa masakan favorit Pak Basuki yang dapat membuatmood Pak Basuki membaik?””(Devie Treesna, Jakarta Barat)

Jawaban yang mungkin tidak disangka-sangka dari Veronica Tan : “Kasih babi panggang, ha..ha..ha. enggak usah ditenangkan, nanti tenang dengan sendirinya.” Jawaban yang spontanitas dan tidak dibuat-buat. Inilah ciri keluarga Basuki Tjahaja Purnama, penuh keceriaan, sederhana, tidak punya beban dan tidak silau dengan jabatan yang melekat di pundak.

Tidak takut akan kehilangan jabatan, membuat Ahok tidak terbebani, beda dengan kebanyakan pejabat di negeri ini yang menghalalkan segala cara agar jabatan mereka tetap awet, tidak dicopot dan tetap dipakai oleh pemimpin/atasan yang lebih tinggi dari dia. Dari cara yang halal hingga cara-cara yang tidak halal dilakukan oleh pejabat baik di tingkat yang paling rendah hingga pejabat publik yang tinggi posisinya. Seharusnya kita belajar banyak kepada Ahok.

Menurut Ahok, rekam jejak yang baik (tidak korupsi) dan (berusaha memberantas akar korupsi) tentunya akan memunculkan ide yang baik. Ahok mengaku sedang memunculkan hal tersebut meski dia menyadari hal tersebut tidak mudah. “Bukan mengkorup yang banyak dan membayar suara. Inilah yang ingin saya lakukan, tapi saya tahu ini tidak mudah. Sampai kadang saya harus minum obat pil. Makanya kadang suka salah atau agak ngaco itu karena dosis obatnya salah,” kata Ahok.

“Namanya obat itu PPG, pura-pura gila sama pura-pura goblok, kalau kita pakai obat itu hajar saja pasti kita menang,” canda Ahok yang lagi-lagi disambut tawa peserta diskusi PP Muhammadiyah. Intinya, Ahok sudah punya resep obat untuk menghadapi kegendengan dankecanggihan korupsi di DKI.

So, kalau sudah begini masihkah DPRD dan juga yang kontra dengan kebijakan Ahok memprovokasi agar Ahok lengser sendiri? Biarlah waktu yang menjawabnya.

Medan, 14 April 2015

Artikel sebelumnya : http://edukasi.kompasiana.com/2015/04/12/melestarikan-air-sungai-deli-di-sekitar-sekolah-dengan-melakukan-observasi--711870.html

Artikel terkait : http://edukasi.kompasiana.com/2015/03/11/antara-ahok-haji-lulung-dan-pentingnya-pendidikan-tik-dan-pendidikan-karakter-706292.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun