Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benarkah UMP Indonesia Ketinggian, Tak Sebanding Produktivitas

25 November 2021   12:44 Diperbarui: 25 November 2021   13:00 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UMP Naik Hanya 1,09 Persen. ilustrasi IDX Chanel

Bukan rahasia umum lagi bila dikatakan daya saing dan produktivitas kerja di negeri kita ini masih rendah, namun menginginkan gaji yang sangat tinggi. 

Salah satu penyebab utamanya mengapa daya saing dan tingkat produktivitas pekerja kita masih rendah, dikarenakan tingkat pendidikan yang masih rendah plus kurangnya pelatihan-pelatihan tenaga kerja yang diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kompetensi karyawannya.

Isu tenaga kerja dengan upah minimumnya memang 'asyik' untuk dibahas setiap tahunnya, untuk tahun ini usai pemerintah lewat Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) 'ketok palu' soal penetapan Upah Minimum (UM) hanya naik sebesar 1,09 persen saja, memantik berbagai reaksi pro dan kontra, bahkan ada yang tampil bak 'pahlawan kesiangan' untuk menenangkan pendemo dengan janji-janji manis hingga disoraki 'the next presiden'.

Terbukti, ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta kemarin Jumat 19 November 2021, mereka menuntut pemerintah untuk menaikkan upah mininum sebesar 10 persen pada tahun depan dan segera mencabut Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang penetapan upah minimum 2022.

Saat berorasi, perwakilan buruh juga menolak surat edaran Kemenaker dan surat edaran Mendagri yang dinilai melegitimasi upah merah bagi kaum pekerja.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan berbagai federasi buruh mengancam akan mogok selama tiga hari di awal Desember 2021.

Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan mogok nasional akan diikuti dua juta buruh dari 30 lebih provinsi dan ratusan kabupaten kota.  

Ini merupakan protes atas penetapan rata-rata upah minimum yang hanya naik 1,09 % tahun depan, dan berlaku batas atas-batas bawah. Ketentuan ini dituding semakin menjauhkan kaum buruh untuk bisa mencicipi upah layak.

Benarkah demikian? Jika merujuk dari apa yang dikatakan oleh Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari bahwa kondisi saat ini Upah Minimum (UM) di Indonesia terlalu tinggi jika dikomparasi atau dibandingkan dengan nilai produktivitas tenaga kerja, dimana nilai efektivitas tenaga kerja Indonesia berada di urutan ke-13 Asia, dinilai baik itu dari jam maupun tenaga kerjanya dinilai secara nasional, komparasinya ketinggian dengan produktivitasnya.

Jadi pemahamannya mungkin seperti ini, memang harus diakui bahwa di setahun bisa hari libur itu mencapai 20 hari, belum lagi ditambah dengan beragam cuti, mulai dari cuti bersama, cuti tahunan, cuti kelahiran anak, cuti khitanan, cuti menikah hingga cuti keluarga meninggal, sehingga berpengaruh besar pada hasil kerja atau output yang dilakukan tenaga kerja di Indonesia pun menjadi minim. Otomatis nilai produktivitaspun menjadi rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun