Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Pagar Kawat Berduri, Film Sarat Sejarah Murni Hasil Restorasi Anak Bangsa

3 Juni 2018   22:41 Diperbarui: 4 Juni 2018   19:59 2854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selesai Nonton Film Pagar Kawat Berduri, Lanjut Diskusi Tentang Restorasi Film Sejarah. sumber: dokpri

Butuh perjuangan ekstra untuk kembali menghadirkan karya film terbaik yang hampir punah. sumbergambar: dokpri
Butuh perjuangan ekstra untuk kembali menghadirkan karya film terbaik yang hampir punah. sumbergambar: dokpri
Yang membuat saya tertegun, suka dan mengancungi dua jempol, jalan ceritanya. Ketika seorang kamp tahanan yang masih muda harus tertembak mati bersama dengan kekasihnya di pagar kawat berduri. Suara alunan ayat-ayat suci Al-quran yang menggema membuat tidak hanya Kampinen Koenen tertegun, tetapi kami di bioskop juga merinding mendengarnya.

Lalu ada adegan kala Kampinen Koenan di tengah-tengah kegalauannya, pergi ke Gereja untuk mengikuti perayaan Misa dan berdoa. Namun, Kampinen Koenen memilih jalan untuk membantu Parman. Saat dia memanggil Parman dalam keadaan mabuk dan pingsan? Ketika itu Parman mengambil pistol dari lemari Koenan. Lalu disitulah dia membongkar siapa sebenarnya Parman bersama dengan dua anggota yang bakal ditembak mati oleh Belanda, Herman dan Toto.

Malam itu juga, Parman membantu pelarian Herman dan Toto untuk kembali bergabung dengan pejuang Republik. Bermodalkan pistol dan catut untuk memotong pagar kawat berduri, naas bagi Herman, tertembak peluru Belanda, tetapi Toto berhasil lolos.

Koenan memilih bunuh diri dengan menembakkan kepala sambil memeluk foto Ratu Belanda dan nasib Parman dan kawan-kawan? Ending film ini mereka dibawa untuk dieksekusi.

Alasan Film Pagar Kawat Berduri di Restorasi

Film ini berusia 56 tahun, memiliki pandangan "humanisme universal", karena mampu membuat masyarakat bersimpati pada sesama, dalam cerita ini kepada Belanda. Sehingga film ini mengalami penolakan luar biasa, salah satu tokoh yang menolak, adalah Sutan Takdir Alisjahbana. Padahal, film ini mengandung nilai-nilai budaya, sejarah, kearifan lokal. Sehingga tidak salah jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Pusat Pengembangan Perfilman merestorasi film ini.

Ini adalah film kedua yang berhasil diresorasi dengan baik, setelah "Darah dan Doa" (The Long March), tahun 2013. Pusbangfilm bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kota Medan dan Yayasan Manuprojectpro mengadakan pemutaran dan diskusi film hasil restorasi Pagar Kawat Berduri yang dilaksanakan selama kurang lebih seratus hari tersebut.

Hasilnya sangat membanggakan, karena 100% menyerupai, padahal kondisi gulungan film sudah sangat memprihatinkan, ketika para kurator setelah mengkurasi lima judul film, menjatuhkan pilihan pada Pagar Kawat Berduri untuk direstorasi, harus bekerja ekstra keras. Begitu ungkapan Panji Wibisono, Staf Pengarsipan film.

Sesi tanya jawab dengan pemateri, Memang Lebih Baik Membuat Film Baru dari Merestorasi, Tapi Demi Menjaga Budaya dan Sejarah, kenapa tidak? sumber gambar:dokumentasi pribadi
Sesi tanya jawab dengan pemateri, Memang Lebih Baik Membuat Film Baru dari Merestorasi, Tapi Demi Menjaga Budaya dan Sejarah, kenapa tidak? sumber gambar:dokumentasi pribadi
Ketika masuk sesi pertanyaan, dipandu oleh Immanuel Ginting, Ketua Yayasan Sinema Manuprojekpro Indonesia, peserta antusias bertanya seputar hasil restorasi ini, "Kenapa bisa sangat begitu bagus? Audio-visual yang dihasilkan lebih bagus dari aslinya? Berapa biaya restorasinya? Benar nih dikerjakan di Indonesia? Bukan seperti Tiga Dara?", pertanyaan-pertanyaan ini membuat diskusi semakin menarik.

Riska F. Akbar, dari Render Digital Indonesia mulai membeberkan rahasia, kenapa Pagar Kawat Berduri mendapat kesempatan direstorasi, karena: (1) Kondisi fisik film yang harus segera diselamatkan; (2) Sutradara yang mewakili zamannya; (3) Film memiliki nilai-nilai (sejarah) pada Zamannya; (4) Film yang memiliki nilai inspiratif bagi pengembangan pendidikan karakter; (5) Film yang tidak akan direstorasi oleh pemilik hak cipta-nya; (6) Kondisi teknis film yang masih memiliki negatif lebih mudah dikerjakan.

Yang paling membuat film hasil restorasi karya anak bangsa ini semakin sempurna, ketika dibawa ke Bangkok untuk pemutaran perdana. Disana film ini dipuja, kualitasnya mendekati sempurna, mereka takjub dan menyarankan agar audio-visualnya diperbaiki. Sepulang dari Bangkok, tim bekerja lagi, sehingga terwujudlah hasil restorasi seperti sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun