(Refleksi tentang tujuan pendidikan, capaian pembelajaran, dan makna 'bernilai' dalam konteks Indonesia 2025-2026)
Di banyak ruang pendidikan, terjadi paradoks yang mengusik pikiran kita bahwa sekolah semakin efisien mencetak angka, tetapi belum tentu mampu membentuk manusia yang bernilai.Â
Nilai rapor, rangking, atau daftar peraih juara sering dipuja sebagai tanda keberhasilan; padahal pendidikan hakikatnya jauh lebih luas, ia adalah proses membentuk individu agar mampu memberi manfaat kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.Â
Ketika fokus hanya terjebak pada akumulasi nilai dan sertifikat, sekolah kehilangan ruhnya sebagai lembaga yang mencetak karakter, kemauan kritis, dan kepekaan sosial.Â
Fenomena ini bukan sekadar retorika idealis. Di lapangan, pemeriksaan capaian pembelajaran menunjukkan bahwa banyak anak yang lulus dengan nilai formal namun belum menguasai keterampilan dasar yang esensial seperti literasi, numerasi, berpikir kritis yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.Â
Oleh karenanya, marilah kita meninjau kembali, Â "Apakah tujuan pendidikan sekadar memperoleh skor tinggi, ataukah menyiapkan manusia yang punya kapasitas moral dan kemampuan praktis untuk hidup bermartabat ?."
Kita tidak bisa berbicara tentang visi pendidikan tanpa memperhatikan data. Laporan-laporan resmi dan studi internasional selama 2023-2025 menegaskan adanya tantangan besar pada capaian dasar pembelajaran seperti literasi, numerasi, dan keterampilan transformatif lainnya masih memerlukan perhatian serius.Â
Statistik pendidikan Indonesia 2024 yang diterbitkan BPS memaparkan gambaran struktural sistem pendidikan bahwa akses meningkat, tetapi disparitas dan kualitas pembelajaran tetap menjadi pekerjaan rumah besar (Badan Pusat Statistik Indonesia).Â
World Bank dan lembaga internasional juga menegaskan adanya "learning crisis" yang membutuhkan strategi perbaikan mendasar, termasuk pemulihan pasca-pandemi, penguatan literasi awal, dan pelatihan guru berbasis bukti.Â
Laporan-laporan global menekankan bahwa perangkat dan akses saja tidak cukup dan perlu intervensi harus berfokus pada kualitas pembelajaran dasar dan transfer pengetahuan ke konteks nyata (IEG World Bank Group).Â