Bagaimana jika pendidikan karakter di sekolah dasar bukan hanya sekadar hafalan nilai, tetapi menjadi pengalaman hidup yang mengubah perilaku siswa dari dalam?Â
Mungkin kita perlu lebih dalam membahas implementasi 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat dengan pendekatan deep learning yang memadukan pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.Â
Dari pembiasaan ibadah hingga proyek kolaboratif, dari literasi tematik hingga kegiatan peduli lingkungan di mana setiap strategi dirancang agar nilai-nilai luhur bangsa benar-benar tertanam dalam diri anak. Inilah panduan komprehensif untuk membentuk generasi yang beriman, berintegritas, kreatif, dan cinta tanah air.
Pembentukan karakter pada siswa sekolah dasar menjadi landasan fundamental dalam mencetak generasi bangsa yang berintegritas, unggul, dan berdaya saing global.Â
Di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat, tantangan degradasi moral dan krisis identitas menuntut pendekatan pendidikan yang menyeluruh, kontekstual, dan berbasis nilai.Â
Pendidikan karakter tidak hanya berfokus pada pengetahuan kognitif, melainkan juga penguatan aspek afektif dan psikomotor, sehingga nilai-nilai luhur bangsa dapat terinternalisasi secara mendalam.Â
Landasan filosofis pendidikan karakter di Indonesia berpijak pada Pancasila, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan penguatan pendidikan karakter (PPK) sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017.Â
Dalam konteks deep learning, proses pembelajaran diarahkan agar siswa tidak hanya menghafal fakta, tetapi mampu mengaitkan pengetahuan dengan kehidupan nyata. Nilai karakter seperti kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, dan cinta tanah air diintegrasikan ke dalam kurikulum dan aktivitas kokurikuler untuk membentuk profil Pelajar Pancasila.
Implementasi 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat di sekolah dasar memerlukan integrasi nilai-nilai karakter melalui pendekatan deep learning yang menekankan refleksi, analisis, dan penerapan nyata.Â
Pembiasaan ibadah, penguatan akhlak, dan integrasi nilai religius membentuk iman dan takwa, sementara keteladanan guru dan sistem penilaian transparan menumbuhkan kejujuran serta integritas.Â