Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sedekah: Bukan Amal untuk Kaum Miskin?

27 April 2022   06:11 Diperbarui: 27 April 2022   10:02 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambaran kesenjangan sosial. sumber:blog.unnes.ac.id

Abad VII Masehi, Mekah berubah. Dari wilayah udik pinggiran, menjadi wilayah sibuk menjanjikan. Banyak  pedagang sekaligus peziarah dari segala penjuru berdatangan. Mendorong Mekah mengambil peran strategisnya: Sebagai tempat transit sekaligus pusat perdagangan. 

Mekah menjadi titik kumpul berbagai manusia dengan latar belakang beragam. Sebagian punya misi dagang sekaligus misi spiritual: Menyembah dewa-dewi yang ditempatkan di sekitar Ka'bah. 

Masyarakat Mekah diuntungkan. Terjadi perputaran uang dan barang secara massif. Masyarakat menikmati kelimpahan ekonomi. Mengumpulkan kekayaan dengan mudah. Bisnis berkembang: Menarik uang keamanan, menjual perbekalan dan juga menyewakan tempat untuk menginap. 

Kekayaan melimpah yang tak pernah terbayangkan. Melampaui bayangan paling ideal dari masyarakat nomad penggembala. Terjadilah kebingungan : Shock culture.

Kapitalisme mulai menggerogoti nilai-nilai kesukuan yang sudah lama dianut. Badawah--kehidupan nomadik--mulai luntur. Kehidupan yang awalnya diwarnai kesukaran ekstrem. Namun, penuh romantisme dengan tali persaudaraan kuat; dalam waktu pendek berubah.

Muncul orang-orang kaya baru. Hidup sedenter. Menumpuk kekayaan tanpa berbagi. Nilai berubah. Solidaritas kesukuan (ashabiyyah) bertarung mati-matian dengan egoisme individual. Revolusi sosial budaya terjadi tanpa kompromi, tidak bisa mengerem; tak ada rem!

Kondisi tersebut sangat menggelisahkan. Seperti mengoyak padang pasir yang sepi--tak menjanjikan masa depan selain kesuraman--menjadi tempat ingar bingar tak terkendali. Penuh optimisme dengan kelimpahan tapi brutal. Kegersangan spiritual melanda.

Perubahan ini terasa asing dan mengancam. Situasi tersebut dirasakan juga oleh sosok sederhana dan jujur. Al-Amin. Sang pembaharu yang berfikir kritis :Nabi Muhammad SAW-- Disarikan dari buku: Muhammad Prophet for Our Time, Karen Amstrong.

Nabi Muhammad SAW berada pada era di mana Mekah mengalami masa transisi--lebih tepatnya revolusi--dari masyarakat nomaden, peternak unta dan domba, menuju masyarakat yang mengandalkan perdagangan dan jasa.

Sebabnya, keberadaan oase sumur Zam-zam dan Ka'bah. Air punya nilai penting--sangat penting--di lingkungan gersang padang pasir. Sedangkan Ka'bah adalah tempat ritual keagamaan selama berabad-abad atau bahkan ribuan tahun. Tempat terbuka, untuk berbagai keyakinan.

Ada nilai yang berubah. Saat uang mulai mencekik pelan-pelan sampai mati nilai-nilai kesukuan. Saling serang satu dengan yang lain untuk berebut sumber daya. Yang kaya semakin kaya; yang miskin semakin miskin.

Jazirah Arab, zaman dulu, seolah dikutuk dengan dilema. Miskin, terpencil dengan kekurangan sumberdaya. Sehingga ghazw--mengambil harta kelompok lain--sebagai cara bertahan di tengah kelangkaan sumberdaya.

Lalu muncul kelimpahan. Apakah itu menjadi solusi masalah masyarakat padang pasir di Mekah? Ternyata tidak. Kelimpahan lebih berbahaya dibanding kekurangan. Individualisme tumbuh subur. Kesenjangan mengambil peran.

Perebutan kekayaan untuk kepentingan pribadi menguat. Pada akhirnya masyarakat Mekah harus menelan bulat-bulat risiko: Kekacauan sosial budaya. Bukan karena kekurangan sumberdaya tapi sebaliknya saat kelimpahan sumber daya.

Masyarakat tidak hanya dihadapkan pada perbedaan out group dan in group yang didasarkan pada kesukuan, tapi pada kesenjangan: Kaya dan Miskin. Masyarakat kaget. Tidak punya kesiapan mental menghadapi perubahan yang berasal dari luar. Invasi budaya yang menyertai perdagangan.

Masyarakat Mekah pada 600-an Masehi, seperti gambaran negara berkembang yang tiba-tiba mendapat durian runtuh. Saat di dalam buminya ditemukan bahan bernilai ekonomi tinggi.

Pendapatan negara tiba-tiba melesat. Konflik kepentingan mulai muncul. Rebutan terjadi. Ada masyarakat yang tidak puas. Ada pemimpin yang berpikir culas.Terjadilah perang saudara, yang bisa memicu kemiskinan, bukan malah kemakmuran.

Pada saat masyarakat belum punya lembaga sosial untuk distribusi sumber daya yang melimpah; akibatnya masyarakat juga belum siap dengan nilai untuk menghadapi situasi yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun