Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Protein Primitif: Habis AIDS Terbitlah Covid

5 Desember 2021   05:01 Diperbarui: 5 Desember 2021   05:08 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perang melawan virus seperti perang memperebutkan dominasi di muka bumi (gambar: National Geographic Channel)

Pada 1981, secara resmi WHO (World Health Organization) mengumumkan munculnya virus yang dinamai HIV (Human Immunodeficiency Virus). Kondisi lanjut akibat inveksi HIV dinamakan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Namun, HIV/AIDS menurut ahli virus dari Universitas Arizona, Michael Morobey, sudah ada sejak tahun 1930-an. AIDS menyerang  dan melumpuhkan sel darah putih yang berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh. Dampaknya, penyakit ringan berubah mematikan. Butuh waktu sekitar 10 tahun, bagi AIDS untuk menumbangkan korbannya.

Afrika disinyalir menjadi tempat munculnya AIDS. Penyakit ini awalnya menyerang simpanse di Afrika. Daging simpanse yang terinfeksi kemungkinan tersaji di piring makan--menu populer orang Afrika. Virus masuk dan mulai menyebar di antara manusia. Tahun 2021 menurut data Wordometer, AIDS menginfeksi lebih dari 43 juta orang. Dan kematian sampai November 2021, mencapai 1,5 juta orang.  Di Indonesia menurut data terakhir Ditjen P2P, Kemenkes RI, sampai Mei 2021, kumulatif penderita mencapai 558.618 orang. 427.201 HIV dan 131.417 AIDS.

Hantaman AIDS belum reda, pada 1976 di Zaire dan Sudan muncul virus baru yang lebih efektif dalam membunuh korban. Hanya dibutuhkan waktu 10 hari untuk menyelesaikan tugas AIDS 10 tahun. Virus yang dinamai Ebola ini seperti nuklir, mencabik-cabik jaringan tubuh. Dalam skala makro bisa diibaratkan piranha yang mengoyak-ngoyak mangsanya.

Menurut  WHO,  Ebola tercatat membunuh lebih dari 15.289 orang sejak kemunculannya pada 1976. Sedangkan yang terinveksi mencapai  34.706 kasus. Kenapa Ebola yang sangat ganas tidak merebak seperti COVID-19? Ebola Zaire yang mampu mematikan 9 dari 10 korbannya, dan Ebola Sudan yang mampu menumbangkan separo yang terinveksi: menyeruak lalu seolah menghilang. Menurut Richard Preston dalam bukunya Hot Zone, karena keefektifannya dalam membunuh inangnya. Dengan keganasan mematikan, saat terinfeksi sampai meninggal--kurang lebih 10 hari--maka menghambat korban untuk bergerak jauh menulari yang lain.

Perjalanan Covid

Pada akhir 2019, di Wuhan, China, masyarakat mengalami batuk, pilek, suhu panas sebagaimana virus flu umumnya. Tidak ada yang menyangka, itu virus baru. Sampai ribuan orang tumbang. Rumah sakit kewalahan menampung pasien. Otoritas kesehatan China baru sadar telah berhadapan dengan jasad renik mematikan yang diberi nama COVID-19. Tidak menunggu waktu lama, hanya empat bulan setelah kasus pertama terdeteksi, tercatat seluruh dunia melaporkan kasus serupa.

Sampai Minggu (5/12/2021), dilansir dari Worldometer, tercatat ada 265,5 juta manusia di seluruh dunia terinveksi. Angka kematian mencapai 5,2 juta jiwa lebih. Deretan angka tersebut akan terus bertambah, dengan belum meredanya pandemi di berbagai negara. Dampaknya sungguh kolosal, ekonomi  tumbang. Banyak negara dibuat tersungkur oleh kedigdayaan protein aktif tersebut. Menurut Sri Mulyani dalam vidio virtual, Kamis (29/4/2021) Kerugian ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai Rp1.356 trilliun. Sedangkan dalam Sidang Mahkamah Konstitusi terkait Pengujian UU No.2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19, Kamis (8/10/2020) Sri Mulyani menyebut: kerugian global mencapai 15 trilliun dollar Amerika--hanya dalam waktu kurang dari enam bulan masa pandemi.

Relasi Alam dan Manusia

Menarik mencermati tulisan dari Enric Sala seorang Ekolog dalam bukunya The Nature of Nature: Why We Need the Wild. Merebaknya virus yang menyerang manusia menandakan hubungan tidak sehat antara manusia dan lingkungan. 

Di alam virus punya habitat atau inang. Bisa di kelelawar, monyet, dan serangga. Konsumsi manusia terhadap hewan liar berpotensi menjadi perantara masuknya virus. Sehingga terjadi perpindahan inang ke manusia. Tindakan manusia yang merusak alam  menjadikan banyak satwa kehilangan habitat. Sehingga mereka akan mendekat ke habitat manusia. 

Perlahan namun pasti kontak dengan virus akan terjadi. Bisa lewat kotoran, gigitan, atau air kencing. Terjadilah inveksi mematikan yang belum bisa ditangkal secara alami oleh pertahanan tubuh manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun