Hampir tiap hari, di beranda Instagram saya mampir poster penolakan Legalitas Miras (saya tulis penolakan legalitas miras karena tulisan di poster itu demikian) dan penolakan tersebut dengan argumentasi yang ditulis dibawahnya, yaitu surat Al-Maidah ayat 90.
Saya berikan arti ayat Al-Maidah 90 ini yang saya copy dari: kalam.sindonews.com/ayat/90/5/al-maidah-ayat-90
yaaa aiyuhal laziina aamanuuu innamal khamru walmaisiru wal ansaabu wal azlaamu rijsum min 'amalish shaitaani fajtanibuuhu la'al lakum tuflihuun
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
Penolakan ini sudah dipastikan terkait dengan Perpres No 10 tahun 2021, yang memuat di lampiran ke III, dimuat di sana bahwa produksi minuman berakhohol dan anggur dapat diproduksi di empat wilayah, yaitu Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua.
Saya menjadi bingung mengapa narasinya menjadi menolak legalitas miras? Apakah pemerintah melegalkan untuk minum miras? Apakah kemudian minum miras akan menjadi bebas di mana saja dan tidak ditangkap?Â
Apakah kemudian pos-pos ronda akan penuh anak-anak remaja yang mengkonsumsi miras, atau dipinggir-pinggir jalan anak remaja sambil mabok miras mengganggu jalan raya, tanpa ditangkap karena dikatakan miras legal?
Narasi menolak legalitas miras dengan dalih Al-Maidah 90 tidak tepat menurut saya.
Ketidaktepatan yang pertama adalah, kalimat menolak legalitas miras.Â
Narasi ini akan menggiring bahwa miras legal untuk dikonsumsi. Padahal tidak bukan? Apakah pemerintah melegalkan konsumsi miras? Atau apakah kemudian pemerintah akan membebaskan siapa saja dapat mengkonsumi miras di mana saja tanpa ditangkap aparat?
Kalau mau menolak maka tolaklah produksi minuman berakhohol dan anggur yang diproduksi di empat wilayah, yaitu Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua.Â