Mohon tunggu...
Agung Sugiarto
Agung Sugiarto Mohon Tunggu... Administrasi - Proactive.

My words will be proved. If didnt now, then in the future. Smile.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Muhammadiyah, NU, dan Perkembangannya

25 Januari 2020   23:18 Diperbarui: 25 Januari 2020   23:15 2768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


"Menarik, ketika Pak Jusuf Kalla mengibaratkan Muhammadiyah seperti Holding Company "Astra", ciri khususnya: Rumah sakit dan Sekolah-sekolahnya, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sedangkan NU seperti Franchaise, dengan ciri khasnya Pesantren-pesantren."


Muhammadiyah & Nahdlatul Ulama (selanjutnya ditulis NU) merupakan organisasi keislaman (selanjutnya ditulis Orgaslam) terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Jumlah anggota dari masing-masing Orgaslam itu dapat kita tarik kesimpulan dari tulisan berikut:


Alvara Research Center sendiri melakukan estimasi jumlah warga NU dan Muhammadiyah. Estimasi ini berdasarkan survei nasional bertajuk "Potret Keberagamaan Muslim Indonesia" terhadap 1626 penduduk muslim Indonesia yang berusia 17 tahun keatas di 34 Provinsi di Indonesia pada bulan Desember 2016. Estimasi ini dibagi menjadi dua kategori, Afiliasi Ormas, dan Keanggotaan Ormas. Afiliasi ormas digunakan untuk mengidentifikasi mereka merasa dekat dengan ormas yang mana, sementera Keanggotaan ormas digunakan untuk mengukur mereka mengaku sebagai anggota ormas yang mana.
Hasilnya, Penduduk muslim Indonesia 50,3% mengaku berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, dan 14,9% mengaku berafiliasi dengan Muhammadiyah, sisanya tersebar ke ormas-ormas yang lain dan tidak berafiliasi ke ormas manapun. Sementara dari sisi keanggotaan, 36,1% mengaku menjadi anggota NU, dan 6,3% mengaku menjadi anggota Muhammadiah. Dari survei ini juga menunjukkan 54,6% penduduk muslim Indonesia mengaku tidak menjadi anggota ormas manapun. (Sumber)


Pemaparan diatas dapat kita analogikan dengan jumlah yang sebenarnya, sehingga rasio daripadanya dapat menjadi tolok ukur sebagai "keanggotaan Islam" terbesar di dunia. Muhammadiyah dan NU serupa tapi tak sama, namun yang pasti, mereka merupakan salah satu  faktor mengapa Republik ini masih tetap eksis hingga sekarang. Mari kita menilik visi yang ada di dalam kedua Orgaslam ini.


Visi Muhammadiyah:
Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-'alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah swt dalam kehidupan di dunia ini.
(Sumber)


Visi NU:
Menjadi Jam'iyah diniyah Islamiyah ijtima'iyah yang memperjuangkan tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyyah
Mewujudkan kemaslahan masyarakat, kemajuan bangsa, kesejahteraan, keadilan, dan kemandirian khususnya warga NU serta terciptanya rahmat bagi semesta dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila. Sumber

Hemat penulis, dengan Visi tersebut kelak Muhammadiyah dapat menjadi Orgaslam terbesar di Indonesia, jika Muhammadiyah terus berjalan serta dapat membersihkan langkahnya. Visi Muhammadiyah lebih kurang sudah sesuai dengan "Islam dan Dunia".
Tokoh paling menarik daripada Muhammadiyah yaitu Bung Karno, ia, jika diharusnya berafiliasi dengan organisasi islam kala itu, memilih Muhammadiyah.


NU, Orgaslam terbesar di dunia ini, dengan jumlah anggota mayoritas dari Jawa ini punya "dimensi" yang menarik untuk dibahas. Siapapun yang memimpin NU, akan masuk dalam kategori Muslim Paling Berpengaruh, sebuah gelar kemuliaan duniawi. Sebuah fakta menarik, peringkat orang NU hampir selalu lebih tinggi daripada Muhammadiyah. Mungkin saja tanpa menyinggung visi, hanya jumlah anggota.


Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, NU cenderung kolot dalam menghadapi perubahan jaman, ini tentunya akan mengancam eksistensi keberadaan NU di Indonesia itu sendiri. Terlepas daripada pandangan mereka terhadap zuhudisme yang tidak perlu diragukan lagi. NU harus melakukan reformasi pandangan menuju kearah yang lebih modern lagi.
Tokoh paling menarik dari NU, yaitu: Gus Dur dan Cak Nur.


Kiranya, Muhammad atau NU harus terus bergandengan tangan, saling membersihkan langkah, berlari bagi yang tertinggal agar dapat membarengi Republik ini ditengah badai Radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun