Biasanya yang gemar wacana nyerempet-nyerempet isu pemakzulan adalah Amien Rais. Trade mark yang melekat sejak lama dan sudah teruji. Apa pun nama atau metodenya: impeachment, penggulingan, pemberhentian, penjegalan, penjatuhan, atau  people power; Amien tahu caranya.
Tetapi Din Syamsuddin mendadak pemakzulan? Itu sebuah outlier di luar kelaziman. Oleh karenanya wacana yang dibahas dalam webinar kemarin lusa itu tidak perlu ditanggapi secara overreactive. Sanawa, santai tapi waspada.
Din Syamsuddin (cnn.com, 01/ 06/ 2020):
"Saya melihat kehidupan kenegaraan kita terakhir ini membangun kediktatoran konstitusional, bersemayam di balik konstitusi seperti godok Perppu jadi UU, dan sejumlah kebijakan-kebijakan lain."
Kalau menyebut Amien Rais bolehlah, jaminan mutu. Namanya sudah trending di tingkat nasional sejak  era reformasi  hingga pernah dijuluki bapak reformasi. Entah  kalau sekarang; kabarnya tidak semua sepakat soal sebutan itu, contohnya Adian Napitupulu.
Ada bapak reformasi, ada kampus reformasi.
Sebutan kampus reformasi  ini sudah diklaim oleh almamaternya BTP, gubernur ibu kota yang dimakzulkan  people power itu. Meski ada yang mendiskreditkan people sebagai massa bayaran atau panasbung tetapi mereka adalah kekuatan real politik pada waktu itu.
Mantan kampusnya BTP, Trisakti,  pernah jadi titik perlawanan gerakan mahasiswa yang ingin memakzulkan Soeharto. Ada banyak kampus se-Indonesia  pada zaman tersebut yang libur massal  dan turun ke jalan. Tetapi  takdir semesta sudah terjadi, momentum itu pecah di kampusnya dia. Jadilah ada gelar kampus reformasi.
Tentang nasib Soeharto, Â --sejarah mencatat-- ia memang berhasil dimakzulkan sebagaimana BTP mengalaminya belasan tahun kemudian.
Amien ada pada zaman itu, sebagai salah satu bintang lapangan atau man of the match. Setelah Soeharto turun, dosen politik UGM tersebut  lalu ikut menentukan  nasib  presiden-presiden berikutnya. Karena reputasi itu Amien kerap disebut sebagai king maker juga.
Expertise Amien di bidang ini belakangan semakin kendor pada zaman Jokowi. Tuahnya mungkin sudah kadaluwarsa. Energi king maker kini tidak setangguh dulu, perhitungan pun acap meleset.  Dari statistik dua laga terakhir: dua capres gagal digadang ke pelaminan, Prabowo I dan Prabowo II. Kemudian, dua pres gagal digulingkan: Jokowi I dan Jokowi II. Sekurang-kurangnya sampai hari ini.
Yang terjadi malah seperti menggarisbawahi kegagalan sang maestro di penghujung jalannya. Ibarat pepatah bijak, siapa yang menggunakan pedang akan binasa juga oleh pedang.