Mohon tunggu...
Agung Sanyoto Wibowo
Agung Sanyoto Wibowo Mohon Tunggu... Pegawai di Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

MBG, Makan Bergizi Gratis atau MemBahayakan Generasi?

1 Oktober 2025   09:55 Diperbarui: 1 Oktober 2025   09:55 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Racun atau Gizi (Sumber: Gemini)

Makan Bergizi Gratis atau yang lebih dikenal dengan MBG merupakan program makan siang gratis yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam masa kampanyenya. Setelah terpilih menjadi presiden dan wakil presiden ke 8 Republik Indonesia, MBG ini menjadi salah satu dari program prioritas nasional.

MBG bertujuan untuk mengatasi gizi buruk dan stunting yang masih menjadi masalah serius di Indonesia dengan sasarannya ialah anak sekolah, balita, serta ibu hamil dan menyusui. MBG juga bertujuan untuk dapat membuka lapangan pekerjaan dengan menggandeng UMKM, petani, nelayan, dan koperasi lokal dalam pelaksanaannya.

Dalam pelaksanaannya, MBG menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Pro diantaranya ialah dapat meningkatkan gizi, meringankan keluarga yang kurang mampu, serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Sementara itu, untuk kontranya ialah kualitas makanan yang diberikan, masalah transparansi anggaran mengingat alokasi anggaran untuk program MBG ini tidak sedikit, dan dampak negatif terhadap kantin sekolah, serta para petinggi BGN (Badan Gizi Nasional) yang diisi oleh orang yang tak punya background ahli gizi.

Program MBG ini mulai berjalan sejak 6 Januari 2025 dengan biaya yang tidak sedikit, yakni 71 triliun untuk tahun 2025 dan untuk tahun 2026 progam MBG sudah dianggarkan sebesar 335 triliun. Saat ini, MBG sedang ramai diperbincangkan terkait dengan kualitas makanan yang diberikan. Berdasarkan Center of Indonesia's Strategic Development Initiatives, hingga September 2025 terdapat sekitar 7.119 orang yang keracunan. Kejadian tersebut tidak hanya terjadi di satu daerah, melainkan sudah meluas ke berbagai daerah. Kasus keracunan ini paling banyak terjadi di Pulau Jawa, khususnya kabupaten Bandung Barat sebanyak 1.333 orang.

Dugaan penyebab keracunan tersebut dikarenakan makanan yang dimasak terlalu dini sehingga saat dibagikan makanan sudah kurang layak untuk dikonsumsi. Hal itu juga disebabkan karena satu dapur MBG dalam setiap harinya harus memasak ribuan porsi untuk beberapa sekolah. Merujuk pada hasil lab pemeriksaan sampel MBG di Laboratorium Kesehatan Daerah di Jawa Barat, setidaknya ada dua penyebab keracunan makanan. Pertama ditemukan bakteri salmonella, WHO menyebut kontaminasi ini umumnya terkait dengan makanan tinggi protein seperti daging, unggas, dan telur. Kedua ditemukan bakteri bacillus cereus, menurut data NSW Food Authority Australia bakteri ini kerap dikaitkan dengan penyimpanan nasi yang tidak tepat.

Untuk solusi terkait masalah tersebut, pemerintah dapat mencontoh sekolah-sekolah yang sudah sejak lama menerapkan makan siang bagi siswanya. Untuk menjaga kualitas makanan yang akan diberikan ke siswa, pihak sekolah telah menyediakan ahli gizi. Kemudian proses memasaknya dilakukan di lingkungan sekolah sehingga saat dihidangkan, makanan yang diberikan dalam kondisi hangat. Jumlahnya pun terbatas hanya ratusan porsi untuk siswa dan guru.

Makan Bergizi Gratis ini sejatinya bertujuan baik, akan tetapi kasus keracunan ini telah membuat banyak orang tua khawatir akan keselamatan anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka melarang anaknya untuk memakan MBG, bahkan menyarankan pemerintah untuk menghentikan program tersebut. Untuk itu, perlu adanya evaluasi terhadap pola yang digunakan dalam penyajian makanan, jika tidak dievaluasi secara menyeluruh bukan tidak mungkin kasus keracunan akan terus terjadi.

Disclaimer: Tulisan ini tidak mewakili opini organisasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun