Mohon tunggu...
Deltajaya
Deltajaya Mohon Tunggu... Penulis - Pencinta sastra

Dia adalah pemerhati sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyibak Puitika Emi Suy dalam Alarm Sunyi

11 Desember 2018   18:22 Diperbarui: 11 Desember 2018   18:35 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Alarm Sunyi (TareSI Publisher, 2017) merupakan antologi puisi tunggal ke-2 Emi Suy setelah Tirakat Padam Api (2011).  Di dalam buku puisi tersebut membungkus 65 judul puisi; dan ada sederet nama yang terpajang, yakni penyair Joko Pinurbo memberikan catatan "Prolog" dan catatan "Epilog" disampaikan oleh Arif Gumantia. 

Di luar kedua nama itu, ada sejumlah penyair yang memberikan endorsemen, yaitu Adri Darmadji Woko, Salimi Ahmad, Hanna Fransisca, Tengsoe Tjahjono, Alexander Robert Nainggolan, dan Sofyan RH. Zaid.

Terbitnya buku puisi Alarm Sunyi telah mendapatkan sambutan yang luar biasa dari pencinta sastra. Kajian-kajian apresiatif pun bermunculan di media, misalnya ditulis oleh Budhi Setyawan, Weni Suryandari, Indra Intisa, dan lain-lain. Fakta ini membuktikan bahwa kehadiran Emi Suy dalam dunia kepenyairan di Indonesia semakin berterima. Artinya bahwa  eksistensi  Emi Suy semakin melambung namanya dalam kancah kepenyairan di Indonesia. Tentu, kehadirannya patut menjadi catatan sejarah sastra Indonesia di era kini. Selain itu, puisi-puisi yang ia ciptakan memiliki nilai literer.

Tampaknya, dalam diri Emi Suy terdapat 'bakat alam dan intelektualisme' (pinjam istiah Subagio Sastrowardoyo). Bakat alam dan intelektualisme tersebut ditunjukkan dengan kemampuan dalam memilah, memilih, dan memutuskan penghadiran diksi metaforis yang tersaji mengalir---tanpa ketersendatan. 

Rajutan diksi yang membentuk baris/larik dan keterjalinan antarbaris serta antarbait memiliki korespondensi yang elok untuk keutuhan teks masing-masing puisi. Konsentrasi dan intensifikasi (pinjam istilah Hutagalung, 1967:132) dalam puisi Emi memang begitu nampak dan mengantarkan pada meaningfull.

Mari kita nikmati puisi Emi Suy yang berjudul "Yang Maha Rindu"(2017:3) berikut.

YANG MAHA RINDU

bagaimana mungkin
jejak hujan mengering dalam ingatan
sementara kenangan menggenang
menelaga di kepala
memenuhi seluruh ruang
yang sejuk sampai ke dada
batu-batu rindu menjadi bisu

aku telah menggali lubang
di tubuh sendiri
menanam harapan
agar tumbuh di segala musim
di luar hujan

Membaca puisi tersebut, dari sisi judul kita dibantu dengan matrix sebagai kunci pembuka makna, yakni "Maha Rindu". Dari frase kunci ini dapat ditafsirkan bahwa puisi ini merupakan kegelisahan si aku lirik tentang kerinduan terhadap seseorang sebagai bentuk komunikasi horizontal antarmanusia, atau bisa juga kerinduan yang mengarah pada dimensi vertical dalam hubungan antara manusia dengan Sang Khaliq (Pencipta/Allah/Tuhan).

Bait 1 puisi tersebut, menyiratkan kerinduan yang mendalam terhadap seseorang (bukan kepada Tuhan), yang tingkat kedalaman kerinduan itu oleh penyair dibahasakan "sementara kenangan menggenang/menelaga di kepala/memenuhi seluruh ruang/yang sejuk sampai ke dada". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun